Sori,
gue suka pacar loe.. II
(Aku cinta kau, titik.)
“Rin, apa itu bener?” Leli datang ke
kelasku dengan tergopoh-gopoh.
“What?” aku mengernyitkan dahiku.
“Apa
bener kamu mo pindah ke Surabaya?” dia bertanya dengan nada kesal. Aku
tersenyum dan mengangguk.
“Tega
kamu ya! Bagaimana mungkin kamu berencana pindah tanpa memberitahu sahabatmu
yang baik ini? Dasar tak berperasaan!”
“aku
berencana memberitahumu hari ini, tapi kau keburu mengetahuinya. Jadi ya, maaf
banget ya,”
“emang
kenapa kok ada acara pindah segala?”
“Papaku
dipindah tugaskan ke sana. Jadi ya kami sekeluarga harus ikut kesana juga,”
“Huaaa,
bagaimana mungkin kau tega meninggalkanku di sini sendirian,Rin? Sekolah kita pasti sepi tanpa kehadiranmu,”
Aku
manyun.
“Ih,
lebay. Kalau gak ada aku, gak akan ada yang sering-sering beliin kamu bakso
‘kan? Makanya kamu sedih,”
“Ih,
kamu kok berprasangka buruk gitu sih? Aku serius,Rin,”
Aku
mencibir. Leli memelukku dengan tubuhnya yang gembrot hingga membuatku
gelagapan.
“Hei,
aku gak bisa nafas!” teriakku. Leli hanya nyengir seraya melonggarkan
pelukannya.
“Aku
pasti akan sering mengunjungimu kok, jangan khawatir,” ujarku.
“Bener?”
Leli memastikan. Aku kembali mengangguk.
“Trus,
kapan berangkat?”
“mungkin
sekitar seminggu lagi,”
“Wah,
kok cepet banget sih?” Leli kembali memelukku dengan erat.
“Helloo,
aku gak bisa nafas nih,” teriakku lagi.
Leli
beranjak lalu menarikku keluar kelas.
“kemana?’
“ke
kantin. Hari ini kamu bebas makan apapun yang kamu inginkan. Aku yang traktir,”
jawabnya.
“bener
nih? Gak nyesel?”
Leli
hanya mengangkat jempolnya seraya tersenyum.
Ketika
menyusuri lorong kelas, ekor mataku menangkap sepasang muda mudi yang sedang
duduk berduaan di taman sekolah. Mereka mengobrol dengan akrab sekali. Amel,
teman sekelasku, dengan Boy, pacarnya.
Aku
tersenyum kecut. Ah, Boy. Sang ketua OSIS, cowok terpopuler di sekolah kami
sekaligus orang yang kutaksir setengah hidup! Ya, aku telah mencintainya sejak
2 tahun yang lalu. Hanya saja, aku harus patah hati karena ternyata ia
berpacaran dengan Amel. Namun begitu, aku tak bisa melupakannya. Aku tetap saja
mengaguminya, menyukainya, dan merindukannya, walau secara sembunyi-sembunyi. Dia
cowok yang baik, ramah, tampan dan pintar. Dan tentu sangat sulit bagiku untuk
bisa melupakannya. Ah, sepertinya aku merumitkan hidupku sendiri.
“Hellooo,
jalannya jangan pake ngelamun dong buukk,” Leli membuyarkan lamunanku.
“Mikiran
apa sih sampe senewen begitu?” tanyanya lagi.
Aku
tersenyum.
“Ah,
enggak. Aku ngerasa lapar aja, yuk,” aku mempercepat langkahku dan mendahului
Leli.
![]() |
L 'Infinite' as Boy |
“hei,
Rin. Ada apa? Mukamu kok serius banget begitu?”
Seperti
biasa, ia selalu ramah.
Aku
tersenyum.
“Ada
sesuatu yang harus ku sampaikan, tapi ___”
Boy
manggut-manggut.
“Oke,
bicara aja. Di sini hanya ada kita berdua kok,” jawabnya.
Aku
terdiam. Boy beranjak dari kursinya lalu melangkah mendekatiku.
“Oh
iya, kapan berangkat ke Surabaya?” ia kembali bertanya dengan ramah.
“Mm,
besok,” jawabku.
“Aku
hanya bisa mendo’akan semoga kau kerasan di tempat yang baru dan tentu saja,
punya banyak teman seperti di sini,”
Aku
tersenyum lagi.
“Terima
kasih,” jawabku lagi.
“tadi
___ mo ngomongin apa?” Boy seakan kembali mengingatkan. Aku menatapnya dengan
dalam.
“Aku
mencintaimu, Boy,” ujarku. Boy mengernyitkan dahinya, kaget dan heran.
“Maksud__mu?”
“Aku
mencintaimu, sejak kelas satu. Itulah
perasaan yang kurasakan padamu selama ini. Tidak, jangan salah sangka. Aku
tidak bermaksud mengganggu hubunganmu dengan Amel. Sama sekali tidak. Aku hanya
ingin kau tahu perasaanku yang sesungguhnya, itu aja. Dan aku lega telah
mengatakannya padamu,”
“Rin
__”
“Aku
tidak pernah menyesal mencintaimu meski kau telah punya kekasih. Buatku, kau
adalah cowok terbaik yang pantas ku cintai. Dan aku benar-benar lega karena
telah memberitahumu tentang hal ini. Aku rasa, hanya itu yang ingin kusampaikan
padamu. Maaf telah mengganggumu dan terima kasih karena kau mau mendengarku,”
Aku
beranjak, meninggalkan Boy yang berdiri tertegun, kebingungan, tanpa tahu harus
berkata apa.
Dan
aku tak peduli! Yang jelas, aku sudah mengatakan apa yang seharusnya kukatakan
dan kelak, aku tak akan pernah menyesalinya. Bagiku, itu sudah cukup.
Aah,
aku ingin segera sampai rumah. Makan sop ayam buatan mama, menikmati es krim
coklat yang lezat, mandi air hangat,
lalu tidur sepuasnya!
Boy,
cinta, ah, persetan dengan semuanya!
Selesai
Wiwin
Setyobekti
Nganjuk,
19-02-2012