Selasa, 13 Mei 2014

cerpen "Reuni SMA"




REUNI SMA…

            Arini menatap gedung yang berdiri dengan megah di depannya. Sebuah gedung pertemuan mewah yang telah di sepakati sebagai tempat diselenggarakannya reuni. Ya, hari ini adalah reuni akbar teman-teman semasa SMA-nya. Ia sudah menanti saat ini selama 8 tahun. Maklum,setelah pesta kelulusan itu, ia tak bertemu lagi dengan semua rekan-rekannya karena ia harus  ke Surabaya mengikuti orang tuanya yang pindah kerja. Ia melanjutkan kuliah di sana dan bekerja di sana pula.
Dan yang paling ia nanti tentu saja.... Dia!
“Arini!!?? Ini kamu? Ya ampun, aku jadi pangling. Gimana kabarnya?”
Yang menyapa dan mengenali Arini pertama kali, tentu saja Yeni. Sahabatnya yang paling baik semasa SMA. “aku baik, Yen. Kamu sendiri gimana? Sudah menikah?” 
“aku baik. Aku juga udah menikah. Bahkan aku udah punya anak satu. Kalo kamu?” tanya Yeni. Arini tersenyum.“aku belum menikah. Masih sibuk ngurusi kerjaan,” Yeni tertawa.“ Jangan ngurusi kerjaan melulu ntar jadi perawan tua lho....” Arini ikut tertawa. Ia mulai menyatu kembali dengan rekan-rekan SMA-nya yang lain.
Mita yang biasa dipanggil ‘Mama’ karena sifatnya yang dewasa ternyata sudah jadi dokter. Johan, sang ketua kelas sekarang sudah jadi polisi. Siti yang dulunya siswa paling pintar di sekolah, ternyata memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik. Dan Yoga, cinta pertama Arini yang tak terbalas, ternyata memang sudah menikah dan punya 2 anak.
Banyak dari mereka merasa pangling dengan perubahan pada Arini. Perempuan itu memang jauh berbeda dengan yang dulu. Ketika masih duduk di bangku es-em-a, Arini terkenal karena badannya yang gendut. Tapi, ia sudah berubah. Sekarang, tubuhnya langsing. Baju yang ia kenakan melekat dengan sempurna di tubuhnya. Cara berpakaiannya terlihat begitu bersahaja. Kulitnyapun tampak lebih putih dan bersih. She looks so better!
Arini menarik nafas panjang. Yang ditunggu sejak tadi belum datang-datang juga. Dia ......
“Yen, aku ke kamar mandi dulu ya,”
Arini melangkahkan kakinya ke kamar mandi.
Ketika ia sedang membenahi make-upnya di depan cermin kamar mandi, seseorang menepuh pundaknya dengan lembut. Ia menoleh. Ah, ini dia!
“apa kabar Arini?” sapanya. Arini tersenyum. Perempuan berhidung mancung telah berada di depannya.
“ah, Melinda. Kabarku baik. Kamu sendiri? Kok baru datang?”
Keduanya berpandangan, tanpa ada jabat tangan, tanpa ada pelukan sahabat. “Iya, aku agak telat. Jalanan macet, kayak biasanya,”
Keduanya mengobrol. Obrolan yang sedikit kaku dan hambar. Melinda menatap Arini dengan takjub.
“astaga, kamu bener-bener berubah, Rin. Tubuhmu yang gendut itu di kemanakan? Trus, jerawat-jerawat di wajahmu, dibuang kemana?”Arini tertawa.
“aduh, ya nggak di buang kemana-manalah. Yaaa, semua hilang dengan sendirinya. Padahal aku nggak rajin ke salon lho. Cuma olah raga doang,”
Melinda berdecak-decak kagum. “Kerja di mana,Mel? Sudah menikah?” Tanya Arini.
Melinda menggeleng.
“aku belum menikah. Aku di rumah aja kok. Ada sedikit usaha patungan dengan adikku. Yaa, usaha penerbitan kecil-kecilan gituu...”
“wah, sukses dong! Eh, ke aula yuk. Sudah ditunggu temen-temen tuh, acaranya mo di mulai. Ngobrol di sana aja,”  Arini mengajak Melinda. Tapi perempuan itu menolak.
“sebentar,Rin. Sebelum kita kesana, aku mau ngomong dulu sama kamu,”
“Oh ya, ngomong apa?” tanya Arini. Melinda terdiam sesaat.
“aku mau minta maaf sama kamu, Rin. Aku mau minta maaf atas semua perlakuan burukku sama kamu selama di SMA,”
Arini terkejut. Itu adalah kata-kata yang sudah ia tunggu sejak lama.
“aku sadar, dulu aku begitu jahat padamu. Aku sering menyakitimu. Pokoknya, perlakuanku padamu benar-benar begitu buruk. I’m so sorry,”
Ya, pengakuan ini yang telah ia tunggu selama bertahun-tahun. Yup, she’s a bullying-victim.
Arini masih ingat kejadian-kejadian itu. Kejadian-kejadian buruk yang masih membekas dengan segar di otaknya!
Ejekan-ejekan menyakitkan seperti bidadari gembrot, buldoser, perampasan  buku pelajaran, penyekapan di kamar mandi, penumpahan saos ke mukanya, yang lainnya, semuanya. Alasannya? Itu yang Arini tak tahu.
Kadang, Arini tak habis pikir. Kenapa Melinda begitu sentimen dan benci padanya? Padahal, ia merasa tak berbuat salah apapun padanya. Atau lebih tepatnya, Melinda mencari orang untuk dibenci? Entahlah...........
“maafkan aku,Rin. Aku benar-benar menyesal dengan semua perbuatanku padamu,”
Arini menarik nafas panjang. “kenapa harus aku Mel?”tanya Arini. Melinda menggeleng pelan. “entahlah,Rin. Aku juga gak ngerti
dengan jalan pikiranku waktu itu. Aku hanya merasa iri padamu,”  Arini terperangah. What? Dia yang  cantik dan kaya iri padanya? Heran deh dengan cara berpikir nih anak. “kamu pintar,Rin. Kamu dekat dengan guru-guru. Penampilanmu tidak menarik, tapi kamu disukai banyak orang. Dan aku gak suka itu,”. Arini terdiam mendengarkan penjelasan Melinda yang panjang lebar. Well, saat-saat itu memang begitu menyakitkan. Tapi, bukankah itu sudah lama berlalu? Buat apa Arini menyimpan dendam sekian lama jika tak ada manfaatnya sama sekali?
“udah lah, Mel. Kayaknya itu gak penting untuk di ingat-ingat. Aku sudah memaafkanmu,” ucapnya kemudian. Melinda tersenyum. “betul, Rin?” Arini mengangguk. Ia tersenyum. “Thanks ya. Aku tenang sekarang,” gumam Melinda. Keduanya berpelukan.
“Yuk ke aula,” ajak Arini.
“kamu duluan aja. Ntar aku nyusul.” Melinda menolak. “oke deh,” Arini beranjak meninggalkan Melinda.

            “Aduh,Rin. Darimana aja sih? Acara mau dimulai. Tuh,temen-temen nyariin,” Yeni dan Siti menghampiri Arini.
“dari kamar mandi. Tadi aku ketemu Melinda, kami ngobrol sebentar. Makanya agak lama,”Yeni melotot. “siapa? Melinda??”Arini mengangguk. “kamu yakin kalo itu Melinda??” Arini kembali mengangguk. Yeni dan Siti berpandangan.
“kenapa sih?” Arini heran.
“Mungkin kamu salah orang, Rin!”
“Gak tuh, kenapa??” Arini mulai bertanya-tanya.
“Rin, jadi kamu belum tahu? Melinda sudah meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan,”   
“apa!!??” Arini memekik.
“maaf kalo kami baru memberi tahumu. Kami tak tahu cara menghubungimu karena kamu seolah-olah hilang ditelan bumi.
Setelah acara ini, kita akan rame-rame ke makamnya untuk mengirim do’a. Yaah, meski Melinda orangnya kayak gitu, tapi dia ‘kan tetap teman kita......,” yeni mengoceh panjang lebar.
Arini tak mampu menangkap keseluruhan ceritanya. Dadanya sesak. Kalau Melinda sudah meninggal, lantas yang ia temui di kamar mandi tadi siapa.....?????

Selesai

Nganjuk,27 Januari 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar