Senin, 01 Februari 2016

[FF/SVT] The Chaebol's Son And Me




Sinopsis :
Mingyu dilahirkan dengan sendok perak di mulutnya. Dia tampan, kaya raya, dan berasal dari salah satu keluarga chaebol terkemuka di Korea. Namun keadaan itu bukan jaminan bahwa ia akan bisa mendapatkan yeoja yang ia cintai dengan mudah.
Jungkir balik ia mengejar-ngejar cinta Hyerin, tapi ia selalu di tolak.

Hyerin menolak Mingyu bukan karena ia tak mencintainya. Ia hanya takut.
Dunia mereka terlalu berbeda, dan punya hubungan spesial dengan chaebol, pasti takkan mudah. Hal itulah yang membuatnya mundur, teratur. Dan mencoba melupakan perasaannya pada Mingyu.

Tapi sejauh apapun ia berusaha menjauh dari Mingyu, ia tahu bahwa pria itu telah mengambil seluruh hatinya.

~~~~~~
~~~~~~

Chapter I

Hyerin hanya mematung heran ketika seorang namja jangkung berlari-lari kecil ke arahnya.
“Kenapa baru muncul?” Namja itu menyapa dengan pertanyaan.
“Maksudnya?” Hyerin menjawab dengan pertanyaan pula.
“Kau ada kuliah sejak jam 8 pagi tadi. Sekarang sudah jam 11. Kemana saja? Phonselmu tak akfif. Kenapa? Motormu mogok lagi? Tadi berangkat ke sini naik apa? Apa kau baik-baik saja?” Ia memberondong Hyerin dengan pertanyaan lagi.

“Mingyu, bisakah kau bertanya satu-satu?”
“Tidak.” Mingyu menjawab cepat.
Hyerin memutar bola matanya dengan kesal.
“Oke, aku ....”
“Mingyu, cepat! Kita sudah ditunggu!”
Obrolan mereka terhenti ketika seseorang berteriak dan melambaikan tangan ke arah Mingyu.
Mingyu mengangkat tangan ke arah orang yang memanggilnya tersebut. “Sebentar.” Jawabnya, lalu kembali menatap Hyerin.

“Hyerin, aku harus pergi dulu. Aku ada janji dengan dosen. Setelah kuliah selesai, tunggu aku, jangan pulang dulu. Kalau kau melakukannya, awas kau!” Namja berhidung mancung itu beranjak.
Hyerin hanya terkekeh sesaat seraya menatap namja yang telah ia kenal baik selama hampir 3 tahun itu.

***

            Mingyu memarkir mobil di depan bengkel tempat Hyerin membetulkan sepeda motornya yang tadi pagi kembali mogok. Namja itu keluar dari mobil dan dengan wajah kesal ia melangkahkan kakinya mendekati Hyerin yang duduk di salah satu kursi tunggu. Hyerin tersenyum dan melambaikan tangannya. Tapi Mingyu tak membalas. Ia mendengus.

Dasar pengkhianat. Bukankah aku sudah memintamu untuk tidak pulang dulu,” namja tampan itu ikut duduk di samping Hyerin.
“Mian, aku tidak bermaksud mengkhianatimu. Hanya saja, aku takut bengkel keburu tutup. Makanya aku kesini dulu,” Hyerin tersenyum manis ke arah Mingyu hingga membuat namja ganteng itu tak berkutik.
“Oke, karena alasanmu masuk akal. Aku akan memaafkanmu,” jawabnya kemudian.
“Masih kurang berapa lama lagi?”
“Sebentar lagi juga selesai,” jawab Hyerin.

“Akan ku temani sampai motormu selesai diperbaiki,”
“Tidak. Kau pulang dulu saja, gwaencana,”
“Tapi ___”
“Jebal,”  Hyerin merajuk hingga membuat Mingyu kembali tak berkutik dan akhirnya menuruti permintaan  yeoja tersebut, untuk pulang terlebih dulu.
“Oke deh, aku pulang dulu ya, annyeong,”
Hyerin tersenyum sambil mengangguk. Mingyu beranjak.

“Masih lamakah?” tanya Hyerin pada salah satu teknisi yang memperbaiki motornya.
“Maaf. Tapi sepertinya motor ini harus menginap disini sampai besok. Banyak hal yang harus diperbaiki,”
Hyerin menggigit bibirnya kecewa. “Apa tak bisa selesai hari ini?”

Teknisi motor itu menggeleng. “Joesonghamnida. Kami sudah berusaha secepat mungkin. Tapi tetap saja motornya tak bisa selesai hari ini,” jawabnya.
Hyerin kembali mendesah kecewa. Ia melirik arloji di tangannya. Jam 17.20. Sudah terlalu sore untuk mendapatkan kendaraan umum. Ia bisa pulang dengan naik taksi, tapi itu sangat mahal sekali.

“Gamsahamnida, besok saya kesini lagi.”  Ia beranjak seraya meraih phonsel bututnya dari dalam tas. Ia mengirimkan pesan kepada Seo Hyun, teman dekatnya, untuk menjemput. Tapi belum sempat ia mengirim pesan tersebut, seseorang menyentuh pundaknya dengan lembut. Ia menoleh. “Mingyu?”

Mingyu hanya tersenyum manis. Hyerin menatapnya dengan keheranan.
“Kau masih di sini?” Ia bertanya bingung karena ia yakin bahwa sekitar 5 menit yang lalu Mingyu sudah memacu mobilnya dan meninggalkannya.

Mingyu manggut-manggut. Ia menunjuk ke arah mobilnya yang terparkir agak jauh dari tempat mereka berdiri.
“Aku sudah menduga bahwa ini akan terjadi. Jadi, aku sengaja menungguimu di sana dan siap memberikan tumpangan kapanpun kau butuhkan,” jawab namja tersebut sambil nyengir.

Hyerin terkekeh. Ya, harusnya ia menyadarinya sejak tadi. Ini Mingyu, namja ini tak akan menyerah dengan mudah. Dia takkan mau di suruh pergi begitu saja dan meninggalkannya sendirian.

“Ga-ja, aku akan mengantarkanmu pulang. Dan kau sudah tak punya alasan lagi untuk menolaknya,” Mingyu menarik lengan tangan Hyerin dan mengajaknya menuju ke arah SUV mewah yang ada di seberang jalan. Hyerin hanya mampu mendesah. Ya, ia sudah tak punya alasan lagi untuk menolaknya.

***

Hyerin memarkir sepeda motor bututnya dan segera beranjak dengan tergesa-gesa menuju kelas Mingyu. Ia tahu hari ini ia ada kuliah jam pertama.
Ketika ia sampai di sana kelas Mingyu sudah berlangsung selama 10 menit. Tapi, itu tak menyurutkan niatnya untuk bertemu dengan namja jangkung itu.

“Seonsaengnim, bisakah saya meminta ijin untuk berbicara sebentar dengan Kim Mingyu? Ada hal penting yang harus kami bicarakan,” Hyerin meminta ijin pada dosen Mingyu. Lelaki itu diam beberapa detik, tapi selanjutnya ia tersenyum dan mengangguk.

Hyerin mengarahkan pandangannya ke penjuru ruangan dan menemukan Mingyu duduk di bangku paling belakang dekat jendela. Mingyu tampak sedikit bingung, tapi akhirnya ia berdiri dan beranjak mendekati Hyerin. Yeoja itu menarik tangannya dan mengajaknya menjauh dari keramaian kampus.

“Wae? Bukannya hari ini kau tak ada kuliah?” Tanya Mingyu keheranan.
Hyerin menatapnya dengan tajam.
“Kau ‘kan yang mengirim motor baru ke rumah?”
Mata Mingyu menyipit. Tapi sesaat kemudian ia manggut-manggut. “Oh, Motor? Iya, aku membelikanmu motor baru agar kau tak sering terlambat ke kampus. Motormu itu sudah tua, tak layak pakai. Aku membelikan motor dengan warna favoritmu, indigo. Bagaimana? Kau suka?” Ia nampak antusias.

“Suka kepalamu! Cepat ambil kembali motor itu!” Hyerin berteriak.
“Wae?” Mingyu nampak bingung.
“Ambil kembali motor itu! Aku tak sudi menerimanya!”
“Kenapa sih? Niatku baik. Beberapa waktu yang lalu aku membelikanmu mobil, tapi kau malah melemparku dengan sapu. Sekarang aku sudah menurunkan standard-ku dengan membelikanmu motor, masih tak mau terima juga? Aku ‘kan hanya ingin membantumu,”

“Memberikanku dengan cuma-cuma. Memang aku ini siapa? Itu sama saja dengan menghinaku,” jawab Hyerin kesal.
“Oke, jika kau tak bisa menerimanya dengan cuma-cuma, kau bisa membayarnya ‘kan?”
“Aku tak punya uang sebanyak itu,” Hyerin kembali mendebat.

“Aku tidak menyuruhmu untuk membayar tunai. Kau bisa menyicilnya sedikit demi sedikit,” Mingyu berusaha memberikan saran.
“Tetap saja aku aku tak punya uang, kau ‘kan tahu aku tak punya pekerjaan tetap,” bibir Hyerin mengerut sebal.
“Jadi?”  Mingyu menatapnya bingung.
“Ambil kembali motor itu atau kita takkan berteman lagi,” ancam Hyerin. Ia beranjak.
“Hyerin ... ” Mingyu mengekorinya. Hyerin berbalik.
“Just take it back! Ok? Suruh orangmu mengambil motor itu kembali! Kalau tidak ...” Yeoja itu menggigit bibirnya seraya menunjukkan kepalan tangannya.
“Dan jangan mengikuti langkahku. Kalau kau mengikutiku, kita PUTUS!” Ia menjerit.
Mingyu melongo.
“Putus? Apa itu artinya kita pacaran? Jinjaa? KITA PACARAN?!!” Namja itu berteriak dengan antusias. Girang bukan kepalang.
“Maksudku ... putus persahabatan!” Hyerin kembali menjerit frustasi. Setelah itu ia beranjak meninggalkan Mingyu yang tampak bengong.

Ketika sampai di parkiran, Hyerin berpapasan dengan sahabat baiknya, Seo Hyun.
“Hyerin, wae? Kenapa mukamu kusut begitu?”
“Anio,” jawab Hyerin malas-malasan seraya meraih helmnya.
“Bertengkar dengan Mingyu?”
Hyerin mengernyitkan dahinya dan menatap Seo Hyun.
“Bagimana kau tahu?” Hyerin ganti bertanya.

“Aku melihat kalian sedikit adu argumen di taman,” jawab yeoja bertubuh tinggi tersebut.
Hyerin menarik nafas panjang seraya memakai helmnya.
“Dia membelikanku sebuah sepeda motor dan aku memintanya untuk mengambilnya kembali,” jawabnya.
Seo Hyun melotot.
“MWOO!? Dia membelikanmu sepeda motor?”
Hyerin mengangguk. “Ya, dia membelikanku sebuah sepeda motor. Tapi sudah ku tolak. Dia pasti sudah gila.” jawabnya.
Seo Hyun menatap Hyerin dengan sebal.
“Gila? Ya, kurasa kaulah yang gila. Seorang pangeran tampan, calon dokter, kaya raya, putra tunggal salah satu orang terkaya di Korea, mencintaimu dengan tulus, tapi kau? Kau malah  menolaknya! Kurasa kaulah yang gila!” Seo Hyun berteriak. “Dia membelikanmu mobil, kau menolak. Sekarang kau dibelikan sepeda motor, kau juga menolak lagi? Apa kepalamu pernah terbentur sesuatu? Hah?” lanjutnya sebal.

Hyerin mendelik.

“Mingyu itu namja yang sangat baik,  Hyerin. Dia mencintaimu dengan tulus. Aku yakin dia mampu membuatmu bahagia baik dari segi materi ataupun yang lainnya. Tapi, kau malah menolaknya? Bukankah berarti kau yang gila? Aku mau jungkir balik demi bisa berada di  posisimu. Dicintai putra chaebol terkemuka di negeri ini.” Seo Hyun mencibir sahabat baiknya itu.

Hyerin kembali mendesah.
“Ah, sudahlah. Jangan bicarakan hal-hal tak penting seperti itu. Aku pulang dulu. Annyeong,” Hyerin menyalakan sepeda motor bututnya.
“Kesempatan tidak datang dua kali, Hyerin. Kuharap  kau tak menyesalinya,” Seo Hyun berteriak. Hyerin tersenyum kecut seraya menjalankan kendaraannya dengan perlahan.

Dan ia kembali teringat akan Kim Mingyu ...

Ya, ia tahu bahwa Mingyu mencintainya dengan sungguh-sungguh. Beberapa kali lelaki itu mengungkapkan perasaannya secara jujur, sejak lama. Tapi, Hyerin benar-benar tak bisa menerimanya.

Bukan karena ia tak mencintai namja jangkung bermata teduh itu. Jika harus jujur,  Hyerin benar-benar menyukainya. Ia jatuh cinta pada namja itu pada pandangan pertama. Hanya saja, ia merasa Mingyu terlalu tinggi untuk digapai.

Ia merasa tak punya kepercayaan diri untuk meraih lelaki itu dengan tangannya yang kecil.

Seo Hyun benar sepenuhnya. Mingyu berasal dari keluarga kaya, putra tunggal salah satu orang terkaya di negara ini. Ia bisa mendapatkan apa yang ia mau dengan mudah tanpa harus bersusah payah. Apa yang kurang dari dirinya? Tidak ada.

Tapi, ia benar-benar tak bisa menerimanya.

Siapakah dirinya? Dia hanya seorang gadis biasa. Keluarganya miskin. Ayahnya sudah meninggal ketika ia masih kecil dan ibunya hanyalah buruh pabrik. Mereka bahkan masih tinggal di rumah kontrakan. Dia sendiri harus bekerja paruh waktu di sebuah restoran cepat saji. Sebandingkah dia dengan namja itu? Tidak.

Hyerin tak berani membayangkannya. Dunia mereka terlalu jauh berbeda. Mingyu takkan pernah bisa memasuki dunianya, begitu pula sebaliknya!

Dan Hyerin sudah bertekad untuk mencintai Mingyu dengan caranya sendiri!

***

Phonsel itu berdering berkali-kali. Dan Hyerin baru memutuskan menjawabnya di dering yang ke-6.
“Yoeboseyo...” Ia menyapa.

--Kau masih marah?-- Suara dari seberang sana langsung menjawab dengan pertanyaan. Mingyu.

“Sedikit.” Jawab Hyerin.

--Mian, aku takkan mengulanginya lagi. Aku sudah mengambil motor itu. Jadi, berhentilah marah padaku. Nde?--

Hyerin tak langsung menjawab.
“Oke, ku maafkan.” Jawabnya kemudian.

--Jinjaa? Kau sudah memaafkanku?--
“Nde.” Jawab Hyerin lagi. Mantap. Terdengar Mingyu mendesah lega.

--Ah, syukurlah. Aku lega sekarang. Kau tahu, kemarahanmu itu benar-benar sebuah mimpi buruk bagiku. Aku dilanda stress berkepanjangan. Aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Aku tak bisa makan dengan lahap. Aku bahkan tak bisa hidup dengan tenang. Berat badanku turun drastis. Aku makin kurus sekarang.--
Hyerin terkikik.
“Kita bahkan hanya marahan selama dua hari, bagaimana mungkin kau langsung mendadak kurus?” ujarnya, diselingi tawa kecil.
--Kau tak percaya? Oke, kalau begitu buka jendelamu dan lihatlah keluar. Kau akan tahu kalau aku makin kurus.--
Hyerin membelalak. “Kau di luar?”
--Iya.-- Jawab Mingyu cepat.

Hyerin berjingkat dari tempat tidurnya, menyingkap tirai jendela lalu melihat keluar. Dan tampak Mingyu sudah berdiri di depan rumahnya. Namja itu menyeringai seraya melambaikan tangannya ke arah Hyerin.

--Annyeong.-- Ia menyapa dengan wajah sumringah.

Hyerin menutup telepon lalu segera berlari keluar rumah dan menemui Mingyu yang masih berdiri di pinggir jalan.
“Malam-malam begini untuk apa kau ke sini?” yeoja itu bertanya bingung.
“Untuk menemuimu.”
“Lalu?”
“Memberikan ini.” Mingyu menyodorkan sekotak pizza ke arahnya. “Pizza. Sebagai ungkapan permintaan maaf.” Lanjutnya, nyengir.
“Suap?”
“Iya. Kau boleh menolak mobil ataupun sepeda motor, tapi jangan menolak pizza. Oke? Ayolah, Hyerin, ini hanya makanan.” Desak Mingyu.
Bibir Hyerin mengerut. “Oke deh. Gomawo.” Ia menerima makanan tersebut, lalu menatap Mingyu dari ujung kepala hingga ujung kaki.
“Dan ... apa benar berat badanmu berkurang?” tanyanya. Mingyu kembali menyeringai.
“Iya, berat badanku berkurang. Kau mau menemaniku makan siang? Ayolah, sudah lama kita tidak makan bersama? Besok ya? Sepulang kuliah? Oke?” Namja itu nyerocos hingga membuat Hyerin kembali tertawa.

Perlahan ia mengangguk.
“Oke, tapi aku hanya menerima ajakan makan siang. Tidak ke tempat yang lain. Tidak ke mall, tidak ke boutique, tidak ke toko perhiasan, tidak ke tempat-tempat seperti itu lagi,”
Bola mata Mingyu melebar dengan indah. “Sungguh? Baiklah, besok kita makan siang bareng.” Ia berujar dengan girang.
“Kalau begitu aku pulang dulu ya. Annyeong,” ia pamit. Tapi sebelum itu, ia sempat memeluk Hyerin dengan tiba-tiba lalu mencium pipinya dengan dalam hingga menimbulkan suara. Setelah itu tertawa seraya berlari menjauhi Hyerin yang tampak bengong.

Yeoja itu melotot.
“YHAA! Jika kau melakukannya lagi, tamat riwayatmu!” teriaknya. Mingyu hanya terkikik seraya melambaikan tangannya ke arah Hyerin sebelum akhirnya ia kembali berlari ke arah mobil hitam yang telah menunggunya di pinggir jalan. Dan kendaraan mewah itu segera meluncur meninggalkan komplek perumahan Hyerin.

***

“Whooaa, kau nampak ceria hari ini? Apa kau sudah berbaikan dengan Mingyu?” Seo Hyun langsung menyapa Hyerin ketika yeoja itu baru saja menginjakkan kakinya di teras kampus.
Hyerin hanya tersenyum dan mengangguk.

“Hah, kalian ini aneh? Kalian bilang kalian hanya berteman. Tapi setiap kali bertengkar, kalian seperti sepasang kekasih.”
Hyerin mencibir dan Seo Hyun malah manyun.

“Oh iya, tadi ada yang mencarimu.”
“Siapa?” tanya Hyerin.
“Jeon Wonwoo.” Jawab Seo Hyun acuh.
“Oh, anak fakultas hukum itu?”
“Iya, calon pengacara. Putra pengacara terbaik di negara ini. Kaya, baik hati, pintar, tampan, oh astaga, bagaimana kau bisa kenal dia Hyerin-ah? Kalian kenal baik?”
Hyerin manggut-manggut. “Lumayan, aku sudah agak lama mengenalnya. Kami ‘kan satu organisasi,”
“Kok aku tak tahu?”
Hyerin tersenyum. “Kau ‘kan sudah sibuk pacaran. Makanya tak pernah dengar ceritaku lagi,” Hyerin terus beranjak. Seo Hyun mengekor.

“Ah, aku iri padamu Hyerin-ah. Kenapa hidupmu dikelilingi oleh beberapa namja tampan, kaya raya, dan baik hati semua? Hah ... aku benar-benar iri.”
Hyerin hanya tertawa sambil mengangkat bahu tanpa menghiraukan ocehan sahabatnya itu. Tentu ia mengenal Wonwoo dengan baik karena selama ini Hyerin memberikan les privat bahasa Perancis pada adiknya, Naeun.

***

Bersambung ...