Kamis, 01 Mei 2014

"Ahjumma" part 2



“Astaga, kaki Ibu kenapa?” Bi Sumi nyaris berteriak menyaksikan Karenina berjalan tertatih-tatih. “Tidak apa-apa, Bi. Kakiku hanya sedikit terkilir,”
Bi Sumi membantu Karenina duduk.
“perlu saya panggilkan dokter?”
“Tidak perlu, bi. Besok pasti juga sudah membaik. Alea sudah tidur?”
Bi Sumi mengangguk. “Maaf, bi. Aku tidak bermaksud pulang terlambat seperti ini. Hanya saja, ada sedikit kesalahan teknis di sana. Bibi pasti lelah menjaga Alea seharian,”
Bi Sumi menggeleng dan tersenyum. Ia mengambil segelas air minum dan menyodorkannya pada Karenina.
“Ibu yakin tidak perlu memanggil dokter?”
Karenina kembali menggeleng. “Aku akan segera baikan setelah mandi lalu menikmati teh hangat buatan bi Sumi,”
“Baik, bu. Akan saya buatkan,” bi Sumi beranjak.
Karenina sempat mengecup kening Alea yang tertidur pulas sebelum melangkah ke kamar mandi.
Dan tepat seperti dugaannya. Ketika ia bangun keesokan harinya, tubuhnya terasa lebih segar dan rasa sakit di pergelangan kakinya sudah jauh berkurang.

