RSU.
Dr. Sutomo, Surabaya
14.03.2012
Jadilah pacarku (lagi)....
Aku baru saja akan mengganti baju
seragamku dengan seragam olah raga ketika tiba-tiba Dinda menerobos begitu saja
ke dalam kamar ganti. Aku menatapnya keheranan, begitu pula dengannya. Dia tidak ada jam olahraga karena kelas kami beda. So, aku
yang lebih pantas keheranan dengan kemunculannya!
“Kita
bicara sebentar,” dia menarik lenganku lalu mengajakku ke pojok ruangan,
menjauh dari anak-anak lainnya.
“Apaan
sih, Din?” tanyaku.
Dinda,
sahabatku sedari kecil itu menatapku penuh selidik.
“ada
hal penting?”
“Ya,
banget,” kata-kata Dinda tegas, meski setengah berbisik.
“apa
itu benar, Va?”
“Apanya?”
“Kamu pacaran lagi sama Nino,”
“Kamu pacaran lagi sama Nino,”
“Eh!?”
aku nyaris memekik.
“Kabar
ini sudah menyebar ke seantero sekolah. Mereka udah tahu kalau kamu balikan
lagi sama dia. Tapi, bagaimana mungkin kamu merahasiakan ini dariku,”
“Itu__”
Kata-kataku
tertahan ketika peluit dari pak Agus, guru olah raga kami sudah
melengking-melengking memanggil kami untuk segera berkumpul.
“Kita
bahas ini nanti aja, oke,” aku beranjak. Mengganti seragamku lalu segera
menghambur ke lapangan untuk bergabung dengan teman-teman lainnya.
Tapi,
kata-kata Dinda tetap mengganggu konsentrasiku. Aku pacaran lagi sama Nino?
Astaga, apa-apaan ini? Itu enggak bener sama sekali. Bagaimana mungkin aku
pacaran lagi sama dia? Tapi, jika benar ada kabar seperti itu bukankah ___ I’m
in danger!
“Va,
awas!”
Dug!
Aku memekik ketika bola itu menghantam jidatku hingga sempat membuatku
terhuyung. Aku meringis sembari memegangi kepalaku. Well, aku sudah
menduganya!
***
Dinda menyodorkan es batu untuk
mengompres keningku yang memar. “sakit?” tanyanya.
Aku
melotot. “Menurutmu? Bola segede itu menghantam kepalaku, apa menurutmu tak
sakit?” jawabku kesal. Dinda hanya nyengir. “Iya deh, sori. Jadi?”
“Jadi
apanya?”
“Kamu
beneran gak pacaran lagi sama Nino?”
Aku
menggeleng.
“Jadi
itu Cuma ___”
“Ya,
semua itu Cuma gosip. Dan aku nggak tahu darimana datangnya,” potongku. Dinda
manggut-manggut.
“Nggak
peduli berita itu datang darimana. Yang jelas, nyaris semua siswa di sekolah
ini sudah mendengarnya. Dan percayalah, mereka yakin kalau kau emang pacaran
lagi sama Nino. Dan sepertinya, untuk beberapa hari ini kamu nggak akan bisa
tidur dengan nyenyak,” Dinda kembali mengingatkan.
Aku
menarik nafas panjang. Kusandarkan punggungku ke kursi kayu dengan perlahan.
Ya,
sebelum aku bisa menemukan siapa penyebar gosip itu dan membuatnya mengatakan
hal yang sebenarnya, aku takkan bisa tidur dengan nyenyak.
Ah,
mau tak mau aku harus kembali mengingat memori-memori itu...
Dua
tahun yang lalu ketika pertama kali masuk ke SMA ini perhatianku langsung
tertuju padanya, Nino. Cowok jangkung bermata indah dengan senyum menawan. Ya,
I love him at the first sight!
Dan
seperti yang sudah kuduga, sosoknya yang nyaris sempurna benar-benar menjadi
magnet bagi cewek-cewek di sekolah ini. Dia ganteng, pintar, berbakat, dan
populer. Dan itu lebih dari cukup untuk membuat seabrek perempuan yang mau
jungkir balik memperebutkan cintanya. Dari jajaran cewek-cewek papan atas,
sampai anak penjual es dawet di depan sekolah kamipun ikut jatuh bangun untuk
mendapatkan cintanya. Termasuk aku? Ah, tidak. Aku menyukainya, tapi aku tak
bisa seagresif mereka. Yang ku lakukan hanyalah menatapnya dan mengaguminya,
diam-diam…
Tapi,
ternyata Tuhan berkehendak lain. Tiba-tiba saja Nino mendekatiku. Ia sering
datang ke kelasku ketika jam istirahat hanya untuk menyapaku. Dan kamipun
bersahabat. Ia sering meminta saran padaku tentang banyak hal. Ia bahkan sering
mampir ke rumahku hanya untuk membawakanku bermacam-macam dvd jepang. Ia tahu
bahwa aku adalah penggemar dorama jepang. Dan, akhirnya ia mengaku bahwa ia
mencintaiku. Oh my God, aku seperti mendaptkan durian runtuh. Dan kamipun
berpacaran. Tapi 6 bulan kemudian aku
memutuskkanya. Tidak, bukan karena aku tak mencintainya.
Hanya
saja, menjadi pacarnya seperti sebuah beban buatku. Cewek-cewek yang gagal
mendapatkannya berbalik menyerangku. Aku semakin punya banyak antis. Banyak
yang tidak suka aku berpacaran dengannya. Mereka bilang, Nino terlalu sempurna
untukku. Sebenarnya aku juga tidak terlalu jelek sih. Tapi jika dibandingkan
dengan cewek-cewek covergirl tersebut, aku terlihat sedikit biasa. Dan itu juga yang membuatku
bertanya-tanya kenapa Nino lebih menyukaiku ketimbang mereka.
“jika
aku menemukan orang yang menyebarkan gosip itu, akan ku jambak rambutnya!”
gerutuku kesal.
“Akan ku bantu kau menghajarnya,” sahut Dinda. Kami
berpandangan. Kedua mata kami seakan mengatakan: The war is begin!bersambung..
Klik di sini : Jadilah pacarku (lagi) part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar