Aku menyeruak ke kamar Jihan. Ketiga
sobatku sudah berada di sana. Kami memang menjadikan rumah Jihan sebagai base
camp karena rumahnya yang paling nyaman. Sebenarnya sih rumahnya nggak besar,
juga nggak kecil. Tapi ia punya semacam rumah pribadi yang berada di belakang
rumah induknya yang terdiri dari kamar tidur, kamar mandi, kamar tamu, dan juga
beranda yang menghadap langsung ke kebun bunga. Pokoknya, nyaman banget deh di
sana. Belum lagi rumah pribadi itu berada sekitar 100 meter dari rumah induk,
sehingga kami serasa punya privasi penuh di tempat ini. Kami bebas melakukan
apapun yang kami mau. Nonton film, nyanyi-nyanyi bareng, teriak-teriak kayak
orang senewen, pokoknya, all out deh!
Dan untungnya lagi, Jihan adalah miss
complain. Jadi dia nggak akan ngebiarin hal-hal yang nggak perfect di wilayahnya. rumahnya selalu bersih. Selalu wangi. Selalu
adem, selalu penuh makanan dan minuman. Haha..
“Tolongin aku!” teriakku. Mereka
menatapku keheranan.
“Ada apa sih, Ki?”
Aku berjingkat ke sisi Jihan.
“Tolongin aku, Jeeeiiii,” ucapku. Aku
mengucapkan kata ‘Jei’ dengan sangat manis.
‘Jei’ adalah nama panggilan yang sengaja
kuciptakan untuk Jihan. Jihan suka banget kalo dipanggil ‘Jei’, itulah kenapa,
kalo lagi ada maunya, aku bersedia manggil dia ‘Jei’ ratusan kali...
“Hadeh, kalo panggilan ‘Jei’ keluar
dengan nada lebay kayak gitu, pasti ada maunya nih...” Sonya mencibir, dia
hafal dengan kebiasaanku.
“apaan? ... aduh, kamu nggak mandi ya,
Ki. Kamu bau, kamu keringetan,” ucapnya. Aku nggak menjawab komplain yang
keluar dari mulutnya. Aku emang habis lari-lari dari jalan raya ke sini, pantes
kalo aku keringetan.
“Plis
Jei, aku butuh bantuan kamu. Dan kayaknya hanya kamu yang bisa bantu,” jawabku.
“Oke, ceritain apa yang terjadi. Jangan
teriak-teriak nggak jelas kayak gini,”
Aku menelan ludah dan menatap nafasku.
“Gini, beberapa hari yang lalu aku kenal
sama cowok. Dia dari SMA 19. Kami ketemu dan kenal beberapa hari yang lalu
ketika aku menghadiri acara latihan gabungan klub pecinta alam di sekolahnya,”
Teman-temanku manggut-manggut.
“Setelah itu ... dia ngejar-ngejar aku
terus,”
Keempat sobatku ngakak.
“Serius kamu dikejar-kejar sama cowok?
Emang ada yang mau sama kamu?” Sonya nyeletuk. Aku melotot.
Nih anak, sejak jadian sama Dimas,
sombongnya tambah selangit.
“Kenapa? Nggak percaya?”
“Terus?” Fifi yang masih fokus dengan
ceritaku.
“Ya gitu deh, dia sering telpon aku,
sms-in aku, ngasih bunga ke aku. Pokoknya gitu deh. Sumpah, dia cakep banget,
manis banget, baik banget, tapi ...”
Kalimatku terhenti.
“Kenapa?,”
“Pokoknya hanya Jihan yang bisa bantu
aku. Nanti sore, dia ngajakin ketemu di kafe. Aku udah nolak berkali-kali. Kalo
sampek kali ini aku nolak lagi, dia nggak bakalan berhenti ngejar-ngejar aku.
So, bantuin aku ya Jei. Temani aku ketemu sama dia, ya?”
Jihan terdiam sesaat, terlihat ragu.
Tapi perlahanpun ia mengangguk. Ah, selamatlah aku.
***
Aku bertemu
dengan Rendi, cowok yang kuceritakan tadi siang di kafe, tepat jam 3 sore.
Dan seperti yang sudah kurencanakan, aku
hanya mengajak Jihan. Olla, Sonya dan Fifi sengaja kularang ikut karena mereka
hanya akan jadi biang kerok.
Jujur aja, Rendi
tuh cowok yang manis banget. Pertama kali ketemu dengannya, aku sempat
kesengsem sama parasnya. Pokoknya, dia sangat-amat-sungguh-manis-sekali! Titik!
Tapi, begitu ngobrol ‘en deket sama dia, ketahuan deh nih cowok bikin aku
garuk-garuk kepala!
Kami sudah berada di kafe selama hampir
setengah jam, dan yang dilakukan Rendi selama hampir 30 menit itu adalah :
komplain!
Dia komplain tentang apa aja. Pelayan,
makanan, minuman, dekorasi, cuaca, bahkan tentang baju yang aku kenakan. Dia
bilang bajuku terlalu seksi. Astaga, padahal aku cuma pake celana jeans dan
t-shirt!
Dan, pasti kalian tahu apa yang
dilakukan oleh Jihan? Ha, sama! dia juga komplain tentang apa aja yang di
komplain oleh Rendi. Termasuk masalah bajuku.
“Sehari-hari aku juga pake baju kayak
ini ‘kan, Jei? Kenapa baru sekarang kamu bilang terlalu seksi?” aku protes.
Jihan mengangkat bahu, cuek.
“Nggak tahu deh. Tapi kayaknya hari ini
kamu emang terlalu seksi,” jawabnya. Dan Rendi segera mengiyakan.
“Aku nggak mau punya cewek kalo cara
berpakaiannya kayak gitu,” ia menambahkan.
Aku melotot. Siapa juga yang mau jadi pacarmu?!
Berada di sini lebih lama akan membuat
kepalaku meledak. Aku berbisik pada Jihan. Eh, dia malah asyik ngobrol dengan
Rendi. Aku menyenggol kakinya dengan kasar. Ia melihat ke arahku.
“What?”
Ia sempat menatap ke arahku dengan
sembunyi-sembunyi. Mulutnya bergerak-gerak seolah ingin menanyakan : emang ada masalah apa dengan cowok ini?
Dan aku menatapnya dengan dengan kesal
seraya membisikkan : dia satu spesies
sama kamu!
Jihan menggeleng.
Dia
biasa aja. Tapi dia nyenengin. Ia kembali berbisik.
Aku menarik nafas panjang. Oke, peranku
sampek di sini aja.
“Kalian mengobrol-lah. Aku pulang, bye,”
tanpa menunggu mereka berkata-kata, aku meraih tasku dan beranjak meninggalkan
tempat tersebut.
Dan, aku lega.
***
Sejak
hari itu, Rendi tak lagi menggangguku. Ia nggak berkirim pesan, nggak menelpon,
dan nggak lagi sok romantis dengan ngirimin bunga. Aku juga nggak nanya
macam-macam ke Jihan. Tapi sore itu, ketika kami ngumpul-ngumpul di rumahnya.
Ia mulai mengakuinya.
“Beberapa hari ini aku sering jalan sama
Rendi. Kami makan, hang out, dan
pergi ke tempat-tempat romantis. Dan jujur aja, dia cowok yang baik,” ucapnya.
Aku manggut-manggut.
“Kamu nggak apa-apa ‘kan, Ki?” ia
kembali bertanya. Aku mendelik.
“Emang aku kenapa?” tanyaku seraya
menyeruput es jerukku, masa bodo.
“Dia ‘kan ngejar-ngejar kamu duluan. Dan
sekarang, aku mendekatinya. Kamu nggak marah ‘kan?”
Aku ngakak.
“Enggak, sumpah, seratus persen asli!”
jawabku.
“Iya, Jei. Lagian, Kiki nggak berhak kok
marah-marah. Dia ‘kan udah nolak Rendi, berarti kamu bebas kok memilikinya,”
Olla menambahkan.
Aku nyengir. Bener banget.
Well, aku emang belum punya pacar, tapi
ya nggak segitunya kali hingga aku harus tahan sama cowok kayak Rendi.
Dia emang cakep, tapi komplainnya itu
yang bikin gak betah. Dia bisa komplain sama
semua hal yang aku lakukan. Sok ngatur lagi!
Dan aku bakal sangat stress
menghadapinya. Oh, Tidaaaaak!
Tapi Jihan udah nyelesaiin hal itu ‘kan?
So, hal itu ku anggap beres. Cheers!
The End
Selesai
: Kamis, 04 Juli 2013
0.05
p.s : gambar adalah Avan Jogia

Tidak ada komentar:
Posting Komentar