***

            Alex mematung di depan kamar hotel, tempat Karenina menginap. Keraguan muncul di benaknya antara mengetuk pintu, ataukah berbalik arah dan mengurungkan niatnya untuk menemui Karenina. Ia memaki dalam hati. Ia pasti sudah gila! Menemui seorang wanita yang sudah menikah di kamar hotelnya? Oh, otaknya pasti sudah tidak waras! Tapi, bukankah mereka hanya teman? Dan, bukannkah ia hanya datang untuk berkunjung? Setidaknya, ia benar-benar ingin memastikan bahwa luka di pergelangan kaki Karenina sudah jauh membaik. Apakah ada peraturan yang melarang ia melakukan itu?
Hati kecil Alex mulai berdebat. Dan berkali-kali ia mendesah. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk melangkahkan kakinya menjauhi kamar hotel tersebut.
Ia menghabiskan seharian waktunya dengan berjalan-jalan di pantai dan dengan perasaan yang sedikit campur aduk tak karuan. Berkali-kali ia mengecek phonselnya dengan harapan ada sebuah keajaiban yang membuat Karenina menghubunginya. Dan berkali-kali pula ia merasa
begitu kecewa. Pemuda itu kembali menggerutu. Astaga, ada apa dengannya? Ia baru saja mengharapkan Karenina – wanita yang telah menikah dan baru ia kenal beberapa hari – menghubunginya??
Well, wanita itu memang cantik luar biasa. Tapi bukankah selama ini ia sudah banyak mengenal wanita cantik? Anna juga cantik – hanya saja tidak secantik Karenina.
Tetapi ia benar-benar merasakan energi yang berbeda pada Karenina. Ia tak tahu harus bagaimana menerjemahkannya, yang jelas, energi itu mampu membuat jantung Alex jungkir balik manakala memikirkan wanita itu! Oke, ia pernah mengalami hal ini ketika pertama kali bertemu Anna. Hanya saja, getaran yang ia rasakan sekarang jauh berbeda! jauh lebih kuat. Dan hal ini belum pernah ia rasakan sebelumnya!
“Tante, apakah kau telah benar-benar memantra-mantrai aku?” Ia mendesah pelan.
Pemuda itu baru saja hendak memasuki kamar hotelnya ketika tiba-tiba phonselnya berdering. Sebuah nomor yang tak ia kenal. Dengan sedikit malas ia menjawab telpon.
“halo__”
“halo, Al,”
Alex terkesiap. “tante?” ia nyaris berteriak kegirangan. Suara dari seberang sana tertawa.
“Hebat, aku baru saja bilang halo kau sudah bisa mengenaliku,”
Alex tertawa. Karena aku baru saja memikirkanmu, tante.
“Ada apa, tante? Bagaimana kaki tante? Sudah baikan?”
“Yup. Kakiku sudah jauh lebih baik. Sekarang, aku bahkan sudah bisa jalan-jalan di pantai. Terima kasih banyak atas bantuanmu,”
“its okay. Memijit adalah salah satu keahlianku yang tersembunyi,”
“Kalau kamu jadi tukang pijit, pasienmu pasti a-be-ge semua,”
Alex kembali tertawa.
“Besok aku harus kembali ke Jakarta. Semoga kita bisa ketemu lagi disana,” ucap Karenina lagi.
Alex terkesiap. “Kembali ke Jakarta? Secepat itu?”
“Diklat jurnalistikku sudah selesai. Jadi aku berencana pulang besok,”
“Apakah tante tidak ingin menikmati liburan di sini dulu?”
“Aku sudah terlau lama di sini. Dan sudah waktunya untuk pulang,”
“Pulang? Bukankah suami tante baru akan kembali ke Indonesia sekitar 3 minggu lagi,”
“Memang, lantas?”
“Tante pulang cepat untuk siapa?”
Karenina tak segera menjawab.
“tadinya ku pikir tante akan liburan di sini lebih lama. Karena jika begitu, aku berencana mengajak tante mengunjungi beberapa tempat yang menakjubkan di sini. Ada banyak pulau di sana yang aku yakin sekali tante belum pernah melihatnya,”
“Pulau?”
“Ya. Gugusan pulau yang indah. Pantai yang menakjubkan. Batu karang yang memesona. Aku sudah mengunjunginya beberapa kali dan aku berencana mengunjunginya lagi,”
“Apa kau sedang menawari aku sesuatu, Al?’
Pertanyaan Karenina membuat Alex sedikit sulit mencari jawaban.
“Ya, aku sedang menawari tante sebuah petualangan seru,” jawabnya kemudian. Tak ada jawaban dari seberang sana. “Tante__?”     
 “Ya,”   
 “tante masih di pantai?”        
“Hm__”         
“Oke, aku akan kesana,” Alex menutup telpon dan beranjak
keluar menuju pantai. Setelah hampir 3 menit berputar-putar, ia menemukan sesosok wanita anggun sedang duduk di kursi dekat pantai sambil menggendong seorang balita mungil. Karenina dan putrinya, Alea.
Alex menata nafasnya yang terengah-engah lalu beranjak ke arah Karenina dan duduk di sampingnya.
 “Nice evening, right?” sapanya.
Karenina menoleh dan terkaget-kaget.
“astaga, Al? Bagaimana kau bisa sampai di sini secepat ini?”
Alex tersenyum menggoda. “Tante harus tahu bahwa aku punya banyak keahlian, selain memijit tentunya,”
Karenina tertawa.
“Jadi, bagaimana? Aku sedang menawarkan diri untuk jadi guide tante. Itupun kalau tante tak keberatan,”
Karenina tak menjawab. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Aku suka sekali dengan alam. Banyak hal yang bisa ku pelajari dari sana. Aku suka swimming, diving, surfing, snorkling, hiking, climbing, everything. Itu adalah sebuah pengalaman yang luar biasa untukku.  Dan yang paling ku suka adalah __ menikmati sunset dari atas bukit, di sebuah pulau eksotis, dengan hamparan pasir putih dan pantai yang berombak tenang. It’s so beautiful. Bagaimana dengan tante?”
Karenina tak segera menjawab. “Kelihatannya itu menyenangkan sekali,”    “Jadi__?”
“Entahlah, Al. Aku hanya___”
“Ku harap tante tidak salah paham. Aku tidak bermaksud kurang ajar pada tante dengan mengajak tante pergi bersama-sama. Aku hanya merasa bahwa kita adalah sahabat yang punya hobi yang sama,itu saja,”
Mendengar ucapan Alex, Karenina tertawa.
“Apa kau pikir aku akan salah paham hanya karena seorang bocah ingusan mengajakku pergi bersama? Haha, tidak,” jawabnya.
“Sejujurnya aku benar-benar berniat pulang besok pagi. Tapi, entahlah. Sepertinya aku harus memikirkan sesuatu dulu,” ujarnya lagi.
Alex tersenyum dan manggut-manggut. “Oke, kabari aku kalau tante berniat pergi bersamaku,”
Karenina mengangguk.
***
            Karenina mematung di depan jendela kamar hotelnya. Pikirannya menerawang pada tawaran Alex tadi sore. Pergi ke pulau-pulau eksotis dan tempat-tempat yang  belum pernah ia kunjungi sebelumnya? Sungguh tawaran yang menggiurkan. Jiwa petualangnya seakan bangkit. Ia ingin pergi! Ia ingin menaiki bukit karang dan menyaksikan matahari terbenam dari sana. Ia ingin menaiki perahu lalu pergi ke pulau terpencil. Ia juga ingin menjelajah hutan bakau, hutan rawa, bahkan hutan belantara sekalipun. Ia juga ingin berenang sepuasnya di pantai sampai kulitnya menghitam tersengat matahari. Tapi, bisakah ia melakukannya?
“Sudah malam, bu. Kenapa belum tidur?” suara bi Sumi membuyarakan lamunannya.
“Aku belum bisa tidur, bi,” Karenina beranjak ke sisi tempat tidur Alea. Ia membelai rambut putrinya dengan lembut.
“Bi, seandainya kita menunda kepulangan kita ke Jakarta, apakah bibi keberatan?”
Bi Sumi mengernyitkan dahinya. “ada apa, bu? Apakah ada masalah? Bukankah pelatihannya sudah selesai?”
Karenina terdiam sesaat.
“Tiba-tiba saja aku ingin menghabiskan liburan di sini lebih lama sebelum bapak kembali dari Amerika. Apakah bibi keberatan kalau tinggal di sini lebih lama? Mungkin sekitar 2 minggu lagi,”
“tidak, bu. Saya ikut saja, yang penting ibu merasa gembira. Lagipula, sepertinya Alea juga betah sekali di sini karena dia bisa main-main di pantai,”
Karenina tersenyum.
“Ya, aku juga berpikir kalau dia begitu menyukai pantai,” jawabnya.

***

Alex sedang menikmati secangkir kopi ketika hp-nya berbunyi dan sebuah pesan baru bertambah di kotak masuk.

Kapan kita bisa mulai?

Sebuah pesan singkat dari Karenina.
Mata Alex berbinar membaca tulisan tersebut. Ia nyaris saja bersorak kegirangan.

tante ingin mulai darimana? Balasnya kemudian.

The greatest sunset from the top of mountain. Seperti ketika aku hendak menyelamatkanmu dari usaha ‘bunuh diri’ konyolmu.

Alex tertawa membaca tulisan tersebut.

Oke, I’ll show you..

Dan, mulailah Karenina memulai petualangannya. Mengunjungi tempat-tempat eksotis yang belum pernah ia lakukan sebelumnya, bersama Alex. Tak jarang pula ia mengajak Bi Sumi dan Alea jika keadaan memungkinkan dan mereka bepergian ke tempat-tempat yang mudah dijangkau, agar tidak membahayakan Alea. Sungguh pengalaman yang luar biasa menyenangkan baginya. Kakinya terasa sakit karena terlalu banyak menaiki dan menuruni bukit. Kulitnyapun mulai sedikit menghitam karena terlalu banyak bermain-main dan berenang di pantai. Tapi, ia tak perduli. sama sekali tak peduli, karena ia merasa __ bahagia!
“Wah, pantai di sini ternyata lebih indah dari pantai yang kita kunjungi kemarin. Aku ingin berenang!”
Alex belum sempat mengatakan sesuatu ketika Karenina sudah melompat dari perahu, berlari menjauhi bibir pantai, meletakkan tas ranselnya di atas pasir putih, kemudian melepaskan bajunya hingga tinggal celana pendek dan tank top berwarna putih.
“Kedalaman pantai di sini berbeda dari pantai yang kemarin kita datangai. Jadi, berhati-hatilah tante,”
Karenina mengacungkan ibu jarinya pertanda bahwa ia mengerti dengan instruksi Alex. Sekian detik kemudian ia sudah berada di dalam air dengan penuh tawa.
“Kau tidak ingin ikut berenang di cuaca secerah ini?” teriak Karenina.
“Tidak, terima kasih,” Jawab Alex. Ia lebih suka berdiri di bibir pantai sambil memainkan kamera digitalnya. Dan sesekali
menatap Karenina yang tengah asyik bermain air seperti layaknya anak kecil. Beberapa kali ia tersenyum sendiri.
Ketakutan mulai menghinggapi dirinya ketika Karenina semakin menjauhi bibir pantai. Dan sekian detik kemudian, tubuhnya tak muncul ke permukaan.
Alex tersentak. “Ya Tuhan,” ia melemparkan tas ransel dan kamera digital di tangannya, lalu berlari sekuat tenaga dan menceburkan dirinya ke laut.

***

            Alex menatap Karenina dengan kesal. Perempuan itu tergelak. Ia menepuk-nepuk pundak Alex. “Maaf, it was kidding. Jangan marah, please,” ucapnya. Ia kembali tertawa.
“Ini tidak lucu, tante. Tante nyaris saja membuatku terkena serangan jantung! Aku kira tante benar-benar tenggelam,” Alex beranjak. Karenina mengekor.
“iya, iya, aku minta maaf. Kalau aku tidak pura-pura tenggelam, kau tidak akan mau ku ajak berenang,”
Alex tak menggubris hingga membuat Karenina menghadang langkahnya.
“Al, please. Aku minta maaf. Aku janji, ini akan jadi yang pertama dan yang terakhir kalinya,”
Alex menatap Karenina dengan kesal. “tante janji?”
Karenina mengangguk. “aku janji. Percayalah, aku adalah perenang yang handal dan aku takkan melakukannya lagi,”
Alex mendesah.
“Tante benar-benar membuatku takut. Sekarang bagaimana? Bajuku basah dan aku tak membawa baju ganti,”
Karenina tertawa.
“Jadi itu masalahnya? Astaga, kamu seperti anak mama saja. Kau ‘kan bisa melepaskan bajumu lalu menjemurnya. Paling dijemur 10 menit juga kering,”
Alex mendelik. “Melepaskan baju-bajuku?”
Karenina kembali mengangguk.
“Kenapa? Malu? Apa ini pertama kalinya kau telanjang di depan wanita?”
“Tentu saja tidak. Apa tante pikir aku masih anak es-em-a,”
“Ya sudah. Lepaskan dan jemur di dahan pohon. Beres ‘kan?” Karenina beranjak.
“Tante mau kemana?”
“Berenang,”
“Lagi?”
“Apa kau akan memintaku disini untuk membantu melepas dan menjemur bajumu?” Karenina tersenyum menggoda. Alex hanya melotot kesal. “Tidak,” jawabnya kemudian.

***
            Karenina mengibaskan rambutnya yang panjang sambil melangkahkan kakinya mendekati Alex yang tengah duduk di bawah pohon dengan hanya mengenakan celana pendek. Bajunya yang basah ia jemur di dahan pohon, seperti saran Karenina.
Sesaat, Alex sempat merasakan dadanya kembali bergemuruh ketika menyaksikan pemandangan yang ada di depannya. Hatinya merutuk! Astaga, mantera apa yang digunakan perempuan ini? Kenapa ia selau terlihat luar biasa cantik!?
 “Sudah kering ‘kan?” pertanyaan Karenina membuyarkan lamunan Alex. Ia menengadah, menatap baju-bajunya yang ada di dahan pohon.
“Lumayan. Apa tante juga ingin melepaskan baju tante lalu ikut menjemurnya di dahan pohon?” Alex balas menggoda Karenina. Perempuan itu tertawa. “Apa kau berharap aku melakukannya? Maaf, tapi aku akan mengecewakanmu,”
“Tante bisa masuk angin kalau pulang dengan baju basah seperti itu,”
“Kemarin-kemarin aku juga begini ‘kan? Dan, aku baik-baik saja. I’m okay with this,” Karenina duduk di dekat Alex.
“Wah, pantai ini benar-benar luar biasa mengagumkan,” gumamnya. Matanya yang bening menatap laut lepas dengan tatapan berbinar-binar. Sebuah senyum kepuasan tersungging di bibirnya yang mungil. Alex menatap perempuan di sampingnya dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan seksama. Dan ia baru menyadari bahwa tungkai kaki perempuan  itu dipenuhi luka lecet.
“Astaga, kaki tante terluka?” tanpa sadar Alex menyentuh luka-luka tersebut dengan lembut. Karenina menatap sekilas, membiarkan Alex menyentuh luka-luka di kakinya.
“Hanya luka kecil, tak masalah,” ujarnya.
“Ini pasti terasa sakit ketika digunakan berenang. Kita harus segera kembali ke hotel untuk mengobatinya,”
Karenina mencegah Alex berdiri.
“Tidak usah terburu-buru. Aku baik-baik saja. Percayalah,”
“Tante__,”
“Please, Al. Aku belum ingin kembali ke hotel. Biarkan aku di sini sebentar lagi, ok?”
Rengekan Karenina membuat Alex tak punya pilihan. Ia kembali duduk dan membiarkan Karenina kembali menikmati pemandangan laut lepas dengan sepasang mata indahnya.
“Apakah tante begitu menyukai laut dan pantai?”
“ya, aku suka semuanya. I love nature, I love adventure. Ini betul-betul luar biasa bagiku,”
Kedua bola mata Karenina yang berbinar-binar ceria membuat Alex takjub dan terpesona.
“Wah, pasti tante sudah mengunjungi banyak tempat. Aku pasti kalah pengalaman,”
Karenina menggeleng. “ini yang pertama kalinya bagiku,”
Alex tersentak. “What?” ia nyaris berteriak. “Ini yang pertama kalinya? Astaga, harusnya aku tidak membawa tante ke tempat ini! Ini berbahaya bagi tante,”
“tidak, terima kasih kau telah menunjukkan padaku betapa indahnya dunia ini. Andai saja aku tidak bertemu dan berteman denganmu, aku pasti tidak akan mengalami hal-hal menakjubkan seperti ini. Ini betul-betul ____ my greatest adventure!”  Karenina nyaris berteriak kegirangan. Alex tertawa.
“apa suami tante terlalu sibuk untuk mengajak tante pergi ke tempat-tempat seperti ini?”
Karenina tak segera menjawab.
“suamiku pasti tidak akan mengijinkanku pergi ke tempat-tempat seperti ini. Dia tidak menyukainya,”
“suami tante bukan tipe petualang rupanya.”
Karenina manggut-manggut.
“sudah berapa tahun tante menikah?” Alex memberanikan diri untuk menanyakan kembali tentang kehidupan pribadi Karenina.
“sekitar 3 tahun?”
“dan Alea?”
“dia putri pertamaku. Dulu kami sepakat untuk menunda punya momongan karena kami sama-sama belum siap,”
“dia masih bekerja di Amerika,”
Karenina mengangguk.
“suamiku punya sebuah perusahaan di sana. Semua keluarganya ada di sana,”
“kenapa tante tidak ikut ke sana kalau semua keluarga suami tante ada di sana?”
Karenina tak segera menjawab.
“aku lebih suka tinggal di sini,” jawabnya kemudian.
“dan tante bertemu dengan suami tante 1 bulan sekali?”
“tidak juga. Kadang dia kesini 2 atau 3 minggu sekali. Tergantung kesibukan. Tidakkah kau merasa aku menjalani kehidupan yang rumit?”
“rumit? Karena jarak? Tidak juga. Banyak juga orang yang menjalani kehidupan seperti tante. Aku juga punya saudara yang seperti itu. Dan nyatanya, mereka baik-baik saja sampai sekarang,”
Karenina terdiam.
“lantas, selama ini tante melakukan apa?”
Perempuan itu mengernyitkan dahinya. “maksudmu?” ia menatap Alex keheranan.
“well, suami tante melarang tante bekerja. Dia juga melarang  tante melakukan hal-hal yang tante sukai, seperti ini misalnya, lantas, apa saja yang tante lakukan selama ini?”
“banyak juga. Mengurus rumah, bersih-bersih, berkebun, menanam bunga, shopping ke Mall, ke salon, liburan, jalan-jalan __ asal tidak ke tempat-tempat berbahaya seperti ini, setidaknya itu yang dipikirkan
suamiku, tapi tidak menurutku.. Dan yang paling sering ku lakukan adalah membaca. Kau tahu, aku punya ratusan atau mungkin ribuan novel di rumahku. Sebagaian adalah novel-novel tentang petualangan. Itulah mengapa, aku begitu menyukai liburan ini. Dan, tentu saja, aku juga menulis beberapa novel,’
“tante juga sudah mulai menulis novel?”
Ia mengangguk.
“tentunya tanpa sepengetahuan suamiku. Karena itu, aku tidak pernah mengirimkannya ke penerbit ataupun ke media. Suamiku pasti akan marah besar kalau ia mengetahuinya,”
Karenina tertawa. Kedua mata beningnya kembali berbinar-binar ceria.
Dan, Alex merasa begitu lega setelah beberapa saat yang lalu ia sempat merasa kehilangan binar tersebut. Ia beranjak.
“ah, tiba-tiba aku ingin berenang,” ujarnya.
“benarkah?” Karenina berdiri. Alex mengangguk.
“ok, ayo kita berenang lagi,”
Belum sempat Alex berkata-kata, Karenina sudah berlari dan menceburkan dirinya ke air.

***

bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar