
Aku
baru saja akan mengganti baju seragamku dengan seragam olah raga ketika
tiba-tiba Ye-Eun menerobos begitu saja ke dalam kamar ganti. Aku menatapnya
keheranan, begitu pula dengannya. Dia tidak ada
jam olahraga karena kelas kami beda. Jadi, akulah yang sepantasnya heran dengan kemunculannya!
“Kita bicara sebentar.” Dia menarik
lenganku lalu mengajakku ke pojok ruangan, menjauh dari anak-anak lainnya.
“Mwoya?” Tanyaku dengan malas-malasan.
Ye-Eun, sahabatku sedari kecil itu
menatapku penuh selidik.
“Ada hal penting?” Aku bertanya lagi
setelah menangkap ada yang tidak beres. Cewek berambut sebahu itu mengangguk
serius lalu mendekatkan mulutnya ke telingaku.
“Ah-Reum, apa itu benar?” Bisiknya.
“Apa?” Aku juga ikut berbisik.
“Kamu pacaran lagi sama Jisoo.”
“Eh!?” Aku nyaris memekik.
“Kabar ini sudah menyebar ke seantero
sekolah. Mereka sudah tahu kalau kau pacaran lagi dengan dia. Tapi, bagaimana
mungkin kau merahasiakan ini dariku.”
Aku mendelik. “Itu__”
Kata-kataku tertahan ketika peluit dari
pak guru olah raga sudah melengking-melengking memanggil kami untuk segera
berkumpul.
“Kita bahas ini nanti saja, oke.” Aku
beranjak. Mengganti seragamku lalu segera menghambur ke lapangan untuk
bergabung dengan teman-teman lainnya.
Tapi, kata-kata Ye-Eun tetap mengganggu
konsentrasiku. Aku pacaran lagi sama Jisoo? Astaga, apa-apaan ini? Itu tidak
benar sama sekali. Siapa yang tega menyebarkan gosip bahwa aku pacaran lagi
sama dia?
Tapi, jika benar ada kabar seperti itu
bukankah ___ I’m in danger!
“Ah-Reum, awas!”
Dug! Aku memekik ketika bola itu
menghantam jidatku hingga sempat membuatku terhuyung. Aku meringis sembari
memegangi kepalaku. Well, aku sudah menduganya!
***
“Sakit?”
tanya Ye-Eun seraya menyodorkan es batu untuk mengompres keningku yang memar.
Bibirku manyun. “Bola sebesar itu
menghantam kepalaku, tentu saja sakit!” jawabku kesal. Cewek itu hanya nyengir.
“Jadi, apa itu benar?” Ia kembali bertanya.
“Apanya?” Aku menempelkan es batu itu ke
keningku.
“Kau pacaran lagi sama Jisoo?”
Aku mendesah lalu menggeleng.
“Jadi itu cuma ___”
“Gosip.” Potongku.
“Jeongmallo?” Ia kembali
memastikan. Dan aku mengangguk. “Aku tak pacaran lagi sama Jisoo. Itu gosip,
sumpah. Dan aku tak tahu siapa yang menyebarkannya.“ Jawabku. Ye-Eun manggut-manggut.
“Tak peduli itu gosip atau fakta, yang
jelas, nyaris semua siswa di sekolah kita sudah mendengarnya. Dan percayalah,
untuk beberapa hari ke depan, kau tidak akan bisa menjalani hidupmu dengan
tenang,” Ye-eun seperti mengingatkan. Dan kedua bahuku serasa melorot seketika.
Dia benar, jika gosip ini benar-benar sudah beredar, aku takkan bisa menjalani
hidupku dengan tenang, untuk beberapa hari ke depan.
Aku menarik
nafas panjang. Kusandarkan punggungku ke kursi kayu di ruang UKS dengan
perlahan. Dan, mau tak mau ingatanku kembali ke masa-masa itu lagi ...
Dua tahun yang
lalu ketika pertama kali masuk ke SMA ini perhatianku langsung tertuju padanya,
Jisoo. Cowok jangkung bermata indah dengan senyum menawan. Sosoknya sempurna.
Wajahnya tampan luar biasa ibarat di pahat tanpa cela oleh seniman terkemuka.
Dan matanya, mata yang teduh, mata yang menyipit alami tatkala bibirnya
tersenyum, mata yang membuatku seperti dialiri listrik dari ujung kepala sampai
ujung kaki! Yup, I love him at the first
sight!
Dan seperti yang
sudah kuduga, sosoknya yang eye-catching
benar-benar menjadi magnet bagi cewek-cewek di sekolah ini. Selain ganteng dan
populer, ternyata ia juga pintar dan berbakat. Ia pintar olahraga, ia pintar
matematika, ia pintar menyanyi. Suaranya merdu sekali. Dan semua alasan itu
sudah lebih dari cukup untuk membuat seabrek cewek yang mau jungkir balik
memperebutkan cintanya. Dari jajaran cewek-cewek papan atas, sampai anak
penjual minuman di depan sekolah kamipun ikut jatuh bangun untuk mendapatkan
cintanya. Termasuk aku? Ah, tidak. Aku menyukainya, tapi aku tak bisa seagresif
mereka. Yang ku lakukan hanyalah menatapnya dan mengaguminya, diam-diam.
Tapi, ternyata
Tuhan berkehendak lain. Tiba-tiba saja Jisoo mendekatiku. Ia sering datang ke
kelasku ketika jam istirahat hanya untuk menyapaku. Menyapaku! Sungguh!
Dan kamipun
bersahabat. Ia sering meminta saran padaku tentang banyak hal. Ia bahkan sering
mampir ke rumahku hanya untuk membawakanku bermacam-macam dvd jepang. Ia tahu
bahwa aku adalah penggemar dorama jepang. Dan, beberapa bulan kemudian aku
seperti memenangkan undian, jackpot! Ketika tiba-tiba ia mengakui bahwa ia
mencintaiku. Oh, demi Tuhan Yang Maha Esa, aku bahagia luar biasa. Dan singkat
kata, kamipun berpacaran. Tapi 3 bulan
kemudian – hanya 3 bulan saja - aku
memutuskkanya. Tidak, bukan karena aku tak mencintainya.
Hanya saja, menjadi pacarnya adalah
sebuah beban buatku.
Cewek-cewek yang
gagal mendapatkan Jisoo berbalik menyerangku. Aku semakin punya banyak haters. Mereka
bahkan punya akun di Facebook yang khusus didedikasikan untuk mereka yang tidak
menyukaiku menjadi pacar Jisoo. Dan kau tahu berapa anggotanya? Ratusan!
Mereka bahkan
punya petisi yang ditanda tangani banyak orang yang tidak menyukaiku berpacaran
dengan cowok itu. Dan bisa dipastikan, setiap hari jumlahnya kian bertambah.
Banyak yang tidak
suka aku berpacaran dengan Jisoo karena mereka beranggapan bahwa cowok itu
terlalu sempurna untukku. Sebenarnya aku juga tidak terlalu jelek sih. Tapi
jika dibandingkan dengan cewek-cewek papan atas yang jungkir balik mengejar
cintanya, aku terlihat ... sedikit biasa. Dan itu juga yang membuatku
bertanya-tanya kenapa Jisoo lebih menyukaiku ketimbang mereka.
Dan sekarang?
Ya Tuhan, apa
aku akan mengalami masa-masa buruk itu lagi?
“Jika aku menemukan orang yang
menyebarkan gosip itu, akan ku jambak rambutnya!” gerutuku kesal.
“Akan ku bantu kau menghajarnya,” sahut
Ye-eun. Kami berpandangan. Kedua mata kami seakan mengatakan: The war is begin!
***
Aku
merasakan aura tak sehat ketika memasuki
kantin. Hal yang sama juga kurasakan ketika aku memasuki ruang perpustakaan,
atau bahkan ruang kelasku sendiri. Aku melihat tatapan sinis dari para JFC.
Jisoo Fans Club!
Mereka seakan ingin menelanku hidup-hidup.
Ini sama persis seperti yang terjadi 2 tahun yang lalu. Situasi inilah yang
membuatku terpaksa memutuskan Jisoo! Bukan karena nyaliku ciut hingga tak berani
untuk berhadapan dengan mereka. Hanya saja, aku malas ribut. Itu saja! Suerr...
“Gosip sialan itu benar-benar membuat
hidupku tidak tenang,” desahku kesal. Akhirnya, aku memutar badanku lalu
meninggalkan tempat tersebut tanpa membeli apapun.
Ketika sampai di
lorong kelas, tanpa sengaja aku berpapasan dengan Jisoo. Ah, panjang umur dia.
Baru juga sosoknya nangkring di kepalaku.
Seperti biasa, cowok berpembawaan kalem
itu tersenyum ramah padaku. Ah, senyumnya tetap saja menawan, menenangkan. Well,
kami memang mantan pacar. Tapi kami masih saling bertegur sapa, seperti
layaknya teman biasa.
“Mm, bisa bicara sebentar?” Aku
memberanikan untuk menghentikan langkahnya. Jisoo berhenti lalu menatapku
keheranan. “Ya, soal apa?”
Aku tak segera menjawab.“Kau sudah
dengar soal gosip itu ‘kan? Aku ___”
“Oh, kabar bahwa kita kembali
berpacaran? Ah, sudahlah. Abaikan saja, jangan terlalu dipikirkan. Gosip
seperti itu pasti akan hilang dalam beberapa hari.” Kalimat Jisoo terdengar
berwibawa – seperti biasanya – hingga membuat hatiku tenang. Ia tersenyum
hangat padaku seolah ingin meyakinkan aku bahwa tak ada yang perlu
dikhawatirkan.
“Kalau begitu ____” Aku terkesiap ketika
sosoknya yang jangkung tiba-tiba telah berada di depanku dalam hitungan detik.
“Keningmu kenapa?” Ia menatap memar di
keningku dengan seksama. Aku nyengir seraya menyentuh keningku sendiri.
“Ow, ini. Mm, aku kurang hati-hati
ketika mengikuti pelajaran olahraga. Dan, inilah hasilnya.”
Aku mundur beberapa langkah ketika Jisoo
mengulurkan tangannya dan berniat menyentuh keningku.
“Gwaencana,”
jawabku gelagapan. Tidak, aku takkan membiarkannnya menyentuhku! Sedikit saja
kontak fisik dengannya akan berakibat fatal karena itu seolah membenarkan bahwa
kami kembali berpacaran. Tidak! aku tidak akan membiarkannya.
“Aku pergi dulu ya. Annyeong,” tanpa menunggu komando, aku ngacir meninggalkan Jisoo.
***
Byuuurrrr!!
Aku menjerit kaget ketika ember berisi air itu menimpa diriku hingga membuat
tubuhku basah kuyup. Menaruh ember berisi air di atas pintu kamar mandi? Itu
jebakan kuno! Tapi, tetap saja aku kena!
“Eotte?
Segar airnya?” Solbi, model sekaligus cewek paling populer di sekolah kami,
muncul dari balik pintu kamar mandi yang lain, diikuti dua rekannya.
“Apa-apaan ini?” tanyaku kesal.
“Itu balasan karena kau kembali pacaran
dengan Jisoo. Mungkin aku memang gagal mendapatkan cintanya. Tapi setidaknya
aku sudah merasa puas karena telah memberimu pelajaran,” jawabnya.
Aku melotot. “Sampai kapan kalian akan
bertingkah kekanak-kanakan seperti ini?!” teriakku.
Solbi mengangkat bahu.
“Entahlah, tapi bagaimanapu juga, chukkae karena kau berhasil kembali ke
sisi Jisoo.”
Cewek berambut panjang itu berlalu
begitu saja diikuti dua rekannya. Aku menggigit bibirku dengan kesal seraya
menatap diriku yang basah kuyup.
***
Ye-eun
menatap diriku yang basah kuyup dengan tatapan heran. “Wae? Kenapa kau basah kuyup begini?” suaranya melengking. Aku
mendesah kesal. “Tak penting untuk dibahas. Kau ada pelajaran olah raga ‘kan?
Tolong pinjami aku baju olah ragamu. Aku tak bisa mengenakan baju basah seperti
ini. Bisa-bisa aku masuk angin,” jawabku.
Ye-Eun manggut-manggut. Segera ia
beranjak ke kelasnya dan tak lama kemudian ia kembali ke ruang UKS membawa baju
olah raga yang kumaksudkan.
“Setelah ini, aku ingin di sini dulu
sejenak. Bangunkan aku jika aku ketiduran,” ujarku padanya.
“Are
you okay?” Ye-eun mengulurkan tangannya dan menyentuh keningku.
“Astaga, kau demam?”
“I’m okay. Hanya sedikit kurang enak
badan. Mungkin aku terlalu stres beberapa hari ini,” jawabku.
Ye-eun beranjak menuju kotak obat dan
mengambilkan sebutir obat demam.
“Minumlah obatnya dan istirahatlah di
sini. Nanti akan kubangunkan kalau kau ketiduran,”
Aku hanya mengangguk pelan mendengar
instruksi Ye-eun.
***
Aku
membelalak menyaksikan jam di dinding yang menunjukkan pukul 15.10. T-tapi ‘kan
kelas usai jam 14.15?
Astaga, aku ketiduran?! Ye-eun di mana?
Apa ia tak membangunkanku? Dasar pengkhianat! Aku menggerutu dalam hati.
“Sudah bangun?” Suara itu nyaris membuatku
terlonjak dari tempat tidur. Ketika aku menoleh. Deg, Jisoo duduk di salah satu
kursi dekat jendela yang berada tak jauh dari tempat tidur. Aku tidak bermimpi.
Itu memang dia!
“Jisoo?” Aku menggumam kaget. Cowok itu
hanya mengangguk.
“Kau __ di sini?” tanyaku lagi. Dan
cowok itu kembali mengangguk.
“Sudah 1 jam lebih aku menungguimu di
sini,” jawabnya, tenang. Ah, pembawaannya selalu saja tenang seperti itu.
“Menungguiku di sini? Untuk apa?” Aku
turun dari tempat tidur lalu melipat selimut dan merapikan seprei.
“Aku dengar dari teman-teman kalau Solbi
cari masalah denganmu di kamar mandi. Aku mencarimu di kelas tapi kau tak ada.
Waktu ketemu Ye-eun, dia bilang kau di UKS. Begitu sampai di sini, kau sedang
tertidur pulas,” Jisoo bangkit lalu membantuku merapikan tempat tidur.
“Tadinya Ye-eun ingin membangunkanmu,
tapi aku melarangnya,” lanjutnya.
“Kenapa?”
“Kau tidur nyenyak. Kelihatan capek. Aku
tak tega membangunkanmu. Lagipula, di luar masih hujan. Jadi, aku sengaja membiarkanmu
tidur dan menyuruh Ye-eun pulang dulu. Nanti aku yang akan mengantarkanmu
pulang.”
Aku menatap Jisoo sekilas.
“Ngomong-ngomong, untuk apa kau di
sini?” tanyaku dengan hati-hati.
“Aku mengkhawatirkanmu,” jawabnya. Aku
terkekeh.
“Khawatir kenapa? Karena Solbi cari
masalah denganku? It’s Okey. Aku sudah biasa,” jawabku asal.
Jisoo menatapku dengan tatapan menyesal.
Aku seakan mengingatkannya pada hubungan kami yang sudah berlalu. Dan aku
seolah mengatakan : jadi pacarmu, aku terbiasa di bully.
“Mian,”
ucapku kemudian. Jisoo tak menjawab.
Benarkah dia mengkhawatirkanku? Ah,
tiba-tiba saja aku ge-er.
“Bagaimanapun juga, aku lega kau tak
apa-apa,” cowok itu kembali duduk di kursinya semula.
Aku beringsut dan duduk di tepi tempat
tidur. Keadaan hening sesaat. Sedikit canggung.
“Boleh kutanyakan sesuatu?” Jisoo
membuka suara.
“Soal apa? Soal gosip bahwa kita kembali
berpacaran? Maaf, aku tak tahu apa-apa. Dan sumpah, bukan aku yang
menyebarkannya,” jawabku.
“Tidak, bukan soal itu,” sergah Jisoo.
“Lantas?”
Jisoo menyandarkan punggungnya di kursi
lalu menatapku dengan lekat hingga membuatku jengah.
“Jangan menatapku seperti itu,” ucapku
gusar. Bukannya berhenti, cowok berhidung mancung itu terus menatapku dengan
dalam hingga membuatku mengalihkan pandangan ke luar jendela.
“Kenapa kau tidak pacaran lagi?” tanya
Jisoo lagi. Suaranya terdengar tenang.
“Maksudmu?” tanyaku. Aku menoleh dan
menatapnya.
“Setelah putus denganku 2 tahun yang
lalu, aku tidak melihatmu berpacaran lagi dengan cowok lain,” Ucapannya
terdengar yakin.
“Bagaimana kau tahu? Apa kau
memata-mataiku?”
“Ya,” Kali ini Jisoo menjawab cepat
hingga membuatku tersipu. Kenapa dia memata-mataiku? Kenapa ia ingin tahu aku
berpacaran dengan siapa?
“Kau sendiri? Bukankah kau juga tak
berpacaran lagi sejak putus denganku?” balasku kemudian.
“Apa kau juga memata-mataiku?”
Pertanyaan Jisoo terdengar antusias. Aku menggeleng.
“Tidak, hanya tahu saja.” Jawabku
kemudian.
Jisoo tertawa kecil mendengar ucapanku.
“Ya, kau benar. Aku memang tak pacaran
sejak kau memutuskanku.” Jawabnya kemudian. “Jadi, kenapa kau tak pacaran
lagi?” Ia kembali mengulangi pertanyaannya.
“Kau sendiri, kenapa tak pacaran lagi?”
balasku.
Jisoo menatapku dengan dalam.
“Karena aku masih mencintaimu,” jawabnya
kemudian.
Aku melongo. Jantungku berdebar lagi,
lebih cepat. Jisoo menatapku dengan lembut. Ah, mata itu ...
“Ah-reum, menyakitkan sekali ketika kau
memutuskanku dan meninggalkanku begitu saja. Hatiku hancur berkeping-keping.
Tapi, tetap saja aku tak bisa melupakanmu. Aku benar-benar tak mampu
melupakanmu. Sampai detik inipun, aku masih selalu mencintaimu,” Jisoo kembali
berucap, mantap.
Aku tertegun.
“Maafkan aku jika selama menjadi pacarku
kau mendapatkan banyak beban dan masalah. Tapi percayalah, aku tak pernah
berniat membuatmu seperti itu. Aku selalu mencoba membuatmu bahagia. Meskipun
pada akhirnya, aku hanya mampu memberikanmu penderitaan tanpa mampu
melindungimu – karena kau tak pernah membiarkanku melakukan itu –
melindungimu,”
Aku menelan ludah. Ya Tuhan, apa yang
sebenarnya kulakukan selama ini? Cowok di depanku ini berusaha membuatku
bahagia, tapi hanya karena egoku, aku memutuskannya? Apa aku sinting?
“Sebenarnya, aku tak pernah rela ketika
kau memutuskanku. Tapi ketika aku tahu bahwa kau tertekan karena banyak
mengalami intimidasi dari cewek-cewek penggemarku yang lain, aku pasrah. Jika
aku terus mempertahanmu menjadi pacarku, kau pasti semakin tertekan dan tak
bahagia. Makanya aku menerima keputusanmu untuk meninggalkanku. Tapi, satu hal
yang pasti, aku tak pernah berhenti untuk mencintaimu,”
Tatapan Jisoo begitu tulus dan lembut.
Hatiku berdesir.
Ia bangkit lalu berjalan mendekatiku
hingga jarak di antara kami hanya tinggal beberapa langkah.
“Maukah kau jadi pacarku lagi?” Pintanya.
Mataku mengerjap, kaget. Eh?
“Aku tulus menyayangimu dan aku
benar-benar ingin agar kita bisa kembali bersama lagi. Bisakah?” ucapan Jisoo
benar-benar terdengar lembut. Aku tak segera menjawab. Kami hanya berpandangan
sesaat.
“Jisoo, kenapa harus aku?” tanyaku
kemudian.
Jisoo mengernyitkan dahinya. Tak
mengerti dengan pertanyaanku.
“Dari sekian cewek di sekolah ini,
kenapa kau harus memilihku? Aku tak cantik, aku juga tak pintar, aku juga tak
terkenal. Kenapa kau tetap menyukaiku?”
Jisoo tersenyum lembut mendengar
pertanyaanku. Matanya yang menyipit ketika ia tersenyum, ah, aku selalu
terpesona.
“Aku menyukai semua yang ada pada
dirimu, tulus dan serius. Kau cewek yang begitu ceria dan apa adanya. Dan aku
benar-benar nyaman dan bahagia berada disisimu. Tidakkah alasan itu cukup untuk
membuatmu kembali padaku?” ucapnya.
Aku terdiam.
“Tolong beri aku kesempatan untuk
menunjukkan ketulusan perasaanku. Aku janji, aku tak akan membiarkan siapapun
menyentuh ataupun menyakitimu. Jebal,
beri aku kepercayaan untuk melindungimu,”
Jisoo menyentuh pipiku dengan lembut.
Dan aku tak berusaha untuk menghindar.
“Bisakah kita pacaran lagi?” Pertanyaan
itu kembali ia ulang.
Aku tak segera menjawab.
“Kita bisa melakukannya secara
sembunyi-sembunyi jika kau keberatan untuk diketahui orang lain agar mereka tak
mengganggumu lagi.”
“Tidak.” Jawabku cepat. Jisoo menarik sentuhan tangannya. Ia
menatapku kaget.
“Kau tak mau menerimaku kembali?” Nada
suaranya tampak takut. Aku menggeleng.
“Anio,
maksudku bukan itu. Aku tak mau berpacaran denganmu secara sembunyi-sembunyi.
Jika kita memang berpacaran, semua orang berhak mengetahuinya. Percayalah aku
bisa menghadapi mereka,” jawabku, mantap.
Jisoo mengernyitkan dahinya.
“Apa ini berarti kau mau jadi pacarku
lagi?”
Aku kembali terdiam. Perlahan aku mengangguk.
Kulihat sebuah senyum kembali merekah di bibir Jisoo hingga membuat pipiku
merona.
Aku sudah bertekad, untuk kali ini aku
takkan menyerah! Tak peduli siapa dan berapa banyak cewek yang berusaha untuk
menghancurkan hubunganku dengan Jisoo, aku akan melawannya!
“Soal gosip bahwa kita kembali
berpacaran, aku bersumpah bukan aku pelakunya,” ujarku.
Jisoo manggut-manggut. “Itu ... aku yang
melakukannya,” jawabnya ragu.
Aku melotot. Hah?
Cowok tampan di hadapanku itu
menyeringai. Perlahan ia mengangguk. “Maaf, tapi akulah yang menyebarkan gosip
bahwa kita kembali berpacaran,” ucapnya lagi.
Aku terperanjat. “Apa!?” teriakku. Jisoo
hanya tersenyum nyengir.
“Mian, tapi hanya itulah satu-satunya
cara yang terpikir olehku untuk bisa kembali padamu. Aku tahu aku lancang, tapi
jika tidak begitu, aku tak akan bisa menarik perhatianmu.”
“Termasuk menarik perhatian anak-anak yang
lain hingga mereka rame-rame mengeroyokku!?” Aku kembali berteriak seraya menatap Jisoo dengan kesal.
“Itu ... di luar perkiaraanku. Tapi,
sisi baiknya adalah ... kita bisa bicara kembali dari hati ke hati. Ya ‘kan?” kalimat
Jisoo terdengar sebuah rengekan.
Aku
kembali mendesah kesal. Tapi amarahku sedikit buyar dan berganti dengan
kekagetan ketika sebuah ciuman ringan mendarat dipipiku.
“Maafkan aku.” Jisoo menatapku dengan
tatapan memohon.
“Siapa yang memberimu ijin untuk
menciumku!?” Aku menjerit.
“Ow, maaf aku tak meminta ijin. Kau tak
suka? Oke, ku kembalikan lagi,” Kali ini Jisoo kembali mendaratkan ciuman
ringan di pipiku. Di tempat yang sama. Aku mendelik dan ia hanya terkekeh.
Ah, sudahlah.
Tak perlu ribut soal masa lalu. Yang jelas, sekarang aku sudah memutuskan untuk
kembali padanya. Dan, aku takkan menyesalinya.
“Sekarang, boleh aku menciummu?” Jisoo
kembali menatapku dengan tatapan nakal. Dan sebuah pukulan ringan segera ku
layangkan ke dadanya hingga membuatnya meringis lucu. Ah, aku tahu ia hanya
pura-pura kesakitan...
Selesai.
Gambar di ambil dari grup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar