Sinopsis :
Mingyu dilahirkan dengan sendok perak di mulutnya. Dia
tampan, kaya raya, dan berasal dari salah satu keluarga chaebol terkemuka di
Korea. Namun keadaan itu bukan jaminan bahwa ia akan bisa mendapatkan yeoja
yang ia cintai dengan mudah.
Jungkir balik ia mengejar-ngejar cinta Hyerin, tapi ia
selalu di tolak.
Hyerin menolak Mingyu bukan karena ia tak mencintainya.
Ia hanya takut.
Dunia mereka terlalu berbeda, dan punya hubungan
spesial dengan chaebol, pasti takkan mudah. Hal itulah yang membuatnya mundur,
teratur. Dan mencoba melupakan perasaannya pada Mingyu.
Tapi sejauh apapun ia berusaha menjauh dari Mingyu, ia
tahu bahwa pria itu telah mengambil seluruh hatinya.
~~~~~~
~~~~~~
Chapter I
Hyerin hanya
mematung heran ketika seorang namja jangkung berlari-lari kecil ke arahnya.
“Kenapa baru muncul?” Namja itu
menyapa dengan pertanyaan.
“Maksudnya?” Hyerin menjawab
dengan pertanyaan pula.
“Kau ada kuliah sejak jam 8 pagi
tadi. Sekarang sudah jam 11. Kemana saja? Phonselmu tak akfif. Kenapa? Motormu
mogok lagi? Tadi berangkat ke sini naik apa? Apa kau baik-baik saja?” Ia
memberondong Hyerin dengan pertanyaan lagi.
“Mingyu, bisakah kau bertanya
satu-satu?”
“Tidak.” Mingyu menjawab cepat.
Hyerin memutar bola matanya
dengan kesal.
“Oke, aku ....”
“Mingyu, cepat! Kita sudah ditunggu!”
Obrolan mereka terhenti ketika
seseorang berteriak dan melambaikan tangan ke arah Mingyu.
Mingyu mengangkat tangan ke arah
orang yang memanggilnya tersebut. “Sebentar.” Jawabnya, lalu kembali menatap
Hyerin.
“Hyerin, aku harus pergi dulu.
Aku ada janji dengan dosen. Setelah kuliah selesai, tunggu aku, jangan pulang
dulu. Kalau kau melakukannya, awas kau!” Namja berhidung mancung itu beranjak.
Hyerin hanya terkekeh sesaat
seraya menatap namja yang telah ia kenal baik selama hampir 3 tahun itu.
***
Mingyu
memarkir mobil di depan bengkel tempat Hyerin membetulkan sepeda motornya yang
tadi pagi kembali mogok. Namja itu keluar dari mobil dan dengan wajah kesal ia
melangkahkan kakinya mendekati Hyerin yang duduk di salah satu kursi tunggu.
Hyerin tersenyum dan melambaikan tangannya. Tapi Mingyu tak membalas. Ia
mendengus.
“Dasar pengkhianat. Bukankah aku sudah memintamu untuk tidak pulang
dulu,” namja tampan itu ikut duduk di samping Hyerin.
“Mian, aku tidak bermaksud
mengkhianatimu. Hanya saja, aku takut bengkel keburu tutup. Makanya aku kesini
dulu,” Hyerin tersenyum manis ke arah Mingyu hingga membuat namja ganteng itu
tak berkutik.
“Oke, karena alasanmu masuk akal.
Aku akan memaafkanmu,” jawabnya kemudian.
“Masih kurang berapa lama lagi?”
“Sebentar lagi juga selesai,”
jawab Hyerin.
“Akan ku temani sampai motormu
selesai diperbaiki,”
“Tidak. Kau pulang dulu saja,
gwaencana,”
“Tapi ___”
“Jebal,” Hyerin merajuk hingga membuat Mingyu kembali
tak berkutik dan akhirnya menuruti permintaan
yeoja tersebut, untuk pulang terlebih dulu.
“Oke deh, aku pulang dulu ya,
annyeong,”
Hyerin tersenyum sambil
mengangguk. Mingyu beranjak.
“Masih lamakah?” tanya Hyerin
pada salah satu teknisi yang memperbaiki motornya.
“Maaf. Tapi sepertinya motor ini
harus menginap disini sampai besok. Banyak hal yang harus diperbaiki,”
Hyerin menggigit bibirnya kecewa.
“Apa tak bisa selesai hari ini?”
Teknisi motor itu menggeleng.
“Joesonghamnida. Kami sudah berusaha secepat mungkin. Tapi tetap saja motornya
tak bisa selesai hari ini,” jawabnya.
Hyerin kembali mendesah kecewa.
Ia melirik arloji di tangannya. Jam 17.20. Sudah terlalu sore untuk mendapatkan
kendaraan umum. Ia bisa pulang dengan naik taksi, tapi itu sangat mahal sekali.
“Gamsahamnida, besok saya kesini
lagi.” Ia beranjak seraya meraih phonsel
bututnya dari dalam tas. Ia mengirimkan pesan kepada Seo Hyun, teman dekatnya,
untuk menjemput. Tapi belum sempat ia mengirim pesan tersebut, seseorang
menyentuh pundaknya dengan lembut. Ia menoleh. “Mingyu?”
Mingyu hanya tersenyum manis.
Hyerin menatapnya dengan keheranan.
“Kau masih di sini?” Ia bertanya
bingung karena ia yakin bahwa sekitar 5
menit yang lalu Mingyu sudah memacu mobilnya dan meninggalkannya.
Mingyu manggut-manggut. Ia
menunjuk ke arah mobilnya yang terparkir agak jauh dari tempat mereka berdiri.
“Aku sudah menduga bahwa ini akan
terjadi. Jadi, aku sengaja menungguimu di sana dan siap memberikan tumpangan kapanpun
kau butuhkan,” jawab namja tersebut sambil nyengir.
Hyerin terkekeh. Ya, harusnya ia
menyadarinya sejak tadi. Ini Mingyu, namja ini tak akan menyerah dengan mudah.
Dia takkan mau di suruh pergi begitu saja dan meninggalkannya sendirian.
“Ga-ja, aku akan mengantarkanmu
pulang. Dan kau sudah tak punya alasan lagi untuk menolaknya,” Mingyu menarik
lengan tangan Hyerin dan mengajaknya menuju ke arah SUV mewah yang ada di
seberang jalan. Hyerin hanya mampu mendesah. Ya, ia sudah tak punya alasan lagi
untuk menolaknya.
***
Hyerin memarkir sepeda motor
bututnya dan segera beranjak dengan tergesa-gesa menuju kelas Mingyu. Ia tahu
hari ini ia ada kuliah jam pertama.
Ketika ia sampai di sana kelas
Mingyu sudah berlangsung selama 10 menit. Tapi, itu tak menyurutkan niatnya
untuk bertemu dengan namja jangkung itu.
“Seonsaengnim, bisakah saya
meminta ijin untuk berbicara sebentar dengan Kim Mingyu? Ada hal penting yang
harus kami bicarakan,” Hyerin meminta ijin pada dosen Mingyu. Lelaki itu diam
beberapa detik, tapi selanjutnya ia tersenyum dan mengangguk.
Hyerin mengarahkan pandangannya
ke penjuru ruangan dan menemukan Mingyu duduk di bangku paling belakang dekat
jendela. Mingyu tampak sedikit bingung, tapi akhirnya ia berdiri dan beranjak
mendekati Hyerin. Yeoja itu menarik tangannya dan mengajaknya menjauh dari
keramaian kampus.
“Wae? Bukannya hari ini kau tak
ada kuliah?” Tanya Mingyu keheranan.
Hyerin menatapnya dengan tajam.
“Kau ‘kan yang mengirim motor
baru ke rumah?”
Mata Mingyu menyipit. Tapi sesaat
kemudian ia manggut-manggut. “Oh, Motor? Iya, aku membelikanmu motor baru agar
kau tak sering terlambat ke kampus. Motormu itu sudah tua, tak layak pakai. Aku
membelikan motor dengan warna favoritmu, indigo. Bagaimana? Kau suka?” Ia
nampak antusias.
“Suka kepalamu! Cepat ambil
kembali motor itu!” Hyerin berteriak.
“Wae?” Mingyu nampak bingung.
“Ambil kembali motor itu! Aku tak
sudi menerimanya!”
“Kenapa sih? Niatku baik.
Beberapa waktu yang lalu aku membelikanmu mobil, tapi kau malah melemparku
dengan sapu. Sekarang aku sudah menurunkan standard-ku dengan membelikanmu
motor, masih tak mau terima juga? Aku ‘kan hanya ingin membantumu,”
“Memberikanku dengan cuma-cuma.
Memang aku ini siapa? Itu sama saja dengan menghinaku,” jawab Hyerin kesal.
“Oke, jika kau tak bisa
menerimanya dengan cuma-cuma, kau bisa membayarnya ‘kan?”
“Aku tak punya uang sebanyak
itu,” Hyerin kembali mendebat.
“Aku tidak menyuruhmu untuk
membayar tunai. Kau bisa menyicilnya sedikit demi sedikit,” Mingyu berusaha
memberikan saran.
“Tetap saja aku aku tak punya
uang, kau ‘kan tahu aku tak punya pekerjaan tetap,” bibir Hyerin mengerut
sebal.
“Jadi?” Mingyu menatapnya bingung.
“Ambil kembali motor itu atau
kita takkan berteman lagi,” ancam Hyerin. Ia beranjak.
“Hyerin ... ” Mingyu
mengekorinya. Hyerin berbalik.
“Just take it back! Ok? Suruh
orangmu mengambil motor itu kembali! Kalau tidak ...” Yeoja itu menggigit
bibirnya seraya menunjukkan kepalan tangannya.
“Dan jangan mengikuti langkahku.
Kalau kau mengikutiku, kita PUTUS!” Ia menjerit.
Mingyu melongo.
“Putus? Apa itu artinya kita
pacaran? Jinjaa? KITA PACARAN?!!” Namja itu berteriak dengan antusias. Girang
bukan kepalang.
“Maksudku ... putus
persahabatan!” Hyerin kembali menjerit frustasi. Setelah itu ia beranjak meninggalkan
Mingyu yang tampak bengong.
Ketika sampai di parkiran, Hyerin
berpapasan dengan sahabat baiknya, Seo Hyun.
“Hyerin, wae? Kenapa mukamu
kusut begitu?”
“Anio,” jawab Hyerin malas-malasan
seraya meraih helmnya.
“Bertengkar dengan Mingyu?”
Hyerin mengernyitkan dahinya dan
menatap Seo Hyun.
“Bagimana kau tahu?” Hyerin ganti
bertanya.
“Aku melihat kalian sedikit adu
argumen di taman,” jawab yeoja bertubuh tinggi tersebut.
Hyerin menarik nafas panjang
seraya memakai helmnya.
“Dia membelikanku sebuah sepeda
motor dan aku memintanya untuk mengambilnya kembali,” jawabnya.
Seo Hyun melotot.
“MWOO!? Dia membelikanmu sepeda
motor?”
Hyerin mengangguk. “Ya, dia
membelikanku sebuah sepeda motor. Tapi sudah ku tolak. Dia pasti sudah gila.”
jawabnya.
Seo Hyun menatap Hyerin dengan
sebal.
“Gila? Ya, kurasa kaulah yang
gila. Seorang pangeran tampan, calon dokter, kaya raya, putra tunggal salah
satu orang terkaya di Korea, mencintaimu dengan tulus, tapi kau? Kau malah menolaknya! Kurasa kaulah yang gila!” Seo
Hyun berteriak. “Dia membelikanmu mobil, kau menolak. Sekarang kau dibelikan
sepeda motor, kau juga menolak lagi? Apa kepalamu pernah terbentur sesuatu?
Hah?” lanjutnya sebal.
Hyerin mendelik.
“Mingyu itu namja yang sangat
baik, Hyerin. Dia mencintaimu dengan
tulus. Aku yakin dia mampu membuatmu bahagia baik dari segi materi ataupun yang
lainnya. Tapi, kau malah menolaknya? Bukankah berarti kau yang gila? Aku mau
jungkir balik demi bisa berada di
posisimu. Dicintai putra chaebol terkemuka di negeri ini.” Seo Hyun
mencibir sahabat baiknya itu.
Hyerin kembali mendesah.
“Ah, sudahlah. Jangan bicarakan
hal-hal tak penting seperti itu. Aku pulang dulu. Annyeong,” Hyerin menyalakan
sepeda motor bututnya.
“Kesempatan tidak datang dua
kali, Hyerin. Kuharap kau tak
menyesalinya,” Seo Hyun berteriak. Hyerin tersenyum kecut seraya menjalankan
kendaraannya dengan perlahan.
Dan ia kembali teringat akan Kim
Mingyu ...
Ya, ia tahu bahwa Mingyu
mencintainya dengan sungguh-sungguh. Beberapa kali lelaki itu mengungkapkan
perasaannya secara jujur, sejak lama. Tapi, Hyerin benar-benar tak bisa
menerimanya.
Bukan karena ia tak mencintai
namja jangkung bermata teduh itu. Jika harus jujur, Hyerin benar-benar menyukainya. Ia jatuh
cinta pada namja itu pada pandangan pertama. Hanya saja, ia merasa Mingyu
terlalu tinggi untuk digapai.
Ia merasa tak punya kepercayaan
diri untuk meraih lelaki itu dengan tangannya yang kecil.
Seo Hyun benar sepenuhnya. Mingyu
berasal dari keluarga kaya, putra tunggal salah satu orang terkaya di negara
ini. Ia bisa mendapatkan apa yang ia mau dengan mudah tanpa harus bersusah
payah. Apa yang kurang dari dirinya? Tidak ada.
Tapi, ia benar-benar tak bisa
menerimanya.
Siapakah dirinya? Dia hanya
seorang gadis biasa. Keluarganya miskin. Ayahnya sudah meninggal ketika ia masih kecil dan ibunya hanyalah
buruh pabrik. Mereka bahkan masih tinggal di rumah kontrakan. Dia sendiri harus
bekerja paruh waktu di sebuah restoran cepat saji. Sebandingkah dia dengan namja
itu? Tidak.
Hyerin tak berani
membayangkannya. Dunia mereka terlalu jauh berbeda. Mingyu takkan pernah bisa
memasuki dunianya, begitu pula sebaliknya!
Dan Hyerin sudah bertekad untuk mencintai Mingyu dengan caranya sendiri!
***
Phonsel itu berdering
berkali-kali. Dan Hyerin baru memutuskan menjawabnya di dering yang ke-6.
“Yoeboseyo...” Ia menyapa.
--Kau masih marah?-- Suara dari
seberang sana langsung menjawab dengan pertanyaan. Mingyu.
“Sedikit.” Jawab Hyerin.
--Mian, aku takkan mengulanginya
lagi. Aku sudah mengambil motor itu. Jadi, berhentilah marah padaku. Nde?--
Hyerin tak langsung menjawab.
“Oke, ku maafkan.” Jawabnya
kemudian.
--Jinjaa? Kau sudah memaafkanku?--
“Nde.” Jawab Hyerin lagi. Mantap.
Terdengar Mingyu mendesah lega.
--Ah, syukurlah. Aku lega
sekarang. Kau tahu, kemarahanmu itu benar-benar sebuah mimpi buruk bagiku. Aku
dilanda stress berkepanjangan. Aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Aku tak bisa
makan dengan lahap. Aku bahkan tak bisa hidup dengan tenang. Berat badanku
turun drastis. Aku makin kurus sekarang.--
Hyerin terkikik.
“Kita bahkan hanya marahan selama
dua hari, bagaimana mungkin kau langsung mendadak kurus?” ujarnya, diselingi
tawa kecil.
--Kau tak percaya? Oke, kalau
begitu buka jendelamu dan lihatlah keluar. Kau akan tahu kalau aku makin kurus.--
Hyerin membelalak. “Kau di luar?”
--Iya.-- Jawab Mingyu cepat.
Hyerin berjingkat dari tempat
tidurnya, menyingkap tirai jendela lalu melihat keluar. Dan tampak Mingyu sudah
berdiri di depan rumahnya. Namja itu menyeringai seraya melambaikan tangannya
ke arah Hyerin.
--Annyeong.-- Ia menyapa dengan
wajah sumringah.
Hyerin menutup telepon lalu
segera berlari keluar rumah dan menemui Mingyu yang masih berdiri di pinggir
jalan.
“Malam-malam begini untuk apa kau
ke sini?” yeoja itu bertanya bingung.
“Untuk menemuimu.”
“Lalu?”
“Memberikan ini.” Mingyu
menyodorkan sekotak pizza ke arahnya. “Pizza. Sebagai ungkapan permintaan
maaf.” Lanjutnya, nyengir.
“Suap?”
“Iya. Kau boleh menolak mobil
ataupun sepeda motor, tapi jangan menolak pizza. Oke? Ayolah, Hyerin, ini
hanya makanan.” Desak Mingyu.
Bibir Hyerin mengerut. “Oke deh.
Gomawo.” Ia menerima makanan tersebut, lalu menatap Mingyu dari ujung kepala
hingga ujung kaki.
“Dan ... apa benar berat badanmu
berkurang?” tanyanya. Mingyu kembali menyeringai.
“Iya, berat badanku berkurang.
Kau mau menemaniku makan siang? Ayolah, sudah lama kita tidak makan bersama?
Besok ya? Sepulang kuliah? Oke?” Namja itu nyerocos hingga membuat Hyerin
kembali tertawa.
Perlahan ia mengangguk.
“Oke, tapi aku hanya menerima ajakan
makan siang. Tidak ke tempat yang lain. Tidak ke mall, tidak ke boutique, tidak
ke toko perhiasan, tidak ke tempat-tempat seperti itu lagi,”
Bola mata Mingyu melebar dengan
indah. “Sungguh? Baiklah, besok kita makan siang bareng.” Ia berujar dengan girang.
“Kalau begitu aku pulang dulu ya.
Annyeong,” ia pamit. Tapi sebelum itu, ia sempat memeluk Hyerin dengan
tiba-tiba lalu mencium pipinya dengan dalam hingga menimbulkan suara. Setelah
itu tertawa seraya berlari menjauhi Hyerin yang tampak bengong.
Yeoja itu melotot.
“YHAA! Jika kau melakukannya
lagi, tamat riwayatmu!” teriaknya. Mingyu hanya terkikik seraya melambaikan
tangannya ke arah Hyerin sebelum akhirnya ia kembali berlari ke arah mobil
hitam yang telah menunggunya di pinggir jalan. Dan kendaraan mewah itu segera
meluncur meninggalkan komplek perumahan Hyerin.
***
“Whooaa, kau nampak ceria hari
ini? Apa kau sudah berbaikan dengan Mingyu?” Seo Hyun langsung menyapa Hyerin
ketika yeoja itu baru saja menginjakkan kakinya di teras kampus.
Hyerin hanya tersenyum dan
mengangguk.
“Hah, kalian ini aneh? Kalian
bilang kalian hanya berteman. Tapi setiap kali bertengkar, kalian seperti
sepasang kekasih.”
Hyerin mencibir dan Seo Hyun
malah manyun.
“Oh iya, tadi ada yang
mencarimu.”
“Siapa?” tanya Hyerin.
“Jeon Wonwoo.” Jawab Seo Hyun
acuh.
“Oh, anak fakultas hukum itu?”
“Iya, calon pengacara. Putra
pengacara terbaik di negara ini. Kaya, baik hati, pintar, tampan, oh astaga, bagaimana kau bisa kenal dia
Hyerin-ah? Kalian kenal baik?”
Hyerin manggut-manggut. “Lumayan,
aku sudah agak lama mengenalnya. Kami ‘kan satu organisasi,”
“Kok aku tak tahu?”
Hyerin tersenyum. “Kau ‘kan sudah
sibuk pacaran. Makanya tak pernah dengar ceritaku lagi,” Hyerin terus beranjak.
Seo Hyun mengekor.
“Ah, aku iri padamu Hyerin-ah.
Kenapa hidupmu dikelilingi oleh beberapa namja tampan, kaya raya, dan baik hati
semua? Hah ... aku benar-benar iri.”
Hyerin hanya tertawa sambil
mengangkat bahu tanpa menghiraukan ocehan sahabatnya itu. Tentu ia mengenal
Wonwoo dengan baik karena selama ini Hyerin memberikan les privat bahasa
Perancis pada adiknya, Naeun.
***
Bersambung ...