~~~~~~
~~~~~~
Aku baru memasuki ruangan ketika
menyaksikan beberapa rekan kerjaku, terutama yang perempuan, sedang berjubel di
depan komputer. Tatapan mereka nampak serius memandang layar dan raut wajah mereka merona. Berkali-kali mereka
tertawa cekikian.
Aku
meletakkan tas ku di mejaku lalu melangkah menghampiri mereka.
“Ada
gosip apa?” tanyaku heran, sungguhan.
Hyelim
menatapku sambil terus tertawa cekikian.
“Omo,
kamu harus baca ini, Nana-ssi.” Ucapnya girang.
“Ini
benar-benar ... gosip besar!” Gaeun menyahut.
Keningku
berkerut, makin penasaran. “Gosip apa?” tanyaku lagi.
“Si
Junghan, digosipkan pacaran dengan Suzy!” Gaeun berteriak tak sabar.
Aku
melongo.
“Junghan?
Artis top itu?” tanyaku lagi. Dan mereka serempak mengangguk.
“Iya,
Junghan. Artis yang sedang naik daun itu, yang dijuluki sebagai lelaki paling
cantik se-Korea. Ia digosipkan berpacaran dengan Suzy. Nih, baca saja sendiri. Paparazzi
berhasil mengambil foto mereka ketika makan malam berduaan secara rahasia.”
Hyelim menunjuk layar komputer.
Aku
menyeruak di antara rekan-rekanku dan menatap layar komputer. Tampak di portal
berita online tertulis headline yang berbunyi : Junghan and Suzy become real
couple!
Di
bawah judul itu bahkan terpampang foto Junghan dan Suzy yang sedang makan malam
romantis di sebuah restoran mewah. Mereka bahkan keluar dari rumah makan
tersebut dengan sembunyi-sembunyi sambil bergandengan tangan. Ada fotonya juga.
Junghan
dan Suzy terlibat bareng dalam sebuah drama. Mereka bermain sebagai sepasang
kekasih di drama tersebut. Awalnya banyak yang mengira bahwa gosip tentang
hubungan mereka adalah settingan belaka. Tapi melihat sikap mesra mereka yang
terjalin begitu alami, rasanya mustahil untuk menampik bahwa memang ada
perasaan istimewa di antara mereka.
Berbeda
dengan kebanyakan pasangan lain yang menimbulkan kontroversi. Tersiarnya kabar
tentang hubungan mereka malah melahirkan restu dari banyak pihak. Entah dari
fans Junghan, atau dari fans Suzy sendiri. Mereka beranggapan bahwa Junghan dan
Suzy adalah pasangan paling sempurna.
Junghan
bintang muda yang sedang bersinar. Ia sukses menjadi penyanyi dan juga aktor.
Ditambah lagi gelarnya sebagai pria paling cantik se-Korea, dan juga sikapnya
yang sangat ramah dan humble.
Suzy
sendiri juga begitu. Ia bintang muda yang tengah mereguk popularitas tinggi. Ia
cantik, aktris berbakat, dan kesayangan publik, baik dari anak-anak maupun
orang dewasa.
Wajar
jika hubungan mereka malah menimbulkan sensasi segar para penggemarnya.
“Ah,
kalau mereka sampai menikah, mereka pasti dikaruniai anak yang lucu.” Ujar Gaeun.
Dan pernyataan itu segera diiyakan oleh rekan-rekanku yang lain.
“Apa
aku saja di sini yang patah hati?” ucapku seraya menatap mereka secara
bergantian. Rekan-rekanku itu juga balas menatapku.
“Junghan
itu idolaku. Dan ini seperti ... mimpi buruk. Aku patah hati.” Desisku lagi
dengan mimik sedih.
Gaeun
dan Hyelim menepuk-nepuk pundakku.
“Sabar
ya Nana-ssi. Kau memang tidak ditakdirkan untuk lelaki seperti Junghan.” Ucap
mereka.
“Ayolah,
aku dan Junghan akan menjadi pasangan yang serasi. Aku bahkan lebih cantik dari
Suzy. Ya ‘kan?” ujarku lagi. rekan-rekanku tergelak. Mereka tahu aku hanya
sedang bercanda.
***
Aku
sampai di apartemenku pukul 11 malam dengan kondisi kelelahan. Hari ini banyak
sekali pekerjaan yang harus ku selesaikan. Perusahaan kami bergerak di bidang
ekspor impor furniture mewah. Dan sebagai tenaga administrasi, banyak sekali
berkas-berkas yang harus ku tangani.
“Annyeong.”
Lelaki itu menyapa ketika aku baru saja memasuki ruang tamu di apartemenku. Ia
sudah berada di sana, duduk santai di sofa depan TV.
Aku
tersenyum dan menghampirinya. “Sudah lama di sini?” tanyaku.
Ia
menggeleng. “Baru sekitar sejam yang lalu.” Jawabnya seraya mendaratkan sebuah
ciuman lembut di bibirku.
“Aku
akan mandi dulu.” ucapku seraya beranjak. Ia tersenyum lembut dan mengangguk.
Lelaki
itu adalah Junghan. Iya, Junghan yang ‘itu’. Serius!
Artis
muda yang sedang naik daun, yang sukses jadi penyanyai dan pemain drama. Yang
dijuluki sebagai lelaki paling cantik se-Korea.
Dia
pacarku.
Sungguh.
Aku
dan Junghan teman sekolah. Kami berpacaran sejak kami duduk di bangku SMA kelas
3, hingga sekarang.
Kami
berpacaran secara sembunyi-sembunyi karena waktu itu ia masih menjalani trainee,
dan agency tempat ia bernaung tak memperbolehkan ia berpacaran.
Dan,
jadilah kami menjalani hubungan kami seperti ini. Sembunyi-sembunyi.
Kami
tidak pernah berkencan di tempat umum layaknya pasangan pada umumnya. Biasanya
kami melakukannya di luar negeri. Dengan persiapan yang sangat rapi hingga
tidak terendus media.
Atau,
dengan gaya seperti ini. Ia datang ke apartemenku, atau kadang-kadang aku lah
yang berkunjung ke apartemennya. Lagi-lagi, secara sembunyi-sembunyi. Dan
hati-hati.
Lalu,
bagaimana hubungannya dengan Suzy?
Itu
hanya settingan. Benar, itu hanya settingan karena mereka terlibat drama yang
sama. Dan demi mendongkrak rating drama tersebut, pihak manajemen sepakat
menciptakan skenario bahwa mereka berpacaran.
Kau
pikir aku tak tahu soal itu? Aku tahu.
Jauh
hari sebelum ada artikel yang memuat hubungan mereka, Junghan sudah
memberitahuku tentang skenario itu. Dan, aku tak mempermasalahkannya.
“Sudah
makan?” Aku kembali menghampirinya setelah selesai mandi dan berganti baju.
Junghan menggeleng lucu.
“Aku
lapar. Kangen ramen buatanmu.” Jawabnya. Aku tersenyum.
“Oke,
akan ku buatkan.” Ucapku seraya beranjak ke dapur. Junghan mengekoriku.
“Kau
tak lelah? Kau ‘kan baru pulang dari bekerja.” Ia bertanya sambil sesekali
memainkan rambutku yang basah.
“Lelah.”
Jawabku pendek.
“Kalau begitu kenapa kau masih ingin membuatkanku
ramen?”
“Karena
kau ingin makan ramen buatanku, dan aku ingin membuatkannya untukmu. Simpel
kan?” Aku menjawab tanpa menoleh ke arahnya karena tanganku sibuk meraih mie di
rak dan juga beberapa sayuran dari kulkas.
Ketika
sibuk memotong beberapa sayuran, Junghan memelukku dari belakang dengan erat.
“Aku
mencintaimu.” Ia berbisik di telingaku.
“Aku
juga.” Jawabku enteng.
“Aku
ingin seperti ini terus, setiap hari, bersamamu, tanpa harus
sembunyi-sembunyi.”
“Aku
juga.” Jawabku lagi.
“Kapan
itu bisa terwujud?” Kali ini ia menarik nafas berat.
Aku
mengelap tanganku, lalu berbalik menghadapnya.
Ku
selipkan rambutnya yang berjuntaian ke belakang telinga. Ia punya rambut yang
sama panjangnya denganku. Aku yang memintanya untuk memanjangkan rambut karena
menurutku, ia keren sekali dengan rambut panjang.
“Kau
punya banyak pekerjaan yang harus kau selesaikan. Dan aku akan sabar menantimu.
Oke?” Ucapku lembut. “Aku takkan kemana-mana. Kalau kau lelah, kau bisa datang
ke sini, kapanpun kau mau.” Lanjutku
lagi.
Junghan
tersenyum. Ia mempererat pelukannya di pinggangku, lalu kembali mencium bibirku
dengan lembut dan lama.
“Aku
terlalu lelah untuk pulang. Jadi malam ini aku ingin tidur di sini.” Ucapnya.
Aku hanya mengangguk mengiyakan.
“Jadi
... masih ingin makan ramen?” tanyaku kemudian.
“Tentu
saja.” Junghan menjawab cepat.
“Kalau
begitu ...” Aku melepaskan tangannya dari pinggangku. “Tunggulah dengan manis
di sana.” Aku menunjuk sofa di depan TV.
“Aku
tidak bisa membuatkanmu ramen kalau kau terus menggangguku seperti ini.”
Protesku.
Junghan
terkekeh. Ia mencubit pipiku dengan gemas lalu beranjak ke arah sofa yang
kumaksud.
***
“Hiyaaa,
mereka baru saja pulang liburan dari pulau Jeju!”
Kami
tersentak ketika tiba-tiba saja Hyelim berteriak dengan tatapan terpaku pada
layar komputer.
“Siapa
yang baru liburan dari pulau Jeju?” Gaeun bertanya sambil menghampiri Hyelim
dan ikut memandangi layar komputer.
“Junghan
dan Suzy? Omo, jadi mereka liburan bareng?” Ia juga nyaris berteriak. Dan
seketika ruangan kantor menjadi ricuh. Beberapa orang bergeser dan ikut
nimbrung di meja Hyelim, menatap langsung ke layar komputer.
Aku
terdiam sesaat.
Liburan
ke pulau Jeju? Junghan tidak pernah bercerita bahwa ia akan liburan ke sana?
Dengan Suzy?
Dia
memang mengatakan bahwa ia akan sangat sibuk sekali 3 hari ini. Tapi ia tak
mengatakan bahwa ia akan ke pulau Jeju bersamanya?
Aku
meraih phonselku dengan perasaan berdebar. Ku kirimi Junghan pesan singkat dan
menanyakan ia dimana, tapi tak ada jawaban.
Keesokan
harinya, ketika ia ke apartemenku, aku terang-terangan bertanya padanya tentang
berita di media tersebut. Dan ia hanya menjawab bahwa ia lupa memberitahuku.
Mulanya
aku menerima.
Tapi
ternyata kejadian itu terulang lagi, dan lagi.
Aku
sering mengetahui berita tentang dia dari
media. Tentang dimana ia menghabiskan waktunya, dan lagi-lagi bersama
Suzy.
Hingga
beberapa hari kemudian, agency dari kedua belah pihak memberikan pernyataan
resmi bahwa mereka memang pacaran!
Dan
yang bisa kulakukan hanya meratap, karena aku tak tahu berita itu settingan
ataukah nyata?
Jungan
tak memberiku penjelasan apa-apa ....
***
Aku
sedang menghabiskan libur kerja dengan bersih-bersih ketika Junghan datang ke
apartemenku. Sepanjang tiga hari terakhir, ini kunjungannya yang pertama.
“Hai.”
Ia menyapa lembut seraya menghampiriku dan memelukku erat.
“Aku
tak tahu kau libur hari ini.” ujarnya seraya mengecup ringan keningku.
Aku
hanya mengangkat bahu. Junghan beranjak mengambil minuman di lemari pendingin,
dan aku meneruskan aktivitasku, merapikan beberapa buku di rak yang nampak
sedikit berantakan.
“Kenapa
kau pendiam?” Junghan bertanya seraya bersandar di meja counter.
Lagi-lagi
aku hanya mengangkat bahu.
“Aku
berbuat salah hari ini?” Lelaki itu kembali bertanya. Kali ini kalimatnya
terdengar serius.
Aku
menggeleng.
“Nana
....” Ia mendesis lirih, menaruh minumannya di meja dan berjalan menghampiriku.
“Jangan
mendiamkanku, oke?” Ia melingkarkan tangannya di tubuhku dan merengkuhku erat.
Aku menarik diri dan menatapnya.
“Kau
sudah 3 hari tak menghubungiku sama sekali.” Protesku.
Junghan
meringis. “Maaf, aku benar-benar sibuk.” Jawabnya.
“Sibuk
dengan pacar barumu?” tegasku.
Kening
Junghan mengernyit bingung.
“Kemarin
agency-mu resmi menyatakan bahwa kau dan Suzy berpacaran. Jadi, apa berarti itu
kita sudah putus?” tanyaku blak-blakkan. Junghan nampak syok.
“Tidak.
Bukan begitu. Oh, demi Tuhan, itu hanya settingan, Nana. Kau tahu bahwa
manajemen sepakat membuat skandal itu demi drama kami.”
“Tidak.
Aku tidak tahu. Kau tak bercerita padaku.” Aku berjengit, menarik diriku dari
pelukan Junghan, lalu beranjak ke belakang counter meja. Mencari-cari sesuatu,
apapun, untuk kurapikan. Atau sekedar ku sentuh, demi bisa meredam amarahku.
“Aku
benar-benar sibuk, Nana. Aku tak sempat menelpon dan memberitahumu. Tiba-tiba
saja manajemen sudah menimbunku dengan schedule yang banyak. Dan ...”
“Apa
kau terlalu sibuk hingga kau tak sempat mengirimi pesan singkat pada pacarmu,
walau hanya satu pesan saja. Atau aku harus mengatakan bahwa kau benar-benar
sibuk pacaran dengan pacar barumu itu? Sedang dimabuk asmara, heh?”
Junghan
menatapku bingung.
“Nana,
ada apa denganmu?” Ia bertanya bingung.
“Aku
yang seharusnya bertanya, ada apa denganmu? Kau tak biasanya seperti ini. Sejak
kita berpacaran, sesibuk apapun dirimu kau selalu sempat memberiku kabar. Tapi
sekarang, kau bahkan seolah-olah hilang ditelan bumi selama beberapa hari!” Aku
berteriak.
Junghan
mematung.
“Bisa
kau bayangkan perasaanku? Tiba-tiba saja aku harus mendengar berita di media
bahwa pacarku, sedang punya hubungan istimewa dengan perempuan lain!”
“Itu
hanya settingan.” Kalimat Junghan terdengar luruh.
“Lalu
kenapa kau tak memberitahuku sebelumnya. Aku sudah terlanjur terluka!” Aku
kembali berteriak.
Junghan
beranjak mendekatiku, berusaha meraihku tapi aku mundur beberapa langkah.
Dan
aku tak mampu membendungnya. Air mataku menitik.
“Nana,
aku tahu aku salah. Aku tak memberitahumu sebelumnya sehingga kau harus
terluka. Aku janji, aku takkan mengulanginya lagi. Aku akan memberitahu
semuanya padamu, semua jadwalku, oke?” Tangan Junghan terulur, tapi aku
menepisnya.
Aku
menggeleng pelan dan air mataku terus berjatuhan.
“Aku
tak sanggup lagi. Let’s stop it here.” Desisku.
Junghan
tampak pucat seketika.
“Apa
maksudmu?” suaranya serak.
“Kita
putus.”
“Nana
....”
“Aku
tak sanggup lagi, Junghan. Aku tak bisa meneruskan hubungan kita lagi. Ini terlalu
berat untukku.”
Kedua
mata Junghan berkaca-kaca.
“Kalau
kau masih mempersalahkan settingan itu, aku akan bicara pada manajemen agar
mereka berhenti melakukannya. Aku akan bicara pada media bahwa itu semua hanya
settingan. Aku akan ...”
Aku
menggeleng.
“Tidak
hanya soal itu saja. Tapi, banyak hal yang sudah kupertimbangkan. Aku tak bisa
lagi bersamamu. Menjalin hubungan dengan seorang bintang tidak semudah
dugaanku. Aku rindu punya pacar orang biasa yang melakukan aktivitas-aktivitas
biasa. Jalan-jalan di taman, bergandengan tangan di depan umum tanpa takut
diketahui media. Aku ingin berpacaran secara terbuka, tidak secara
sembunyi-sembunyi seperti ini. Dan aku tidak ingin setiap hari dilanda rasa
cemburu berkepanjangan karena kau harus beradegan mesra dengan perempuan lain,
bahkan digosipkan pacaran dengannya.” Aku terisak.
“Ini
menyakitkan untukku, Junghan. Kau tak tahu betapa aku tersiksa. Kau tak tahu
betapa aku ingin mengabarkan kepada seluruh dunia bahwa aku mencintaimu, bahwa kau pacarku. Tapi
aku takkan pernah bisa melakukannya . Ya ‘kan?” bibirku bergetar.
Kami
berpandangan dan kulihat air mata Junghan menitik. Hatiku pedih.
“Kenapa
kau lakukan ini, Nana? Bukankah kau bersedia menungguku? Bukankah kau berjanji
untuk menanti hingga aku menyelesaikan semua kontrakku dan kita bisa
menghabiskan waktu bersama-sama, selamanya, tanpa harus sembunyi-sembunyi?”
Suaranya parau.
Aku
menggeleng.
“Maafkan
aku. Aku tak bisa. Aku tak sanggup lagi.” jawabku. Tubuhku melorot di lantai
dan tangisku kembali pecah.
Junghan
kembali mematung. Tanpa berkata apa-apa ia berbalik, meraih gelas minumnya di
meja, lalu melemparkannya ke dinding dengan marah.
Pecahan
gelas bertebaran di mana-mana.
“Oke,
kita putus.” Dan ia pergi.
Meninggalkanku.
Dengan
isak tangis.
***
Seminggu
setelah kami putus, aku seperti mayat hidup.
Berpacaran
dengan idola memang sulit, tapi berjauhan dengan Junghan ternyata lima kali
lipat lebih sulit.
Aku
bekerja seperti biasa, tapi begitu aku pulang ke apartemen, menyadari bahwa
apartemenku lengang, tanpa ada aroma tubuh Junghan, untuk jangka waktu yang
lama, aku merasa hancur lebur.
Sehingga
yang ku lakukan saban hari hanyalah menangis, meratap, dan ... menangis lagi.
Sungguh,
ini lebih sulit dari yang ku bayangkan.
Junghan
ibarat oksigen. Dan aku butuh dia, untuk terus hidup.
***
Aku
menghabiskan hari libur itu dengan meringkuk di sofa, tempat favorit Junghan,
dan membiarkan TV menyala di – entah channel apa. Who cares?
Dan
aku juga – lagi-lagi – sedang meratapi diriku sendiri ketika tiba-tiba ada
tayangan itu di TV.
Mataku
mengerjap, setengah tak percaya dengan apa yang ku lihat.
Di
sana, di layar kaca, sedang berlangsung konferensi pers yang di gelar oleh
Junghan beserta beberapa tim manajemennya. Apa yang dia lakukan?
Aku
terbangun dengan segera, meraih remote dan membesarkan volume.
Di
bawah sorot kamera dan kilatan blitz, Junghan meminta maaf secara terbuka pada
publik. Ia mengaku terus terang bahwa apa yang terjadi selama ini antara
dirinya dengan Suzy adalah settingan belaka demi mendongkrak popularitas drama
yang mereka bintangi. Tidak pernah ada hubungan khusus di antara mereka. Mereka
hanya sekedar rekan kerja. Ia juga meminta pada publik agar tidak menimpakan
kesalahan pada artis cantik itu.
Aku
melongo. Apa-apaan dia?
Tidak
hanya sampai di situ. Junghan juga mengaku terus terang bahwa selama ini telah
menjalin hubungan istimewa dengan seorang perempuan biasa yang ia pacari selama
hampir 8 tahun, sejak mereka masih duduk di bangku SMA.
Ia
tak mengungkap identitas perempuan tersebut. Tapi ia memastikan, ia adalah
satu-satunya perempuan yang ia cintai. Dan ia akan melakukan apapun demi
membuat wanita itu bahagia. Bahkan jika publik harus membencinya, bahkan jika
ia harus berhenti dari dunia keartisan.
Kedua
mataku mengerjap. Menghancurkan karirnya sendiri? Apa dia gila? Apa dia
sinting?
Junghan
juga memberikan peringatan keras pada para wartawan.
“Perempuan
yang kucintai adalah perempuan biasa. Jadi jangan coba-coba mencari tahu
tentang dirinya, jangan mencoba mengulik asal usulnya, atau bahkan mencoba
mendapatkan gambarnya. Jika ada yang melakukannya, aku tak segan-segan untuk
menuntutnya. Keinginan ku saat ini hanya satu, aku ingin menikmati waktu
bersamanya dengan tenang dan damai. Jadi kumohon, tolong hargai privasi kami.”
Konferensi
pers yang berlangsung sekitar 10 menit itu tak disertai tanya jawab.
Dan
aku kembali terbaring lemas di sofa. Apa yang Junghan rencanakan?
***
Aku
sedang mondar-mandir tak menentu ketika pintu apartemenku terbuka dan Junghan
muncul dari sana. Dia menatapku dengan tatapan putus asa. Wajahnya terlihat
lelah dan ... ia terlihat berantakan.
“Junghan
...” Panggilku lirih.
Lelaki
itu menelan ludah. “Aku tak bisa ...” Ia mendesis.
“Aku
tak bisa berjauhan darimu. Aku tak bisa hidup tanpamu.” Lanjutnya. Suaranya
parau.
Ia
melangkah mendekatiku dengan langkah gontai.
“Aku
sudah melakukan konferensi pers. Aku sudah mengakui segalanya pada publik. Aku
sudah memberitahu bahwa aku dan Suzy tak punya hubungan istimewa. Dan aku juga
juga memberitahu mereka bahwa selama ini aku sudah punya pacar yang teramat aku
cintai.” Ucapnya lagi.
“Katakan
padaku apa yang harus ku lakukan agar kita bisa kembali bersama. Kau hanya
perlu memberikan perintah padaku dan aku akan melakukan apapun, demi dirimu.”
Kalimat
Junghan membuat air mataku merebak.
“Kalau
kau ingin aku berhenti jadi artis agar kau bisa mencintaiku dengan nyaman, akan
kulakukan. Kalau kau ingin aku mempublikasikan pada publik tentang hubungan
kita, tentang keberadaanmu, akan kulakukan. Apapun, kau tinggal bilang padaku.
Asal kita bisa bersama lagi. Ku mohon.” Kedua mata Junghan berkaca-kaca.
Aku
merasakan air mataku berjatuhan.
“Apa
kau sangat mencintaiku?” tanyaku.
Junghan
mengangguk. “Dengan segenap hatiku.” Jawabnya.
“Dan
kau bersedia melakukan apapun untukku?”
Lelaki
itu kembali mengangguk. “Apapun. Asal kau tidak memintaku bermain film porno.”
Aku
terkekeh mendengar jawabannya.
Perlahan
aku mengangguk.
“Oke,
kita bersama lagi. Karena sejujurnya, aku juga tak bisa berpisah darimu.”
Jawabku.
Junghan
tersenyum haru. Ia membingkai wajahku dengan kedua tangannya, lalu mencium
bibirku dengan lembut.
Ciuman
itu berlangsung lama dan posesif.
Ciuman
yang seolah menandakan bahwa kami memiliki satu sama lain.
***
Setelah
sempat menimbulkan kehebohan di dunia hiburan, perlahan publik mulai memaafkan
Junghan. Ia tak berhenti jadi artis. Ia tetap menjalankan aktivitasnya dan
mencoba menyelesaikan kontraknya dengan sebaik mungkin. Popularitasnya memang
sempat tercoreng, tapi itu tak lama. Karena ia terlihat bersungguh-sungguh. Dan
publik kembali mencintainya.
Dan
identitasku terbongkar. Publik jadi tahu bahwa perempuan istimewa di hati
Junghan adalah aku.
Dia
sendiri yang memberitahukan itu pada wartawan, plus, ia melamarku secara
langsung di depan media.
Tadinya
kami sempat khawatir dengan reaksi yang akan kami dapatkan dari masyarakat.
Tapi ternyata kekhawatiran itu tak terjadi.
Kami
seperti mendapatkan restu. Terbukti dari begitu banyak artikel yang muncul di
media yang menyatakan bahwa kami adalah pasangan yang serasi. Mereka tak
menyangka bahwa perempuan yang dikencani Junghan ternyata sangat cantik.
Ya,
itu aku. Aku memang cantik. Sungguh. Percayalah, Junghan punya selera yang
tinggi soal wanita.
Bulan
depan kami akan mendaftarkan pernikahan kami secara resmi. Dan setelah itu aku
berniat memberinya kejutan, ada Junghan kecil dalam perutku.
***
Selesai.
FF
ini sudah pernah di posting di Fanpage.
p.s.
frase
“Dia seperti oksigen. Dan aku butuh dia, untuk terus hidup,”
ku
ambil dari novel Tangled - Emma Chase.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar