![]() |
| Avan Jogia as Suhe |
De tersenyum melihat sebuah nama yang tertera di layar phonselnya.
“Hallo__”
“Hallo?
Moshi moshi? Bisa bicara dengan wanita tercantik di muka bumi ini?” suara Suhe
terdengar renyah dari seberang sana. De terkekeh.
“Ya,
kau sedang berbicara dengan wanita tercantik di muka bumi ini. Jadi,
bersikaplah lebih sopan,” jawab De.
Suhe
tertawa.
“Sedang
apa?”
“Belajar,”
“Idih,
malam minggu belajar. Keluar yuk,”
“Keluar
kemana?”
“Jalan-jalan.
Plis? Aku bosan di rumah. Ku jemput ya?” Suhe merajuk.
“Excusez-moi. Je n’ai pas le temps. (Maaf. Aku tak punya waktu). Habis ini aku harus
nganterin ibu ke rumah saudara. Ada kepentingan,”
“ya
udah, ku antarin sekalian aja. Ya?”
“Gak
usah, makasih,”
“Kenapa
sih? Alasan nolak lagi?”
“No,
that’s true. Beberapa hari yang lalu ‘kan aku sudah menemanimu makan siang. Apa
sekarang kau ingin memintaku menemani makan malam?”
“Ya,
asal kau tahu, De. Jika mungkin, aku ingin makan dengan ditemani olehmu. Setiap
waktu, seumur hidupku,” suara Suhe terdengar meninggi.
“Kapan-kapan
aja ya?”
Terdengar
Suhe menarik nafas kesal.
“ya
udah deh, kapan-kapan juga boleh. Semoga kau tak membohongiku,”
“I’m so sorry,”
“Well, you’ve done this to me so many times.
And I still feel okay,”
Pembicaraan
mereka terhenti. De mendesah. Maafkan aku.
Ia menggumam dalam hati.
Beberapa
saat kemudian, ibunya masuk ke kamar.
“Ada
tamu,”
De
mengernyitkan dahinya.
“Siapa
bu? Suhe?”
“bukan.
Temuilah dulu,”
Suhe
merapikan rambutnya dan segera beranjak menuju ruang tamu. Seorang cowok
berkaca mata duduk di salah satu kursi kayu di ruang tamu.
“Fery? Tumben ke sini. Ada perlu apa?”
Fery
tersenyum. Ia mengeluarkan beberapa novel berbahasa perancis dari dalam tasnya.
“Aku
tahu selama ini kau suka membaca novel berbahasa perancis dan bahasa inggris.
Jadi aku membawakanmu ini,” ujarnya. De sempat melongo.
“astaga,
sebanyak ini? Darimana kau mendapatkannya? Yang kau pinjamkan padaku terakhir
kali itupun belum selesai kubaca,”
“It’s
okay. Kau bisa menjadikannya stok kalo yang kemarin sudah selesai kau baca. Aku
mendapatkan ini dari temen-temenku. Jangan khawatir, temen-temenku yang punya
novel masih banyak kok. Dan yakinlah, mereka gak pelit kalo dipinjami,” Fery
tersenyum manis. De juga tersenyum.
“Kau
sibuk?” Tanya Fery lagi. De menggeleng.
“Bisa
minta bantuannya?”
“Apa?”
“Besok
Nia ulang tahun. Bisa nemenin aku untuk nyari kado buat dia? Aku bingung harus
ngasih apa. Selama ini ‘kan kau dekat dengannya, jadi kau pasti lebih tahu apa
yang dia suka,”
“Nia
ulang tahun?”
Fery
mengangguk.
“Wah,
aku juga harus ngasih sesuatu nih. Kapan nyari kado?”
“Sekarang.
Bisa?”
De
terdiam sesaat. “Oke deh, aku ganti baju dulu ya?”
Fery
tersenyum dan mengangguk. Akhirnya, mereka berdua pergi ke sebuah mall terbesar
di kota tersebut untuk mencari kado buat Nia, adik Fery.
***
“Bagaimana dengan itu? Kayaknya
cocok juga buat Nia,” ujar Fery sembari menunjuk ke sebuah kota musik berwarna
biru muda. De menggeleng.
“Nia
itu terlalu tomboy. Dia gak akan suka dengan kado semacam itu,”
“Lantas?”
“Agak
mahal, tapi kayaknya dia akan suka,”
“Apa?”
“Gitar,”
Fery
terdiam sesaat. Perlahan ia manggut-manggut. “iya deh, yuk ke toko musik,” Fery
menarik tangan De lalu mengajaknya ke tempat penjualan alat musik. Dan
akhirnya, jadilah ia membeli sebuah gitar buat Nia.
“Aku ingin membelikannya sebuah sepatu olah
raga. Tidak mahal sih, tapi aku yakin bisa memilihkan yang bagus untuk dia,”
ujar De kemudian.
“Oke,
akan kuantarkan kau membelinya,” sahut Fery.
Ketika mereka sedang asyik memilih sebuah sepatu
olahraga, tatapan De menangkap sesosok tubuh jangkung yang berdiri tak jauh
dari tempat mereka berada dan menatap mereka dengan tatapan tak suka. De termangu.
“Suhe?” desisnya. Ia beranjak dan ingin menghampiri sosok itu, tapi pemuda itu
berbalik dan segera menghilang di antara kerumunan orang.
“Kenapa
De?” Tanya Fery.
“Ah__tidak
apa-apa,” jawab De sedikit terbata-bata.
“Setelah
ini nanti, aku ingin mengajakmu makan. Kau ingin makan apa?”
“Makan?
Mmm, apa aja deh,” jawab De gelagapan.
“Kau
kenapa sih?” Tanya Fery keheranan ketika menyadari konsentrasi De tengah kacau.
De hanya nyengir, kemudian melanjutkan kembali memilih sepatu.
“Besok aku gak bisa datang ke ulang tahunnya,
jadi kadonya kutitipkan padamu aja ya?”
“Yaa, kok gitu sih? Nia pasti akan senang kalo
kau bersedia datang ke pesta ulang tahunnya,”
De tersenyum. “Maaf, tapi besok aku akan
sangat repot sekali,” jawabnya kemudian.
Fery manggut-manggut, sedikit kecewa.
***
De celingukan di dekat kelas Suhe.
Berharap bisa menemukan sosok itu tapi ternyata dia tak ada. Dia juga sudah
berkali-kali mengirimkan pesan sejak semalam tapi tak satupun yang dibalas. De
ingin menemuinya secara langsung dan menjelaskan tentang kejadian semalam. Oke,
diantara mereka memang tidak ada apa-apa. Tapi entah mengapa, De seperti punya
kewajiban untuk menjelaskan padanya dengan panjang lebar!
“Cari
Suhe? Dia gak ada,” jawab Doni ketika De menanyakan perihal Suhe padanya.
“Oke
deh, trims,” jawab De sambil beranjak.
“Kenapa
sih mukamu suntuk begitu?” Tanya Ita. De tak menjawab. Ia masih asyik dengan
phonsel di tangannya.
“Berantem
lagi sama Suhe?”
De
memonyongkan bibirnya.
“Heran
deh, kalian ini nggak pacaran., tapi tiap kali berantem kayak orang pacaran
aja. Atau ____ kalian pacaran secara sembunyi-sembunyi!?” teriak Ita. De
tergelak.
“Angan-anganmu
terlalu tinggi. Enggaklah, suer. Udah deh, cepat ke kelasmu sana. Tuh, kelasmu dah
dimulai,” jawabnya kemudian.
“Awas
kau, jika kau membohongiku dan memacarinya secara sembunyi-sembunyi, tamat
riwayatmu!,” Ita kembali berteriak sebelum beranjak
meninggalkan De. De hanya tertawa. Sesaat, ia kembali
asyik dengan phonsel di tangannya.
“De,”
Ia menoleh ketika seseorang menyapanya dengan
lembut. Tampak Fery tersenyum manis seraya beranjak mendekatinya.
“Kau ada kuliah hari ini?” Tanya dia. De
tersenyum seraya mengangguk.
“Oh iya, Nia mo ngucapin terimakasih atas kado
yang kamu berikan kemarin.”
“Dia sudah membukanya?”
Fery mengangguk.
“Kalo bisa, dia pingin kamu datang sendiri ke
pesta ulang tahunnya. Kalo kau bersedia, aku bisa menjemputmu kok,”
“Mmm, gimana ya? Pingin sih datang, tapi aku benar-benar gak bisa.
Sampaikan maafku ya?”
“Waah, dia pasti akan sangat kecewa sekali,”
“Maaf___”
“Apa kalian sedang berpacaran di sini?”
De dan Fery menoleh. Tampak Suhe sudah berdiri
tak jauh dari mereka dan menatap mereka dengan tatapan kesal.
“Kalian bisa cari tempat lain yang lebih enak
untuk dijadikan tempat pacaran ‘kan? Jangan pacaran di jalanan seperti ini. Ini
mengganggu sekali,” Suhe beranjak begitu saja tanpa melihat kembali ke arah De.
De ingin menyapanya, tapi melihat ekspresi
Suhe, ia urung melakukannya.
“Kenapa dia? Apa dia cemburu?” gumam Fery.
“Eh__cemburu? Mm, enggaklah,”
“Tapi itu kelihatan banget dari raut
wajahnya,” ujar Fery lagi.
“Ah, itu hanya perasaanmu saja,” De berusaha
mengacuhkannya, mengacuhkan sikap Suhe, tapi, ia tak bisa!
“Maaf
ya Fer, aku harus pergi dulu. Sampaikan maafku pada Nia karena tak bisa datang ke pesta ulang
tahunnya,” cewek manis itu beranjak meninggalkan Fery tanpa membiarkannya
berkata apa-apa.
“Suhe, tunggu!” De
berusaha menyamai langkah Suhe. Tapi cowok itu tak menggubris. Ia terus
melangkah tanpa menghiraukan De.
“Suhe, plis! Bisa kita bicara sebentar?” De
menarik lengan tangannya hingga membuat langkah cowok tersebut terhenti.
Keduanya berpandangan.
“Oke, bicaralah,” ujar Suhe kemudian.
“Kenapa kau menghindariku? Smsku tak kau balas
satupun,” jawab De.
“Memang,” ucapan Suhe terdengar ketus.
“Kau marah padaku?”
“Kenapa?”
“Karena aku tak suka melihatmu berduaan dengan
Fery tadi malam,”
“kami hanya jalan-jalan,”
“Aku juga mengajakmu jalan-jalan, kenapa kau
menolak?”
“Semua di luar rencana,”
“Dia memaksamu?”
“Tidak,”
Suhe mendesah.
“Iya juga sih. Untuk apa aku marah. Untuk apa
aku cemburu. Kau toh bukan apa-apaku. Jadi, kau bebas keluar dengan cowok
manapun yang kau suka,”
“Kau kekanak-kanakan,”
“Terserah. Aku sibuk sekali hari ini. Jika
masih ada yang ingin kau bicarakan, tunggu sampai aku tak sibuk lagi,” Suhe
beranjak.
“Jam berapa kau selesai kuliah? Aku akan
menunggumu di halte bus depan kampus. Oke?” teriak De.
“Terserah,” jawab Suhe singkat tanpa melihat
ke arah De.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar