Rabu, 31 Desember 2014

Come back to me, Bad Guy! - Part 6



Bab 6
           
                   Hilda menatap Richard yang berdiri membelakanginya di depan jendela ruang tengah. Selama dalam perjalanan pulang dari pesta tersebut, mereka sama-sama tak membuka suara sedikitpun.
“Sekarang, apa yang ingin kau jelaskan? Akankah kau kembali mengelak bahwa kau memang benar-benar tertarik pada wanita itu setelah apa yang kau lakukan padanya tadi?” akhirnya Hilda membuka suara. Richard tak menjawab. Pandangannya lurus menerobos jendela ke arah taman bunga di luar sana. Tangan kirinya ia kepalkan di dalam saku celananya sementara tangan yang satunya ia sandarkan pada kusen jendela. Masih terlihat jelas ada nada amarah di wajahnya. Entah marah pada apa, Hilda tak bisa menebaknya.
“Kenapa kau diam? Apa kau tak berani mengakui kebenarannya padaku? Apa kau tetap tak berani bicara jujur padaku bahwa selama ini kalian berselingkuh di belakangku?”
“Perselingkuhan itu tidak ada, Hilda! Harus berapa kali aku bilang padamu tentang hal ini! Begitu sulitkah kau percaya padaku?” Richard menatap istrinya dengan kesal, sekilas, lalu kembali membuang pandangannya ke luar jendela.
“Tidak, aku tidak akan pernah bisa percaya padamu! Selama ini kau menatap Anne dengan cara yang berbeda. Jelas sekali terlihat bahwa kau terpesona olehnya. Di pesta tadi kau bahkan menatapnya nyaris tak berkedip. Aku tahu pasti bahwa ada sesuatu yang terjadi di antara kalian. Aku tidak akan bisa di bohongi!” Hilda kembali berteriak.
Richard terdiam.
“Kau tahu, sebenarnya aku memang sengaja mempekerjakan Anne sebagai asisten pribadiku karena aku ingin mengetesmu,”
Richard mengernyitkan dahinya. Ia berballik dan menatap Hilda dengan heran.
“Apa kau bilang?”
“Ya, aku memang sengaja ingin mengetes kesetiaanmu dengan memanfaatkan dia. Pertama kali melihatnya aku sangat terpukau karena dia begitu cantik. Akhirnya aku terpikir untuk tetap memakainya sebagai asistenku. Aku ingin melihat reaksimu ketika bertemu dengannya. Dan, dugaanku benar. Kau tergoda olehnya. Sama halnya dengan Robert yang tergoda setengah mati dengan wajah cantiknya,” kedua mata Hilda tampak berkaca-kaca menahan amarah.
“Kau mengetes suamimu sendiri melalui wanita lain?” kalimat Richard terdengar getir.
“Ya,” Hilda menjawab tegas.
Richard tertawa sinis.
“Sampai kapan kau akan melakukan ini padaku, Hilda?” tanyanya dengan suara parau.
“Tidakkah apa yang kulakukan padamu selama ini cukup untukmu? Aku selalu  menuruti semua kemauanmu. Kau memintaku berhenti berkarir dengan alasan tak masuk akal karena takut aku tergoda wanita lain, aku melakukannya. Kau memintaku mengurus rumah tangga dan tinggal di rumah saja, akupun melakukannya. Ketika aku mendambakan seorang bayi hadir di antara kita dan kau menolaknya dengan alasan kau belum siap karena karirmu sedang bagus dan kau takut bentuk badanmu berubah, akupun tak mempermasalahkannya. Tidakkah itu cukup bagimu? Kau pikir aku melakukannya untuk apa? Hilda, aku tahu kau trauma dengan perilaku ayahmu, tapi kau tak bisa menyamakan aku dengannya!” suara Richard berteriak.
“Jangan menyebut ayahku!” Hilda balas berteriak.
Aku menyayangimu, Hilda. Aku bahkan tak ingin menyakitimu meskipun kau telah memperlakukanku sebagai pecundang. Semua ku lakukan demi keutuhan rumah tangga kita. Aku tak ingin merusak komitmen dalam perkawinan kita karena perkawinan adalah hal yang sakral. Selama ini aku selalu berkompromi denganmu dan menoleransi semua kelakuanmu karena aku tidak ingin keluarga kita berantakan. Tidakkah semua pengorbananku itu cukup untuk membuatmu membuka mata lebar-lebar? Aku tahu kau mencintaiku dan takut kehilanganku. Tapi sikapmu sudah keterlaluan. Kau terlalu posesif dan selalu bersikap curiga padaku. Dan ... aku sudah tak tahan lagi,”
Hilda tertawa sinis.
“Tapi kau benar-benar tertarik pada wanita itu ‘kan?” tanyanya dengan nada tajam.
“Ya,” jawab Richard tegas hingga membuat Hilda tersentak. Ia tak menyangka bahwa Richard akan bicara sejujur itu.
“Jadi benar kalian berselingkuh? Apa dia menggodamu? Apa kalian tidur bersama?!” Hilda kembali berteriak-teriak dengan histeris. Dan Richard tak berusaha menenangkannya seperti biasanya jika mereka sedang bertengkar. Ia tahu, itu takkan ada gunanya.
“Tidak pernah ada perselingkuhan di antara kami, Hilda. Camkan itu baik-baik! Dia wanita terhormat dan dia tidak pernah menggodaku. Tapi bahwa aku memang tertarik padanya, itu adalah sebuah kebenaran. Sejak dulu malahan. Bahkan sebelum aku bertemu denganmu,”
Hilda membelalak.
“Apa maksudmu?”
“Anne adalah wanita pertama yang aku cintai. Dia adalah wanita pertama yang sanggup membuat hatiku berdebar-debar. Aku sudah jatuh cinta padanya setengah mati, jauh sebelum aku bertemu denganmu. Kau tahu kenapa? Karena dia adalah kekasihku semasa di bangku kuliah,”
Hilda kembali membelalak. Wanita itu terduduk lemas di sofa. Dan Richard membiarkannya.
Aku sudah hampir melupakannya, Hilda. Aku sudah hampir melupakannya. Tapi tiba-tiba saja ia kembali hadir di hadapanku dan kembali membuat jantungku berdebar-debar. Haruskah aku berterima kasih padamu karena kau yang membawanya kembali ke hadapanku?” Richard kembali menatap istrinya dengan tatapan putus asa. Air mata Hilda menitik.
“Aku tak ingin menyakitimu. Tapi jika kau menghendaki kebenaran, inilah yang sebenarnya. Aku mengagumi dan menyayangimu, Hilda. Tapi aku sadar bahwa itu bukan cinta. Jikalau perkawinan kita bisa bertahan selama ini, itu karena aku selalu berkompromi denganmu dan dengan diriku sendiri. Terlalu banyak toleransi dan aku sudah tak sanggup lagi. Dulu kau memang rapuh. Dan itu yang membuatku ingin senantiasa bersamamu, untuk melindungimu. Tapi sekarang, kau mampu melakukan semuanya sendiri. Kau bahkan tega membiarkan mantan bawahanmu nyaris menjadi korban pelecehan seksual. Kau sudah cukup kuat sekarang. Dan itu tandanya ... waktunya bagiku untuk mengucapkan salam perpisahan padamu,
Kalimat Richard yang terakhir membuat Hilda kembali membelalak untuk yang kesekian kalinya.
“Apa maksudmu?”
“Kita berpisah,”
“Kau akan menceraikanku?”
Richard menggeleng.
“Aku tidak tahu. Yang jelas, aku perlu waktu untuk menyendiri,” lelaki itu beranjak.
“Karena wanita itu?”
“Tidak, Anne tak ada hubungannya dengan hal ini. Ada dia atau tidak, kita tetap harus berpisah. Aku sudah tak sanggup menjalani perkawinan semacam ini. Aku lelah,”
Hilda terisak.
“Aku akan segera mengemasi barang-barangku dan keluar dari rumah ini. Aku akan tinggal di hotel. Jangan khawatir, aku masih punya sisa tabungan dari keringatku sendiri,”
Richard beranjak. Tapi Hilda segera menghalau dan memeluknya. Ia terus terisak.
“Kumohon, jangan tinggalkan aku. Aku benar-benar tak bisa hidup tanpamu,” teriaknya.
Richard melepaskan dirinya dari pelukan Hilda dengan perlahan.
Jika kita terus bersama, kita hanya akan saling menyakiti, Hilda. Dan aku tak bisa berkompromi lagi dengan hatiku untuk tetap bersamamu. Aku lelah. Lelah luar biasa,,” ucap Richard tegas. Tak ada lagi yang bisa mempengaruhi keputusannya. Bahkan ketika Hilda bersimpuh padanya, ia tetap mengemasi barang-barangnya dan memutuskan untuk segera keluar dari rumah tersebut. 


***

          Anne menerima surat pemecatan dirinya beberapa saat setelah ia  menginjakkan kakinya di ruang meeting. Ya, ia sudah menduga akan hal ini. Keributan tadi malam di pesta tersebut pasti membuat pak Robert naik darah dan akhirnya memecatnya. Meskipun sebenarnya keributan tersebut adalah murni kesalahan lelaki bertubuh tambun tersebut. Tapi, itulah bos, orang kaya yang  pastinya mau menang sendiri.
Tapi, bukan hanya masalah pemecatan dirinya yang membuatnya risau. Tapi ia takut jika kejadian tadi malam akan berujung di meja hijua. Pak Robert pasti tidak terima dengan perlakuan Richard dan bisa saja ia menuntutnya secara hukum atas perihal penganiayaan.
“Ada apa sebenarnya, Anne? Kenapa mereka memecatmu tanpa alasan? Ini pasti ada yang tidak beres,” Brian terlihat begitu kesal.
“Aku pasti akan menceritakan duduk permasalahan yang sebenarnya padamu, Brian. Tapi tidak sekarang. Saat ini, aku harus segera menemui pak Robert dan menyelesaikan segalanya. Maafkan aku. Kita akan bicarakan ini lagi, oke?” Anne beranjak dengan tergesa-gesa meninggalkan Brian yang masih terlihat bingung dengan apa yang terjadi.
Ketika Anne sampai di kantornya, pak Robert sudah ada di sana. Duduk di kursinya, seperti biasanya. Lelaki itu mendongak, menatap Anne dengan lekat, lalu tersenyum. Sama seperti biasanya, seolah-olah peristiwa semalam tak pernah terjadi.
Kau sudah menerima surat pemecatanmu?” ia membuka suara.
“Kenapa anda melakukan hal ini padaku? Jelas-jelas anda tahu bahwa keributan semalam bukanlah kesalahanku,” Anne nyaris berteriak.
Pak Robert manggut-manggut.
 “Ya, aku tahu, Anne. Aku yang salah. sepertinya aku terlalu banyak minum alkohol semalam sehingga pikiranku kacau dan tindakanku kurang sopan. Jadi secara pribadi, aku ingin minta maaf padamu. Beberapa jam yang lalu aku juga sudah menelpon Richard dan meminta maaf secara langsung padanya. Dan kami sepakat untuk sama-sama tidak membawa masalah ini ke meja hijau. Jadi, ku harap kau juga bisa berdamai denganku,”
Anne nyaris tertawa kesal dengan semua kalimat yang meluncur dari bibir atasannya itu. Ia tahu bahwa pak Robert bukanlah tipe orang yang mudah meminta maaf. Tapi dalam kasus ini, tentunya orang ini tak mau ambil  resiko dengan berurusan dengan hukum. Toh dilihat dari segi manapun, ia tetap saja bersalah karena telah berusaha melecehkan Anne sebagai perempuan.
“Jadi, kenapa aku tetap dipecat?”
“Hilda yang merekomendasikan atas pemecatanmu,”
Anne terhenyak.
Bu Hilda? Kenapa dia harus melakukannya? Aku merasa tak punya salah apapun padanya. Dia bahkan sudah tidak lagi menjadi atasanku,” ujar Anne kesal.
Pak Robert hanya mengangkat bahu.
“Kau tahu sendiri ‘kan siapa dia? Dia adalah salah satu wanita paling berpengaruh di perusahaan kita. Jadi jangan kaget jika dia bisa melakukan apapun yang ia suka, termasuk mendepak orang-orang yang tidak ia sukai. Jujur, aku tak ingin kau pergi, Anne. Tapi ini sudah kehendak perusahaan. Jika kau mau tahu alasan pemecatanmu, kau bisa tanya langsung pada Hilda,”
Anne terdiam sesaat.
“Oke, saya akan menemui dia di ruangannya,” jawabnya kemudian.
“Temui saja langsung di rumahnya karena hari ini dia tidak ke kantor,” pak Robert kembali memberikan saran. Anne mendesah.
“Oke, saya akan ke rumahnya,” jawabnya kemudian seraya melangkahkan kakinya meninggalkan kantor pak Robert. Dan Anne memang benar-benar pergi ke rumah Hilda dengan naik taksi. Ketika sampai di rumah tersebut, ia tak menemui kesulitan apapun untuk bertemu wanita tersebut. Entahlah, tapi sepertinya wanita itu seolah-olah sudah menyiapkan diri untuk menyambut kedatangan Anne.
“Aku sudah menduga kau akan datang ke sini,” sapa Hilda angkuh seraya duduk di kursi ruang tamu, tanpa menyilahkan Anne duduk. Perempuan itu ia biarkan saja berdiri di dekat  meja kaca yang berada tak jauh darinya.
“Kau pasti ingin menanyakan alasan atas pemecatanmu ‘kan?”
Anne mengangguk.
“Kenapa saya harus dipecat bu? Jika inti permasalahnnya adalah keributan semalam, bukankah anda tahu sendiri bahwa itu semua bukan kesalahan saya. Pak Robert yang berusaha melecehkan saya. Entah apa yang akan terjadi jika suami anda tak menyelamatkan saya,” ucapnya.
Hilda tersenyum sinis.
“Itulah masalahnya, karena Richard menolongmu makanya aku ingin segera mendepakmu dari perusahaan,”
Anne mengernyitkan dahinya.
“Apa maksud anda?”
“Aku benar-benar membencimu, Anne. Aku bahkan sudah membencimu sejak pertama kali bertemu denganmu. Dan sekarang, aku makin membencimu setelah apa yang kau lakukan padaku. Setelah aku tahu bahwa ternyata dulu kau dan Richard adalah sepasang kekasih!” Hilda berteriak. Anne tersentak.
“Bagaimana mungkin kalian menyembunyikan hal ini dariku? Bagaimana mungkin kalian bisa bertemu hampir setiap hari dan berpura-pura baru saling mengenal?” Hilda bangkit dari tempat duduknya.
“Bagaimana anda bisa tahu?”
“Itu tidak penting. Toh kalian sudah berhasil memperlakukanku seperti orang tolol karena tak tahu cerita apa-apa tentang kalian,”
Anne mendesah. Ia menatap Hilda dengan tatapan kesal.
“Apa yang terjadi antara aku dan Richard adalah masa lalu. Dan itu bukan sesuatu hal yang penting untuk dibahas ataupun dibicarakan lagi. Kenyataannya adalah sekarang dia sudah menikah dan hidup bahagia dengan anda. Mau apa lagi? Kami tetap kembali sebagai teman. Percayalah, hubungan kami sudah selesai. Dan kami hanya berteman sekarang. Anda tak perlu secemburu itu, bu Hilda,”
“Selesai? Kau menganggapnya selesai? Kenyataannya Richard masih saja mengharapkanmu. Jika tidak, ia tidak akan mau repot-repot menolongmu, mengkhawatirkanmu, membelamu. Oh, kalian benar-benar ___ sialan!” Hilda menatap Anne dengan tajam dan penuh amarah.
“Sebenarnya kau ingin bicara apa?” Anne mulai menggunakan kalimat yang tak formal karena makin kesal dengan Hilda.
“Richard ingin menceraikanku. Kau puas sekarang?” teriak Hilda lagi. Anne membelalak.
“Apa?”
“Dia ingin menceraikanku karena kau!”
“Aku?”
“Ya, karena kau. Karena kau kembali lagi ke kehidupannya hingga ia kembali terpikat olehmu. Dan sekarang, dia ingin mengakhiri pernikahan kami! Semua ini karena kau, wanita jalang!”
Anne tergelak sinis. Ia mulai sadar bahwa ia sedang mengalami perang sekarang. Dan ia takkan mundur lagi.
“Oh, apa sekarang kau ingin mencari kambing hitam? Apa kau ingin menyalahkan orang lain atas kesalahanmu sendiri?”
Hilda mengangkat alis.
“Kau bilang apa? Kesalahanku sendiri?” ia tertawa sinis.
“Ya, kesalahanmu sendiri. Aku berani bertaruh bahwa selama ini kalian menjalani perkawinan dengan tidak bahagia. Jadi, ada aku atau tidak di antara kalian, perkawinan kalian sudah bermasalah. Ayolah, Hilda, semua orang juga tahu bagaimana kau memperlakukan suamimu. Kau memperlakukan dia seperti pecundang. Kau menyuruhnya di rumah, memasak, mencuci, menyuruhnya ini dan itu, apa kau pikir tindakanmu tidak melukai harga dirinya!”
“Tutup mulutmu! Dia melakukannya karena dia mencintaiku!”
“Oh ya? Apa sekarang kau ingin mengatakan bahwa ia ingin menceraikanmu karena ia sudah tak mencintaimu lagi?”
Hilda bangkit dan Plakk! Tamparan itu melayang ke pipi Anne yang mulus. Anne meringis kesakitan.
“Tutup mulutmu, perempuan jalang!” teriak Hilda. Anne menatapnya dengan tajam. Dan __ plakk! Ia membalas menampar pipi Hilda. Perempuan cantik itu sempat berteriak kesakitan. Ia menatap Anne dengan heran karena tak mengira bahwa ia berani membalas menamparnya.
“Kenapa? Kau pikir aku takkan berani memukulmu? Sekarang aku bukan lagi bawahanmu. Jadi, berhentilah memperlakukanku seperti sampah!” ucap Anne dengan sengit.
Kedua perempuan cantik itu saling menatap dengan tajam.
“Jangan pernah menyalahkan orang lain atas apa yang menimpamu saat ini. Jika Richard meninggalkanmu, pikirkanlah apa yang telah kau perbuat padanya? Tidakkah kelakuanmu padanya selama ini keterlaluan? Dia lelaki dewasa yang punya harga diri, Hilda. Tapi kau mengebiri kebebasannya. Aku tahu dan aku yakin bahwa kau juga tahu bahwa impian Richard selama ini adalah menjadi pengacara nomor 1 di negeri ini. Tapi nyatanya, kau menghancurkan impiannya. Kau bahkan harus mengatur dengan siapa ia bertemu, berteman, bahkan menjalin hubungan. Apakah kau pikir sikapmu itu bisa di benarkan?”
“Dia___”
“Oh, tidak, jangan salah. Richard tidak pernah menceritakan apapun padaku berkaitan dengan masalah pribadinya meskipun sekarang kami sudah berteman. Itu karena ia sangat menghormatimu dan menghormati perkawinanan kalian. Jika aku tahu sedikit tentang hubungan kalian, itu karena secara tidak sengaja aku menangkap semuanya ketika aku masih menjadi asistenmu,” Anne berkata panjang lebar. Hilda terisak. Ia terduduk di kursi dengan lemas dan entah mengapa Anne menjadi begitu iba padanya.
“Apa yang ku lakukan padanya selama ini karena aku sangat mencintainya dan tak ingin kehilangan dia,” ia menggumam, dengan nada suara yang lebih tenang.
“Tapi kau terlalu posesif, Hilda. Dan itu tidak bagus,”
“Aku tahu, tapi memikirkan dia bertemu dengan wanita lain lalu berpindah ke lain hati, hatiku sakit,”
“Nah, itu  masalahnya. Kau tak pernah bisa mempercayainya. Kau terlalu curiga dan paranoid. Padahal kau tahu sendiri bahwa Richard berusaha untuk membahagiakanmu. Aku bisa lihat itu dari caranya memperlakukanmu. Ingat, aku juga pernah menjadi kekasihnya. Jadi, aku masih hafal bahasa tubuhnya ataupun sorot matanya. Dia tulus ingin membahagiakanmu dan harusnya kau bersyukur akan hal itu. Tapi sepertinya, kau terlambat menyadarinya,” ucap Anne lagi. Hilda kembali terisak. Anne yang berinisiatif mengambilkan tisue di meja dekat aquarium lalu menyodorkan ke arah Hilda. Perempuan itu menerimanya lalu menghapus air matanya.
“Kenapa dulu kalian putus?” tanyanya kemudian.
“Karena kau,” jawab Anne enteng.
Hilda  terhenyak. Ia mendongak dan menatap Anne dengan rasa tak percaya.
Itu benar, dia meninggalkanku karena dia tergoda denganmu,” jawab Anne enteng.
“Dan sekarang kau senang karena rumah tangga kami berantakan?” tanya Hilda sinis. Anne mendesah.
“Sudahlah, Hilda. Apakah itu penting untuk  membahas masa lalu kami?”
“Apa kau masih mencintainya?”
“Apakah itu penting bagimu untuk mengetahuinya?”
“Tentu,”
“Untuk apa? Untuk kembali melancarkan tuduhan bahwa kami berselingkuh? Ah, sudahlah, Selesaikanlah masalahmu sendiri. Aku tak mau ikut campur. Sekarang, aku sudah tahu alasan pemecatanku. Dan terima kasih, aku juga malas kembali ke perusahaan itu lagi,” jawab Anne. Ia berniat beranjak tapi kalimat Hilda membuat langkahnya terhenti.
“Dia sudah pergi, Anne,” ia menggumam.
Anne mengernyitkan dahinya.
“Siapa?”
“Richard. Semalam ia meninggalkan rumah. Ia mengemasi semua barang-barangnya. Dia bilang, dia akan tinggal di hotel untuk sementara waktu. Dan kami akan bertemu lagi di pengadilan untuk mengurus perceraian kami,” Hilda tampak begitu menyedihkan saat itu. Rapuh dan menderita. Sempat ada rasa iba menggelayutinya. Tapi kemudia ia sadar, Hilda sudah tumbuh menjadi perempuan kuat. Lebih kuat dari yang ia bayangkan.
Anne menatap perempuan itu dengan dalam tanpa tahu harus bicara apa. Hingga akhirnya, ia kembali melangkahkan kakinya dan meninggalkan perempuan itu sendirian.
Sebenarnya Anne berniat kembali ke perusahaan untuk mengemasi barang-barangnya karena ia sudah bertekad untuk menerima pemecatan dirinya.  Tapi, kembali ia tak bisa mengenyahkan Richard dari kepalanya!
Ia mengkhawatirkannya. Ia ingin menemuinya, menanyakan banyak hal, dan mengetahui keadaannya setelah apa yang terjadi dengan Hilda. Apakah ia terluka? Apakah ia baik-baik saja?
I’m stuck on you, damn!” desisnya dengan kesal. Akhirnya, dengan sedikit menggerutu, ia berbalik arah dan mulai mencari Richard dengan mendatangi setiap hotel di kota tersebut, satu per satu!


***
Bersambung...


Gambar : Adam Levine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar