Rabu, 02 Desember 2015

[FF SVT] I'm dating a star



~~~~~~
~~~~~~

            Aku baru memasuki ruangan ketika menyaksikan beberapa rekan kerjaku, terutama yang perempuan, sedang berjubel di depan komputer. Tatapan mereka nampak serius memandang layar dan raut  wajah mereka merona. Berkali-kali mereka tertawa cekikian.
Aku meletakkan tas ku di mejaku lalu melangkah menghampiri mereka.
“Ada gosip apa?” tanyaku heran, sungguhan.
Hyelim menatapku sambil terus tertawa cekikian.
“Omo, kamu harus baca ini, Nana-ssi.” Ucapnya girang.
“Ini benar-benar ... gosip besar!” Gaeun menyahut.
Keningku berkerut, makin penasaran. “Gosip apa?” tanyaku lagi.
“Si Junghan, digosipkan pacaran dengan Suzy!” Gaeun berteriak tak sabar.
Aku melongo.

“Junghan? Artis top itu?” tanyaku lagi. Dan mereka serempak mengangguk.
“Iya, Junghan. Artis yang sedang naik daun itu, yang dijuluki sebagai lelaki paling cantik se-Korea. Ia digosipkan berpacaran dengan Suzy. Nih, baca saja sendiri. Paparazzi berhasil mengambil foto mereka ketika makan malam berduaan secara rahasia.” Hyelim menunjuk layar komputer.
Aku menyeruak di antara rekan-rekanku dan menatap layar komputer. Tampak di portal berita online tertulis headline yang berbunyi : Junghan and Suzy become real couple!
Di bawah judul itu bahkan terpampang foto Junghan dan Suzy yang sedang makan malam romantis di sebuah restoran mewah. Mereka bahkan keluar dari rumah makan tersebut dengan sembunyi-sembunyi sambil bergandengan tangan. Ada fotonya juga.

Junghan dan Suzy terlibat bareng dalam sebuah drama. Mereka bermain sebagai sepasang kekasih di drama tersebut. Awalnya banyak yang mengira bahwa gosip tentang hubungan mereka adalah settingan belaka. Tapi melihat sikap mesra mereka yang terjalin begitu alami, rasanya mustahil untuk menampik bahwa memang ada perasaan istimewa di antara mereka.

Berbeda dengan kebanyakan pasangan lain yang menimbulkan kontroversi. Tersiarnya kabar tentang hubungan mereka malah melahirkan restu dari banyak pihak. Entah dari fans Junghan, atau dari fans Suzy sendiri. Mereka beranggapan bahwa Junghan dan Suzy adalah pasangan paling sempurna.
Junghan bintang muda yang sedang bersinar. Ia sukses menjadi penyanyi dan juga aktor. Ditambah lagi gelarnya sebagai pria paling cantik se-Korea, dan juga sikapnya yang sangat ramah dan humble.
Suzy sendiri juga begitu. Ia bintang muda yang tengah mereguk popularitas tinggi. Ia cantik, aktris berbakat, dan kesayangan publik, baik dari anak-anak maupun orang dewasa.
Wajar jika hubungan mereka malah menimbulkan sensasi segar para penggemarnya.

“Ah, kalau mereka sampai menikah, mereka pasti dikaruniai anak yang lucu.” Ujar Gaeun. Dan pernyataan itu segera diiyakan oleh rekan-rekanku yang lain.
“Apa aku saja di sini yang patah hati?” ucapku seraya menatap mereka secara bergantian. Rekan-rekanku itu juga balas menatapku.
“Junghan itu idolaku. Dan ini seperti ... mimpi buruk. Aku patah hati.” Desisku lagi dengan mimik sedih.
Gaeun dan Hyelim menepuk-nepuk pundakku.
“Sabar ya Nana-ssi. Kau memang tidak ditakdirkan untuk lelaki seperti Junghan.” Ucap mereka.
“Ayolah, aku dan Junghan akan menjadi pasangan yang serasi. Aku bahkan lebih cantik dari Suzy. Ya ‘kan?” ujarku lagi. rekan-rekanku tergelak. Mereka tahu aku hanya sedang bercanda.

***

Aku sampai di apartemenku pukul 11 malam dengan kondisi kelelahan. Hari ini banyak sekali pekerjaan yang harus ku selesaikan. Perusahaan kami bergerak di bidang ekspor impor furniture mewah. Dan sebagai tenaga administrasi, banyak sekali berkas-berkas yang harus ku tangani.

“Annyeong.” Lelaki itu menyapa ketika aku baru saja memasuki ruang tamu di apartemenku. Ia sudah berada di sana, duduk santai di sofa depan TV.
Aku tersenyum dan menghampirinya. “Sudah lama di sini?” tanyaku.
Ia menggeleng. “Baru sekitar sejam yang lalu.” Jawabnya seraya mendaratkan sebuah ciuman lembut di bibirku.
“Aku akan mandi dulu.” ucapku seraya beranjak. Ia tersenyum lembut dan mengangguk.

Lelaki itu adalah Junghan. Iya, Junghan yang ‘itu’. Serius!
Artis muda yang sedang naik daun, yang sukses jadi penyanyai dan pemain drama. Yang dijuluki sebagai lelaki paling cantik se-Korea.
Dia pacarku.
Sungguh.

Aku dan Junghan teman sekolah. Kami berpacaran sejak kami duduk di bangku SMA kelas 3, hingga sekarang.
Kami berpacaran secara sembunyi-sembunyi karena waktu itu ia masih menjalani trainee, dan agency tempat ia bernaung tak memperbolehkan ia berpacaran. 
Dan, jadilah kami menjalani hubungan kami seperti ini. Sembunyi-sembunyi.
Kami tidak pernah berkencan di tempat umum layaknya pasangan pada umumnya. Biasanya kami melakukannya di luar negeri. Dengan persiapan yang sangat rapi hingga tidak terendus media.
Atau, dengan gaya seperti ini. Ia datang ke apartemenku, atau kadang-kadang aku lah yang berkunjung ke apartemennya. Lagi-lagi, secara sembunyi-sembunyi. Dan hati-hati.

Lalu, bagaimana hubungannya dengan Suzy?
Itu hanya settingan. Benar, itu hanya settingan karena mereka terlibat drama yang sama. Dan demi mendongkrak rating drama tersebut, pihak manajemen sepakat menciptakan skenario bahwa mereka berpacaran.
Kau pikir aku tak tahu soal itu? Aku tahu.
Jauh hari sebelum ada artikel yang memuat hubungan mereka, Junghan sudah memberitahuku tentang skenario itu. Dan, aku tak mempermasalahkannya.

“Sudah makan?” Aku kembali menghampirinya setelah selesai mandi dan berganti baju. Junghan menggeleng lucu.
“Aku lapar. Kangen ramen buatanmu.” Jawabnya. Aku tersenyum.
“Oke, akan ku buatkan.” Ucapku seraya beranjak ke dapur. Junghan mengekoriku.
“Kau tak lelah? Kau ‘kan baru pulang dari bekerja.” Ia bertanya sambil sesekali memainkan rambutku yang basah.
“Lelah.” Jawabku pendek.
“Kalau  begitu kenapa kau masih ingin membuatkanku ramen?”
“Karena kau ingin makan ramen buatanku, dan aku ingin membuatkannya untukmu. Simpel kan?” Aku menjawab tanpa menoleh ke arahnya karena tanganku sibuk meraih mie di rak dan juga beberapa sayuran dari kulkas.
Ketika sibuk memotong beberapa sayuran, Junghan memelukku dari belakang dengan erat.
“Aku mencintaimu.” Ia berbisik di telingaku.
“Aku juga.” Jawabku enteng.
“Aku ingin seperti ini terus, setiap hari, bersamamu, tanpa harus sembunyi-sembunyi.”
“Aku juga.” Jawabku lagi.
“Kapan itu bisa terwujud?” Kali ini ia menarik nafas berat.
Aku mengelap tanganku, lalu berbalik menghadapnya.
Ku selipkan rambutnya yang berjuntaian ke belakang telinga. Ia punya rambut yang sama panjangnya denganku. Aku yang memintanya untuk memanjangkan rambut karena menurutku, ia keren sekali dengan rambut panjang.
“Kau punya banyak pekerjaan yang harus kau selesaikan. Dan aku akan sabar menantimu. Oke?” Ucapku lembut. “Aku takkan kemana-mana. Kalau kau lelah, kau bisa datang ke sini, kapanpun kau mau.” Lanjutku  lagi.
Junghan tersenyum. Ia mempererat pelukannya di pinggangku, lalu kembali mencium bibirku dengan lembut dan lama.
“Aku terlalu lelah untuk pulang. Jadi malam ini aku ingin tidur di sini.” Ucapnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan.
“Jadi ... masih ingin makan ramen?” tanyaku kemudian.
“Tentu saja.” Junghan menjawab cepat.
“Kalau begitu ...” Aku melepaskan tangannya dari pinggangku. “Tunggulah dengan manis di sana.” Aku menunjuk sofa di depan TV.
“Aku tidak bisa membuatkanmu ramen kalau kau terus menggangguku seperti ini.” Protesku.
Junghan terkekeh. Ia mencubit pipiku dengan gemas lalu beranjak ke arah sofa yang kumaksud.

***

“Hiyaaa, mereka baru saja pulang liburan dari pulau Jeju!”
Kami tersentak ketika tiba-tiba saja Hyelim berteriak dengan tatapan terpaku pada layar komputer.
“Siapa yang baru liburan dari pulau Jeju?” Gaeun bertanya sambil menghampiri Hyelim dan ikut memandangi layar komputer.
“Junghan dan Suzy? Omo, jadi mereka liburan bareng?” Ia juga nyaris berteriak. Dan seketika ruangan kantor menjadi ricuh. Beberapa orang bergeser dan ikut nimbrung di meja Hyelim, menatap langsung ke layar komputer.
Aku terdiam sesaat.
Liburan ke pulau Jeju? Junghan tidak pernah bercerita bahwa ia akan liburan ke sana? Dengan Suzy?
Dia memang mengatakan bahwa ia akan sangat sibuk sekali 3 hari ini. Tapi ia tak mengatakan bahwa ia akan ke pulau Jeju bersamanya?
Aku meraih phonselku dengan perasaan berdebar. Ku kirimi Junghan pesan singkat dan menanyakan ia dimana, tapi tak ada jawaban.

Keesokan harinya, ketika ia ke apartemenku, aku terang-terangan bertanya padanya tentang berita di media tersebut. Dan ia hanya menjawab bahwa ia lupa memberitahuku.
Mulanya aku menerima.
Tapi ternyata kejadian itu terulang lagi, dan lagi.
Aku sering mengetahui berita tentang dia dari  media. Tentang dimana ia menghabiskan waktunya, dan lagi-lagi bersama Suzy.
Hingga beberapa hari kemudian, agency dari kedua belah pihak memberikan pernyataan resmi bahwa mereka memang pacaran!
Dan yang bisa kulakukan hanya meratap, karena aku tak tahu berita itu settingan ataukah nyata?

Jungan tak memberiku penjelasan apa-apa ....

***

Aku sedang menghabiskan libur kerja dengan bersih-bersih ketika Junghan datang ke apartemenku. Sepanjang tiga hari terakhir, ini kunjungannya yang pertama.
“Hai.” Ia menyapa lembut seraya menghampiriku dan memelukku erat.
“Aku tak tahu kau libur hari ini.” ujarnya seraya mengecup ringan keningku.
Aku hanya mengangkat bahu. Junghan beranjak mengambil minuman di lemari pendingin, dan aku meneruskan aktivitasku, merapikan beberapa buku di rak yang nampak sedikit berantakan.
“Kenapa kau pendiam?” Junghan bertanya seraya bersandar di meja counter.
Lagi-lagi aku hanya mengangkat bahu.  
“Aku berbuat salah hari ini?” Lelaki itu kembali bertanya. Kali ini kalimatnya terdengar serius.
Aku menggeleng.
“Nana ....” Ia mendesis lirih, menaruh minumannya di meja dan berjalan menghampiriku.
“Jangan mendiamkanku, oke?” Ia melingkarkan tangannya di tubuhku dan merengkuhku erat. Aku menarik diri dan menatapnya.
“Kau sudah 3 hari tak menghubungiku sama sekali.” Protesku.
Junghan meringis. “Maaf, aku benar-benar sibuk.” Jawabnya.
“Sibuk dengan pacar barumu?” tegasku.
Kening Junghan mengernyit bingung.
“Kemarin agency-mu resmi menyatakan bahwa kau dan Suzy berpacaran. Jadi, apa berarti itu kita sudah putus?” tanyaku blak-blakkan. Junghan nampak syok.
“Tidak. Bukan begitu. Oh, demi Tuhan, itu hanya settingan, Nana. Kau tahu bahwa manajemen sepakat membuat skandal itu demi drama kami.”
“Tidak. Aku tidak tahu. Kau tak bercerita padaku.” Aku berjengit, menarik diriku dari pelukan Junghan, lalu beranjak ke belakang counter meja. Mencari-cari sesuatu, apapun, untuk kurapikan. Atau sekedar ku sentuh, demi bisa meredam amarahku.
“Aku benar-benar sibuk, Nana. Aku tak sempat menelpon dan memberitahumu. Tiba-tiba saja manajemen sudah menimbunku dengan schedule yang banyak. Dan ...”
“Apa kau terlalu sibuk hingga kau tak sempat mengirimi pesan singkat pada pacarmu, walau hanya satu pesan saja. Atau aku harus mengatakan bahwa kau benar-benar sibuk pacaran dengan pacar barumu itu? Sedang dimabuk asmara, heh?”
Junghan menatapku bingung.
“Nana, ada apa denganmu?” Ia bertanya bingung.
“Aku yang seharusnya bertanya, ada apa denganmu? Kau tak biasanya seperti ini. Sejak kita berpacaran, sesibuk apapun dirimu kau selalu sempat memberiku kabar. Tapi sekarang, kau bahkan seolah-olah hilang ditelan bumi selama beberapa hari!” Aku berteriak.
Junghan mematung.
“Bisa kau bayangkan perasaanku? Tiba-tiba saja aku harus mendengar berita di media bahwa pacarku, sedang punya hubungan istimewa dengan perempuan lain!”
“Itu hanya settingan.” Kalimat Junghan terdengar luruh.
“Lalu kenapa kau tak memberitahuku sebelumnya. Aku sudah terlanjur terluka!” Aku kembali berteriak.
Junghan beranjak mendekatiku, berusaha meraihku tapi aku mundur beberapa langkah.
Dan aku tak mampu membendungnya. Air mataku menitik.
“Nana, aku tahu aku salah. Aku tak memberitahumu sebelumnya sehingga kau harus terluka. Aku janji, aku takkan mengulanginya lagi. Aku akan memberitahu semuanya padamu, semua jadwalku, oke?” Tangan Junghan terulur, tapi aku menepisnya.
Aku menggeleng pelan dan air mataku terus berjatuhan.
“Aku tak sanggup lagi. Let’s stop it here.” Desisku.
Junghan tampak pucat seketika.
“Apa maksudmu?” suaranya serak.
“Kita putus.”
“Nana ....”
“Aku tak sanggup lagi, Junghan. Aku tak bisa meneruskan hubungan kita lagi. Ini terlalu berat untukku.”
Kedua mata Junghan berkaca-kaca.
“Kalau kau masih mempersalahkan settingan itu, aku akan bicara pada manajemen agar mereka berhenti melakukannya. Aku akan bicara pada media bahwa itu semua hanya settingan. Aku akan ...”
Aku menggeleng.
“Tidak hanya soal itu saja. Tapi, banyak hal yang sudah kupertimbangkan. Aku tak bisa lagi bersamamu. Menjalin hubungan dengan seorang bintang tidak semudah dugaanku. Aku rindu punya pacar orang biasa yang melakukan aktivitas-aktivitas biasa. Jalan-jalan di taman, bergandengan tangan di depan umum tanpa takut diketahui media. Aku ingin berpacaran secara terbuka, tidak secara sembunyi-sembunyi seperti ini. Dan aku tidak ingin setiap hari dilanda rasa cemburu berkepanjangan karena kau harus beradegan mesra dengan perempuan lain, bahkan digosipkan pacaran dengannya.” Aku terisak.
“Ini menyakitkan untukku, Junghan. Kau tak tahu betapa aku tersiksa. Kau tak tahu betapa aku ingin mengabarkan kepada seluruh dunia  bahwa aku mencintaimu, bahwa kau pacarku. Tapi aku takkan pernah bisa melakukannya . Ya ‘kan?” bibirku bergetar.
Kami berpandangan dan kulihat air mata Junghan menitik. Hatiku pedih.
“Kenapa kau lakukan ini, Nana? Bukankah kau bersedia menungguku? Bukankah kau berjanji untuk menanti hingga aku menyelesaikan semua kontrakku dan kita bisa menghabiskan waktu bersama-sama, selamanya, tanpa harus sembunyi-sembunyi?” Suaranya parau.
Aku menggeleng.
“Maafkan aku. Aku tak bisa. Aku tak sanggup lagi.” jawabku. Tubuhku melorot di lantai dan tangisku kembali pecah.
Junghan kembali mematung. Tanpa berkata apa-apa ia berbalik, meraih gelas minumnya di meja, lalu melemparkannya ke dinding dengan marah.
Pecahan gelas bertebaran di mana-mana.
“Oke, kita putus.” Dan ia pergi.
Meninggalkanku.
Dengan isak tangis.

***

Seminggu setelah kami putus, aku seperti mayat hidup.
Berpacaran dengan idola memang sulit, tapi berjauhan dengan Junghan ternyata lima kali lipat lebih sulit.
Aku bekerja seperti biasa, tapi begitu aku pulang ke apartemen, menyadari bahwa apartemenku lengang, tanpa ada aroma tubuh Junghan, untuk jangka waktu yang lama, aku merasa hancur lebur.
Sehingga yang ku lakukan saban hari hanyalah menangis, meratap, dan ... menangis lagi.
Sungguh, ini lebih sulit dari yang  ku bayangkan.
Junghan ibarat oksigen. Dan aku butuh dia, untuk terus hidup.

***

Aku menghabiskan hari libur itu dengan meringkuk di sofa, tempat favorit Junghan, dan membiarkan TV menyala di – entah channel apa. Who cares?
Dan aku juga – lagi-lagi – sedang meratapi diriku sendiri ketika tiba-tiba ada tayangan itu di TV.
Mataku mengerjap, setengah tak percaya dengan apa yang ku lihat.
Di sana, di layar kaca, sedang berlangsung konferensi pers yang di gelar oleh Junghan beserta beberapa tim manajemennya. Apa yang dia lakukan?
Aku terbangun dengan segera, meraih remote dan membesarkan volume.

Di bawah sorot kamera dan kilatan blitz, Junghan meminta maaf secara terbuka pada publik. Ia mengaku terus terang bahwa apa yang terjadi selama ini antara dirinya dengan Suzy adalah settingan belaka demi mendongkrak popularitas drama yang mereka bintangi. Tidak pernah ada hubungan khusus di antara mereka. Mereka hanya sekedar rekan kerja. Ia juga meminta pada publik agar tidak menimpakan kesalahan pada artis cantik itu.

Aku melongo. Apa-apaan dia?

Tidak hanya sampai di situ. Junghan juga mengaku terus terang bahwa selama ini telah menjalin hubungan istimewa dengan seorang perempuan biasa yang ia pacari selama hampir 8 tahun, sejak mereka masih duduk di bangku SMA.
Ia tak mengungkap identitas perempuan tersebut. Tapi ia memastikan, ia adalah satu-satunya perempuan yang ia cintai. Dan ia akan melakukan apapun demi membuat wanita itu bahagia. Bahkan jika publik harus membencinya, bahkan jika ia harus berhenti dari dunia keartisan.

Kedua mataku mengerjap. Menghancurkan karirnya sendiri? Apa dia gila? Apa dia sinting?

Junghan juga memberikan peringatan keras pada para wartawan.
“Perempuan yang kucintai adalah perempuan biasa. Jadi jangan coba-coba mencari tahu tentang dirinya, jangan mencoba mengulik asal usulnya, atau bahkan mencoba mendapatkan gambarnya. Jika ada yang melakukannya, aku tak segan-segan untuk menuntutnya. Keinginan ku saat ini hanya satu, aku ingin menikmati waktu bersamanya dengan tenang dan damai. Jadi kumohon, tolong hargai privasi kami.”

Konferensi pers yang berlangsung sekitar 10 menit itu tak disertai tanya jawab.
Dan aku kembali terbaring lemas di sofa. Apa yang Junghan rencanakan?

***

Aku sedang mondar-mandir tak menentu ketika pintu apartemenku terbuka dan Junghan muncul dari sana. Dia menatapku dengan tatapan putus asa. Wajahnya terlihat lelah dan ... ia terlihat berantakan.
“Junghan ...” Panggilku lirih.
Lelaki itu menelan ludah. “Aku tak bisa ...” Ia mendesis.
“Aku tak bisa berjauhan darimu. Aku tak bisa hidup tanpamu.” Lanjutnya. Suaranya parau.
Ia melangkah mendekatiku dengan langkah gontai.
“Aku sudah melakukan konferensi pers. Aku sudah mengakui segalanya pada publik. Aku sudah memberitahu bahwa aku dan Suzy tak punya hubungan istimewa. Dan aku juga juga memberitahu mereka bahwa selama ini aku sudah punya pacar yang teramat aku cintai.” Ucapnya lagi.
“Katakan padaku apa yang harus ku lakukan agar kita bisa kembali bersama. Kau hanya perlu memberikan perintah padaku dan aku akan melakukan apapun, demi dirimu.”
Kalimat Junghan membuat air mataku merebak.
“Kalau kau ingin aku berhenti jadi artis agar kau bisa mencintaiku dengan nyaman, akan kulakukan. Kalau kau ingin aku mempublikasikan pada publik tentang hubungan kita, tentang keberadaanmu, akan kulakukan. Apapun, kau tinggal bilang padaku. Asal kita bisa bersama lagi. Ku mohon.” Kedua mata Junghan berkaca-kaca.
Aku merasakan air mataku berjatuhan.
“Apa kau sangat mencintaiku?” tanyaku.
Junghan mengangguk. “Dengan segenap hatiku.” Jawabnya.
“Dan kau bersedia melakukan apapun  untukku?”
Lelaki itu kembali mengangguk. “Apapun. Asal kau tidak memintaku bermain film porno.”
Aku terkekeh mendengar jawabannya.
Perlahan aku mengangguk.
“Oke, kita bersama lagi. Karena sejujurnya, aku juga tak bisa berpisah darimu.” Jawabku.
Junghan tersenyum haru. Ia membingkai wajahku dengan kedua tangannya, lalu mencium bibirku dengan lembut.
Ciuman itu berlangsung lama dan posesif.
Ciuman yang seolah menandakan bahwa kami memiliki satu sama lain.

***

Setelah sempat menimbulkan kehebohan di dunia hiburan, perlahan publik mulai memaafkan Junghan. Ia tak berhenti jadi artis. Ia tetap menjalankan aktivitasnya dan mencoba menyelesaikan kontraknya dengan sebaik mungkin. Popularitasnya memang sempat tercoreng, tapi itu tak lama. Karena ia terlihat bersungguh-sungguh. Dan publik kembali mencintainya.
Dan identitasku terbongkar. Publik jadi tahu bahwa perempuan istimewa di hati Junghan adalah aku.
Dia sendiri yang memberitahukan itu pada wartawan, plus, ia melamarku secara langsung di depan media.
Tadinya kami sempat khawatir dengan reaksi yang akan kami dapatkan dari masyarakat. Tapi ternyata kekhawatiran itu tak terjadi.
Kami seperti mendapatkan restu. Terbukti dari begitu banyak artikel yang muncul di media yang menyatakan bahwa kami adalah pasangan yang serasi. Mereka tak menyangka bahwa perempuan yang dikencani Junghan ternyata sangat cantik.
Ya, itu aku. Aku memang cantik. Sungguh. Percayalah, Junghan punya selera yang tinggi soal wanita.

Bulan depan kami akan mendaftarkan pernikahan kami secara resmi. Dan setelah itu aku berniat memberinya kejutan, ada Junghan kecil dalam perutku.

***

Selesai.

FF ini sudah pernah di posting di Fanpage.


p.s.
frase “Dia seperti oksigen. Dan aku butuh dia, untuk terus hidup,”
ku ambil dari novel Tangled - Emma Chase.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar