REUNI SMA…
Arini
menatap gedung yang berdiri dengan megah di depannya. Sebuah gedung pertemuan
mewah yang telah di sepakati sebagai tempat diselenggarakannya reuni. Ya, hari
ini adalah reuni akbar teman-teman semasa SMA-nya. Ia sudah menanti saat ini
selama 8 tahun. Maklum,setelah pesta kelulusan itu, ia tak bertemu lagi dengan
semua rekan-rekannya karena ia harus ke
Surabaya mengikuti orang tuanya yang pindah kerja. Ia melanjutkan kuliah di
sana dan bekerja di sana pula.
Dan yang paling ia nanti tentu saja.... Dia!
“Arini!!?? Ini kamu? Ya ampun, aku jadi pangling.
Gimana kabarnya?”
Yang menyapa dan mengenali Arini pertama kali,
tentu saja Yeni. Sahabatnya yang paling baik semasa SMA. “aku baik, Yen. Kamu
sendiri gimana? Sudah menikah?”
“aku baik. Aku juga udah menikah. Bahkan aku udah
punya anak satu. Kalo kamu?” tanya Yeni. Arini tersenyum.“aku belum menikah.
Masih sibuk ngurusi kerjaan,” Yeni tertawa.“ Jangan ngurusi kerjaan melulu ntar
jadi perawan tua lho....” Arini ikut tertawa. Ia mulai menyatu kembali dengan
rekan-rekan SMA-nya yang lain.
Mita yang biasa dipanggil ‘Mama’ karena sifatnya
yang dewasa ternyata sudah jadi dokter. Johan, sang ketua kelas sekarang sudah
jadi polisi. Siti yang dulunya siswa paling pintar di sekolah, ternyata
memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik. Dan Yoga, cinta pertama
Arini yang tak terbalas, ternyata memang sudah menikah dan punya 2 anak.
Banyak dari mereka merasa pangling dengan
perubahan pada Arini. Perempuan itu memang jauh berbeda dengan yang dulu.
Ketika masih duduk di bangku es-em-a, Arini terkenal karena badannya yang
gendut. Tapi, ia sudah berubah. Sekarang, tubuhnya langsing. Baju yang ia
kenakan melekat dengan sempurna di tubuhnya. Cara berpakaiannya terlihat begitu
bersahaja. Kulitnyapun tampak lebih putih dan bersih. She looks so better!
Arini menarik nafas panjang. Yang ditunggu sejak
tadi belum datang-datang juga. Dia ......
“Yen, aku ke kamar mandi dulu ya,”
Arini melangkahkan kakinya ke kamar mandi.
Ketika ia sedang membenahi make-upnya di depan
cermin kamar mandi, seseorang menepuh pundaknya dengan lembut. Ia menoleh. Ah, ini
dia!
“apa kabar Arini?” sapanya. Arini tersenyum. Perempuan
berhidung mancung telah berada di depannya.
“ah, Melinda. Kabarku baik. Kamu sendiri? Kok baru
datang?”
Keduanya berpandangan, tanpa ada jabat tangan,
tanpa ada pelukan sahabat. “Iya, aku agak telat. Jalanan macet, kayak biasanya,”
Keduanya mengobrol. Obrolan yang sedikit kaku dan
hambar. Melinda menatap Arini dengan takjub.
“astaga, kamu bener-bener berubah, Rin. Tubuhmu
yang gendut itu di kemanakan? Trus, jerawat-jerawat di wajahmu, dibuang
kemana?”Arini tertawa.
“aduh, ya nggak di buang kemana-manalah. Yaaa,
semua hilang dengan sendirinya. Padahal aku nggak rajin ke salon lho. Cuma olah
raga doang,”
Melinda berdecak-decak kagum. “Kerja di mana,Mel?
Sudah menikah?” Tanya Arini.
Melinda menggeleng.
“aku belum menikah. Aku di rumah aja kok. Ada
sedikit usaha patungan dengan adikku. Yaa, usaha penerbitan kecil-kecilan
gituu...”
“wah, sukses dong! Eh, ke aula yuk. Sudah ditunggu
temen-temen tuh, acaranya mo di mulai. Ngobrol di sana aja,” Arini mengajak Melinda. Tapi perempuan itu
menolak.
“sebentar,Rin. Sebelum kita kesana, aku mau
ngomong dulu sama kamu,”
“Oh ya, ngomong apa?” tanya Arini. Melinda terdiam
sesaat.
“aku mau minta maaf sama kamu, Rin. Aku mau minta
maaf atas semua perlakuan burukku sama kamu selama di SMA,”
Arini terkejut. Itu adalah kata-kata yang sudah ia
tunggu sejak lama.
“aku sadar, dulu aku begitu jahat padamu. Aku
sering menyakitimu. Pokoknya, perlakuanku padamu benar-benar begitu buruk. I’m
so sorry,”
Ya, pengakuan ini yang telah ia tunggu selama
bertahun-tahun. Yup, she’s a
bullying-victim.
Arini masih ingat kejadian-kejadian itu. Kejadian-kejadian
buruk yang masih membekas dengan segar di otaknya!
Ejekan-ejekan menyakitkan seperti bidadari
gembrot, buldoser, perampasan buku
pelajaran, penyekapan di kamar mandi, penumpahan saos ke mukanya, yang lainnya,
semuanya. Alasannya? Itu yang Arini tak tahu.
Kadang, Arini tak habis pikir. Kenapa Melinda begitu
sentimen dan benci padanya? Padahal, ia merasa tak berbuat salah apapun
padanya. Atau lebih tepatnya, Melinda mencari orang untuk dibenci? Entahlah...........
“maafkan aku,Rin. Aku benar-benar menyesal dengan
semua perbuatanku padamu,”
Arini menarik nafas panjang. “kenapa harus aku
Mel?”tanya Arini. Melinda menggeleng pelan. “entahlah,Rin. Aku juga gak ngerti
dengan jalan pikiranku waktu itu. Aku hanya merasa
iri padamu,” Arini terperangah. What? Dia yang cantik dan kaya iri padanya? Heran deh dengan
cara berpikir nih anak. “kamu pintar,Rin. Kamu dekat dengan guru-guru.
Penampilanmu tidak menarik, tapi kamu disukai banyak orang. Dan aku gak suka
itu,”. Arini terdiam mendengarkan penjelasan Melinda yang panjang lebar. Well,
saat-saat itu memang begitu menyakitkan. Tapi, bukankah itu sudah lama berlalu?
Buat apa Arini menyimpan dendam sekian lama jika tak ada manfaatnya sama
sekali?
“udah lah, Mel. Kayaknya itu gak penting untuk di
ingat-ingat. Aku sudah memaafkanmu,” ucapnya kemudian. Melinda tersenyum. “betul,
Rin?” Arini mengangguk. Ia tersenyum. “Thanks ya. Aku tenang sekarang,” gumam
Melinda. Keduanya berpelukan.
“Yuk ke aula,” ajak Arini.
“kamu duluan aja. Ntar aku nyusul.” Melinda
menolak. “oke deh,” Arini beranjak meninggalkan Melinda.
“Aduh,Rin.
Darimana aja sih? Acara mau dimulai. Tuh,temen-temen nyariin,” Yeni dan Siti
menghampiri Arini.
“dari kamar mandi. Tadi aku ketemu Melinda, kami
ngobrol sebentar. Makanya agak lama,”Yeni melotot. “siapa? Melinda??”Arini
mengangguk. “kamu yakin kalo itu Melinda??” Arini kembali mengangguk. Yeni dan
Siti berpandangan.
“kenapa sih?” Arini heran.
“Mungkin kamu salah orang, Rin!”
“Gak tuh, kenapa??” Arini mulai bertanya-tanya.
“Rin, jadi kamu belum tahu? Melinda sudah
meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan,”
“apa!!??” Arini memekik.
“maaf kalo kami baru memberi tahumu. Kami tak tahu
cara menghubungimu karena kamu seolah-olah hilang ditelan bumi.
Setelah acara ini, kita akan rame-rame ke makamnya
untuk mengirim do’a. Yaah, meski Melinda orangnya kayak gitu, tapi dia ‘kan
tetap teman kita......,” yeni mengoceh panjang lebar.
Arini tak mampu menangkap keseluruhan ceritanya.
Dadanya sesak. Kalau Melinda sudah meninggal, lantas yang ia temui di kamar
mandi tadi siapa.....?????
Selesai
Nganjuk,27 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar