~~~~
~~~~
Aku dan Boo Seungkwan sahabat
akrab sedari kecil.
Alasan pertama, karena rumah
kami bersebelahan.
Alasan kedua, karena tak ada
yang mau menjadi teman akrab namja itu, selain aku.
Oke, mungkin dia punya banyak
teman di sekolah ataupun di sosial media. Tapi yang benar-benar bisa di sebut ‘sahabat’
adalah ... aku.
Ketika dia punya masalah
dengan pelajaran, dia selalu datang padaku. Ketika dia punya masalah, baju mana
yang paling pas buat dia untuk menghadiri acara pesta ulang tahun teman kami,
dia selalu datang padaku.
Ketika dia uring-uringan
karena masalah jerawat, dia juga selalu datang padaku hanya untuk berkeluh
kesah betapa menyebalkannya punya jerawat di wajah. (Oh, plis deh. Memang dia
saja yang pernah punya jerawat?)
Dan jika dia punya masalah
dengan adik lelakinya – mereka biasa bertengkar hanya karena berebut channel TV
– dia juga selalu datang padaku, menumpang nonton TV di kamarku. DI KAMARKU,
GUYS! SUMPAH!
Dan bila ia tak punya uang
untuk jajan, kau pikir ia akan datang kemana? Kepadaku? Hah, yang benar saja?
Tentu saja ia datang ke orang tuanya! (Dia pikir gue emaknya?!)
Sebenarnya tak ada yang salah
dengan namja itu. Dia punya wajah manis, punya senyum lembut, dan punya hati yang
baik. Tapi jika kau mengobrol dengannya, kau akan tahu satu hal mengganggu yang
bisa membuatmu garuk-garuk kepala.
Dia raja ngoceh!
Alamak, bibirnya kayak bibir
perempuan. Dalam satu menit ia bisa bercerita tentang 6 hal berbeda, sekaligus!
Fashion, kuliner, musik, film,
buku, acara TV.
Kebiasaannya berbicara dari
satu topik ke topik yang lainnya dengan interval hanya sekian detik,
benar-benar membuat teman-teman atau orang yang mendengarnya stress. Stress
karena mereka tak memahami apa yang sebenarnya ia omongkan.
But, it’s really amazing
karena sepertinya hanya aku satu-satunya teman yang mampu menangkap ocehannya (semua
ocehannya, catat itu!) dengan tepat, akurat dan terpercaya. (Ceileeh, sudah
kayak berita saja ‘kan?)
Entahlah, kebiasaannya ngoceh kesana
kemari sepertinya sudah bawaan dari lahir.
Sebenarnya dia sudah mendapat
banyak kritikan dari teman-teman agar ia bisa mengerem, atau bahkan mengurangi
sedikit saja kebiasaannya mengoceh. Tapi, semakin ia mencoba mengerem gaya
bicaranya, yang ada malahan ia semakin cepat berbicara. Aneh ‘kan?
***
Pagi itu aku segera menyadari
ada hal tak beres ketika aku baru saja menginjakkan kakiku di ruang kelas.
Sepi.
Kelas kami jadi ... tak hidup.
Dan aku tahu penyebabnya.
Karena Seungkwan tak ada di
kelas.
“Seungkwan kemana?” tanyaku
pada teman-teman yang lain.
Mereka menggeleng. “Dia belum
masuk.” Jawab mereka.
Aku mengernyit heran.
Hari ini kami memang tidak
berangkat bersama karena aku harus mampir ke pasar dulu mengantarkan mama. Tapi
sepanjang sejarah, namja itu selalu datang 30 menit sebelum bel masuk. Dan
sekarang, 5 menit lagi bel berdentang.
Aku segera blingsatan
mencarinya kesana kemari. Aku juga sudah berusaha menelponnya berkali-kali,
tapi phonselnya tak aktif.
Dan kekhawatiranku semakin
bertambah, karena hari itu, ia memang tak datang ke sekolah.
***
Sepulang sekolah, aku segera
menuju ke rumah Seungkwan, tanpa berganti baju terlebih dahulu, ataupun
berganti sepatu. Aku bahkan tidak mampir ke rumahku sendiri!
Ketika sampai di sana, aku
segera di sambut dengan wajah cemas ibu Seungkwan. Beliau bilang, sejak kemarin
Seungkwan bertingkah aneh. Ia pendiam, dan lebih suka mengurung diri di kamar.
Namja berpipi chubby itu juga
tak berkenan memberi penjelasan ketika ibunya bertanya.
“Apa dia mengalami hal buruk
di sekolah? Apa ia dibully? Apa ia ... patah hati?” Ibu Seungkwan mulai
menerka-nerka. Aku manyun.
Mengalami hal buruk? Itu tidak
mungkin. Jika Seungkwan mengalami hal buruk di sekolah, ia takkan bisa
menyembunyikannya dariku. Kan aku sudah bilang, dia takkan pernah bisa menjaga mulutnya untuk
tidak bercerita. Terutama padaku.
Dia dibully? Itu juga tidak
mungkin. Seungkwan memang banyak omong, tapi dia baik dan menyenangkan. Dan,
thanks God, karena teman-teman kami juga baik. Mereka tak pernah mem-bully
seungkwan karena kebiasaan ngocehnya.
Patah hati? Okeeeeeiiii, aku
tak punya ide untuk hal ini. Apa Seungkwan naksir seseorang? Apa ia ditolak?
Aish, michigetda!
***
Aksi seungkwan yang tidak
masuk sekolah dan lebih memilih mengurung diri di kamarnya terus berlanjut. Dan
semakin aksi itu berlanjut, aku semakin blingsatan.
Aku sekuat tenaga mencari cara
agar bisa berbicara dengannya, bisa mengorek keterangan darinya tentang
masalahnya, bisa membuatnya ceria lagi, dan juga banyak omong lagi. I miss his
old habit!
Dan demi bisa membuat ia ceria
lagi, aku sampai harus membuat list tentang apa saja yang ia inginkan. Dan
dengan harapan ia kembali ceria, aku memberikan semua itu padanya!
Sepatu kets baru warna biru.
Aku membelikannya, dengan uang tabunganku.
DVD Pirates of Carribean,
edisi lengkap. Aku meminjamkannya dari kakakku.
Manga one piece, manga
favorite seungkwan, chapter terbaru! Akupun berhasil mendapatkannya.
Dan coba tebak, aku bahkan
rela memberikan DVD Live concert Super Junior yang sudah ditandangani!
Seungkwan elf sejati. Kami
pernah berebut DVD tersebut karena sewaktu membelinya, item itu hanya tinggal
satu. Dengan susah payah, aku berhasil mendapatkannya. Waktu itu Seungkwan
menangis meraung-raung agar aku memberikan padanya. Masa bodoh dengan slogan
‘Ladies first’, itu katanya. Yang jelas, ia mau DVD itu, titik.
Tapi, aku juga tak kalah keras
kepala. Karena aku mendapatkannya duluan, that’s absolutely mine! Forever!
Tapi, kata ‘forever’ tak lagi
berlaku jika suasanya seperti ini. Aku akan memberikannya dengan sukarela, demi
bisa membuat Seungkwan kembali ceria dan bahagia. Sueerrr....
Teman-teman yang melihat
kelakuanku tak kalah senewen. Tak jarang mereka mencemooh.
“Orang yang tak tahu kisah
persahabatan kalian, pasti mengira kau pacaran dengannya. Habisnya, kau terlalu
perhatian padanya, Yuna. ” Ucap Jessi, teman sebangkuku.
Aku bergidik cuek. Terserah
orang mau bilang apa, yang jelas, aku dan Seungkwan sahabat baik. Itu saja.
But, mission failed!
Semuanya gagal total!
Usahaku yang sudah jungkir
balik, tetap saja tak mampu merubah keadaan Seungkwan. Oke, dia memang menerima
semua barang pemberianku. Tapi kelakuannya masih sama. Ia tak masuk sekolah,
hari-harinya pun ia habiskan dengan mengurung diri di kamarnya.
Oh God, I don’t know what
happens to him, exactly!
***
Aku meletakkan kepalaku di
bangku setelah beberapa saat yang lalu aku memutuskan menyerah. Aku tak punya
cara lain lagi untuk membuat keadaan Seungkwan kembali seperti semula.
Bel masuk kurang 10 menit
ketika tiba-tiba kelasku menjadi gaduh.
Sontak aku mengangkat kepalaku.
Dan aku melihatnya. Seungkwan
memasuki ruang kelas dengan tawa lepas dan wajah sumringah.
“Good morniiiiinnng....” Ia
menyapa kami semua yang berada di dalam kelas dengan gayanya yang seperti
biasa. Aku mengerjapkan mata.
“Yuna, annyeong....” Namja itu
menghambur ke arahku, dengan senyum cerianya.
“Seungkwan? Kau baik-baik saja
sekarang?” Aku menatapnya dengan tatapan haru.
Seungkwan mengangguk mantap.
“Iya, sekarang aku baik-baik
saja. Gigiku yang sakit sudah dicabut di dokter. Jadiiiii, aku sudah baikan
sekarang.” Jawabnya sambil tak berhenti melambaikan tangan dengan gaya tak perlu,
ke arah beberapa teman kami yang lain.
Aku menarik nafas lega. Tapi
sejurus kemudian aku membelalak.
“Tunggu! Kau tadi bilang apa?!
Sakit gigi?!” Serta merta aku bangkit dari tempat dudukku.
Seungkwan mengangguk, tetap
dengan wajah tersenyumnya.
“Iya, aku lagi sakit gigi.
Aduh, sakitnya minta ampuunn.. Ternyata ada lubang di gigi gerahamku. Jinjja,
ada lubang besar di sana. Tadinya aku pengen cerita, tapi aku malu. Aduh, masak
namja kece sepertiku harus sakit gigi? Mama bertanya berkali-kali. Tapi aku
ogah cerita. Pengennya sih aku cari obat biasa supaya sembuh. Eh, ternyata
nggak sembuh-sembuh. Akhirnya aku menyerah dan mengatakan pada mama kalau aku
sakit gigi. Kemarin mama membawaku ke dokter gigi. Dan setelah perawatan ini
itu ini itu, gigiku sudah membaik. Daebak ‘kan? Ah, tahu begitu aku pasti ke
dokter gigi sejak dulu. Tapi, terima kasih ya atas semua perhatianmu selama
ini. Kau memang sahabatku yang paling baik. Bagaimana kau tahu kalau aku pengen
beli sepatu baru? Dan warnanya biru lagi. Joa.. Lalu komik one peace, astaga,
itu keren sekali. Pirate of Carribean, aku sudah mencarinya keman-mana. Dan ...
DVD Super Junioooorrrr!” Seungkwan berteriak histeris dengan bahagia.
“Terima kasih atas dvd Super
Junior-nya. Aku kira kau tak akan memberikannya padaku. Gomawo ya, Yuna. Eh,
tadi malam kau nonton film di Channel X? Aduh, filmnya kerennya sekali. Kapan-kapan
kita harus menontonnya bareng-bareng. Oke? Oh ya, ada PR apa hari ini? Pulang
nanti mampir ke toko buku ya. Nanti sore aku berencana jalan-jalan ke Mall, mau
ikut? Itu ... bla bla bla bla bla ....”
Seungkwan kembali seperti
sedia kala. Mengoceh ke sana kemari, dari satu topik ke topik lainnya.
Bibirnya tak berhenti bergerak
mengucapkan kalimat demi kalimat. Dan ini untuk pertama kalinya aku tak
mengerti dengan apa yang dia omongkan.
Nafasku naik turun karena
amarah. Kepalaku rasanya mendidih. Aku bahkan yakin ada uap di atas
ubun-ubunku!
Dan aku menjerit. “BALIKIN
SUPER JUNIORKUUUUUUUUUUUUUUUUUUU.......!!!!!!”
***
Selesai.
P.S.
Ide cerita FF ini kuambil dari
cerpenku sendiri yang berjudul Kiki Kaka : Olala Olla...
Sudah ku posting di blog
pribadi dan juga Gramedia Writing Project.
Semoga terhibur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar