Aku
merasakan aura tak sehat ketika memasuki
kantin. Hal yang sama juga kurasakan ketika aku memasuki ruang perpustakaan,
atau bahkan ruang kelasku sendiri. Aku melihat tatapan sinis dan tajam dari
cewek-cewek yang nota bene adalah penggemar Nino.
Mereka
seakan ingin menelanku hidup-hidup. Ini sama persis seperti yang terjadi 2
tahun yang lalu. Situasi inilah yang membuatku terpaksa memutuskan Nino! Bukan
karena nyaliku ciut hingga tak berani untuk berhadapan dengan mereka. Hanya
saja, aku malas ribut. Itu saja! Suerr...
“
Gosip sialan itu benar-benar membuatku hidupku tidak tenang,” desahku kesal.
Akhirnya, aku memutar badanku lalu meinggalkan tempat tersevbut tanpa membeli
apapun.
Ketika
sampai di lorong kelas, aku berpapasan dengannya, Nino. Seperti biasa, cowok
ganteng itu tersenyum ramah padaku. Well, kami memang mantan pacar. Tapi kami
masih saling bertegur sapa, seperti layaknya teman biasa.
“Mm,
bisa bicara sebentar?” aku memberanikan utnuk menghentikan langkahnya. Nino
menghentikan langkahnya lalu menatapku keheranan.
“Ya,
soal apa?”
“Kau
sudah dengar soal gosip itu ‘kan? Aku ___”
“Oh,
kabar bahwa kita kembali berpacaran? Ah, sudahlah. Abaikan saja, jangan terlalu
dipikirin. Gosip seperti itu pasti akan hilang dalam beberapa hari,” Kalimat
Nino terdengar berwibawa – seperti biasanya – hingga membuat hatiku tenang. Ia
tersenyum hangat padaku seolah ingin meyakinkan aku bahwa tak ada yang perlu
dikhawatirkan.
“Oke deh,
kalo gitu ____” aku terkesiap ketika sosoknya yang jangkung tiba-tiba telah
berada di depanku dalam hitungan detik.
“Keningmu
kenapa, Va?” Ia menatap memar di keningku dengan seksama.
“Ow, ini,
aku kurang hati-hati ketika mengikuti pelajaran olahraga. Dan, inilah
hasilnya,”
Aku
mundur beberapa langkah ketika Nino mengulurkan tangannya dan berniat menyentuh
keningku.
“It’s
okay. I’m fine,” jawabku gelagapan. Tidak, aku takkan membiarkannnya
menyentuhku! Sedikit saja kontak fisik dengannya akan berakibat fatal karena
itu seolah membenarkan bahwa kami kembali berpacaran.
“Aku
duluan ya, bye,” tanpa menunggu komando, aku ngacir meninggalkan Nino.
***
Byuuurrrr!! Aku menjerit kaget
ketika ember berisi air itu menimpa diriku hingga membuat tubuhku basah kuyup.
Menaruh ember berisi air di atas pintu kamar mandi? Itu jebakan kuno! Tapi,
tetap saja aku kena!
“Bagaimana,
Va? Seger airnya?” Selvi, model sekaligus cewek paling populer di sekolah kami,
muncul dari balik pintu kamar mandi yang lain, diikuti dua rekannya.
“Apa-apaan
ini?” tanyaku kesal.
“Itu
balasan karena kamu kembali pacaran sama Nino. Mungkin aku memang gagal
mendapatkan cintanya. Tapi setidaknya aku sudah merasa puas karena telah
memberimu pelajaran,” jawab Selvi.
Aku
melotot.
“sampai
kapan kalian akan bertingkah kekanak-kanakan seperti ini?” teriakku.
Selvi
mengangkat bahu.
“Entahlah,
tapi bagaimanapun juga selamat deh karena kamu berhasil kembali ke sisinya,”
Cewek
berambut panjang itu berlalu begitu saja diikuti dua rekannya. Aku hanya
melongo heran bercampur kesal. “Dasar penggosip sialan! Jika aku menemukanmu,
akan ku jambak rambutmu,” gerutuku.
***
Dinda menatap diriku yang basah
kuyup dengan tatapan penuh tanda tanya. “cuaca di luar emang mendung, tapi
hujan ‘kan belum turun. Kenapa tubuhmu basah kuyup begini? Habis kecemplung
darimana, Va?” tanyanya. Aku mendesah kesal. “gak penting untuk dibahas. Kamu
ada pelajaran olah raga ‘kan? Tolong pinjami aku baju olah ragamu. Aku tak bisa
mengenakan baju basah kayak gini. Bisa-bisa aku masuk angin,” jawabku.
Dinda
manggut-manggut. Tanpa komando ia beranjak ke kelasnya dan tak lama kemudian ia
kembali ke ruang UKS membawa baju olah raga yang kumaksudkan.
“Setelah
ini,aku ingin di sini dulu sejenak. Bangunkan aku jika aku ketiduran,” ujarku
pada.
“Are you
okay?” Dinda mengulurkan tangannya dan menyentuh keningku.
“Astaga,
kamu demam?”
“It’s
okay. Hanya sedikit kurang enak badan. Mungkin aku terlalu stres beberapa hari
ini,” jawabku.
Dinda
beranjak menuju kotak obat dan mengambilkan sebutir obat demam.
“minumlah
obatnya dan istirahatlah di sini. Ntar akan kubangunkan kalo kau ketiduran,”
Aku hanya
mengangguk pelan mendengar instruksi Dinda.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar