Sori,
gue suka pacar loe!
Sebenarnya
kelasku telah usai sekitar 30 menit yang lalu. Hanya saja aku tetap tak berniat
sedikitpun untuk meninggalkan kampus. Bukan karena aku banyak tugas atau karena
ada janji dengan teman, tapi, sosok itulah yang telah menahan langkahku.
Sesosok tubuh atletis yang
sedang bermain basket di lapangan basket dengan teman-temannya. Wajah manis itu
telah mengusik tidurku. Sepasang mata bening itu telah menghiasi debaran
jantungku. Aku tahu ini salah. Tapi aku benar-benar tak bisa menahan
perasaanku. Aku mencintainya!
Gila! Ya, aku pasti sudah
gila! Aku punya pacar sebaik dan setampan Miko, tapi tetap saja aku mulai
kepincut – entah kapan tepatnya – dengan Andra! Lebih gila lagi karena Andra
adalah pacar Nia, sahabatku sendiri. Ah, complicated!
Kami berempat bahkan sering hang
out bareng, double dating, rame-rame, seru banget. Dan nyaris seluruh
perhatianku selalu tertuju padanya – pada Andra, bukan pada Miko - meski secara
sembunyi-sembunyi. Andra sama baiknya dengan Miko. Mereka sama-sama romantis,
perhatian, dan humoris. Aku bisa melihatnya dari caranya memperlakukan Nia. (Dan
jujur itu membuatku cemburu setengah mati!)
Aku sudah bersusah payah
mencari tahu hal apa gerangan yang membuatku kepincut padanya. Tapi, tetap saja
aku tak menemukan jawaban. Perasaanku padanya seakan tak beralasan. Rasa suka
itu muncul begitu saja, mengalir perlahan-lahan dan yang pasti - makin membesar!
“Ta, belum pulang?” sentuhan
Nia dipundakku membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum.
“aku masih ada kepentingan
dengan dosen,” jawabku berbohong.
“Miko kemana?”
“Hari ini dia gak ada kuliah.
Dah mo pulang?”
Nia mengangguk. Ia mengalihkan
pandangan ke arah Andra, melambaikan tangannya, begitu pula cowok tersebut. Mereka
saling melempar senyum. Tatapan mata Andra sempat singgah padaku, meski
sekilas, tapi itu cukup membuat jantungku berdebar tak menentu. “Nia, aku
duluan ya,” aku beranjak. Nia tersenyum dan mengangguk.
“Eh, Ta, sabtu depan ada acara
gak? Keluar bareng yuk,”
Aku tersenyum dan mengangguk.
“akan ku kabari Miko,” jawabku
sebelum melangkahkan kakiku darinya. Tidak, aku tidak benar-benar meninggalkan
kampus. Aku hanya pergi ke kamar mandi dan merenung di sana beberapa saat.
Tapi, sesuatu hal yang tak terduga terjadi. Ketika aku akan keluar, pintu kamar
mandi terkunci dan tak bisa dibuka sama sekali!
“astaga, apa-apaan ini?
Bukankah tadi baik-baik saja?” ujarku panik.
“heloooo...!!! apa ada orang
di luar sana!? Tolong aku! Aku terkunci!” teriakku berkali-kali, tapi tetap tak
ada respon. Aku meraih phonselku. Tadinya aku ingin menelpon Miko, tapi
kemudian aku ingat bahwa ia tak berada di kampus. Akhirnya, aku memutuskan
untuk menelpon Nia.
“semoga dia masih belum
pulang,” gumamku.
Tapi, nomor Nia tak bisa di
hubungi. Dan, akhirnya, nomor Andra-lah yang ku hubungi dengan harapan aku bisa
berbicara dengan Nia.
“Halo, Andra?”
“Vita?”
“Ya,ini aku. Aku mencoba
menghubungi nomor Nia, tapi tak bisa. Bisa kau berikan telpon pada dia, aku
punya urusan penting yang harus kubicarakan padanya, plis,”
“Nia? Maaf, tapi aku sedang
tak bersamanya sekarang,”
“Apa? Bukankah tadi kalian
ingin pulang bersama?’
“Ya, tapi dia memilih pulang
duluan karena aku masih punya urusan. Ada apa?”
Aku tak menjawab. Bagaimana
ini? Apa yang harus kulakukan?
“Mm__ ya,”
“Ada sesuatu?”
“Mmm___sebenarnya___?”
“Are you ok?”
“ah tidak, aku baik-baik saja.
Hanya saja___”
“Apa terjadi sesuatu padamu?”
Aku terdiam. Aku menangkap kekhawatiran
pada kalimat Andra. Ataukah, aku yang ke ge-eran?
“Vita? Halo...?”
“Ya,”
“Di mana kau sekarang?”
“aku ___ terkunci di kamar
mandi kampus,” jawabku kemudian dengan keraguan.
Andra menyodorkan air minum ke arahku. “Trims, aku
tak tahu apa yang akan kulakukan kalau kau tak mengeluarkanku dari sana,” ujarku.
“berapa lama kau di sana?”
“mm__sekitar 2 jam,”
“Astaga,dan tak ada seorang
pun yang mendengar teriakanmu?”
Aku menggeleng.
“Miko?”
“Dia tak berada di kampus,”
“Sebaiknya jangan pernah masuk
ke kamar mandi itu lagi. Never!” kalimat Andra terdengar kesal.
“Maaf merepotkanmu,” ujarku
lagi. Andra tak menjawab. Aku jadi merasa bersalah padanya. Aku memang menyukainya,
tapi aku tak pernah merencanakan ini!
“aku pikir kau sedang bersama
Nia, jadi___” kalimatku menggantung.
“Tak apa-apa. Kami batal
pulang bareng karena aku masih ada urusan dengan klub basket. Kau sendiri, masih
ada urusan apa di kampus? Bukankah kelasmu sudah selesai sekitar beberapa jam
yang lalu?”
Aku tak segera menjawab. Bagaimana
dia bisa tahu kalo kelasku sudah usai?
“aku ada sedikit kepentingan
dengan dosenku,”
Andra manggut-manggut.
“jika sudah selesai, aku akan
mengantarkanmu pulang,”
‘Ah, tidak usah. Aku bisa
pulang sendiri kok,”
“Tapi__”
“aku
masih ada sedikit urusan. Terimakasih untuk hari ini. Aku duluan aja ya,” aku
meraih tasku lalu segera melangkahkan kakiku tanpa menghiraukan panggilan
Andra. Mengurangi intensitas interaksi dengannya adalah hal yang bisa kulakukan
saat ini. Jika tidak, aku benar-benar dibuat gila olehnya!bersambung ...
n.b : gambar di ambil dari drama china "The girl in blue"

Tidak ada komentar:
Posting Komentar